Bunga Sudah Turun, Tapi Kok Kredit Masih Loyo Ya?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
26 January 2021 14:55
Warga menukarkan sejumlah uang di mobil kas keliling dari sejumlah bank yang terparkir di Lapangan IRTI Monas, Jakarta, Senin (13/5/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Saat pandemi Covid-19 merebak di Tanah Air, Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral menempuh kebijakan moneter yang akomodatif. Selain memangkas suku bunga acuan, BI juga memberikan injeksi ke sistem keuangan melalui pelonggaran kuantitatif (quantitative easing/QE).

Di sepanjang tahun 2020, Bank Indonesia telah memangkas suku bunga acuan sebesar 125 basis poin dari 5% menjadi 3,75%. Koridor suku bunga Lending Facility ditetapkan di 4,5% sementara untuk Deposit Facility di 3%.

Pada tahun 2020, Bank Indonesia telah menambah likuiditas (QE) di perbankan sekitar Rp726,57 triliun, terutama bersumber dari penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sekitar Rp155 triliun dan ekspansi moneter sekitar Rp555,77 triliun.

Bank Indonesia melanjutkan penambahan likuiditas pada tahun 2021 dengan melakukan ekspansi operasi moneter sekitar Rp7,44 triliun (per 19 Januari 2021). 

Longgarnya kondisi likuiditas mendorong tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yakni 31,67% pada Desember 2020 dan rendahnya rata-rata suku bunga PUAB overnight, sekitar 3,04% pada Desember 2020.

Longgarnya likuiditas serta penurunan BI7DRR berkontribusi menurunkan suku bunga deposito dan kredit modal kerja dari 4,74% dan 9,32% pada November 2020 menjadi 4,53% dan 9,21% pada Desember 2020.

Di sepanjang Januari-November 2020, suku bunga untuk kredit modal kerja telah turun 78 bps. Untuk kredit investasi turun paling banyak sebesar 94 bps. Sementara untuk kredit konsumsi penurunannya paling rendah yakni 62 bps.

Ini mengindikasikan bahwa transmisi kebijakan moneter tetap berjalan meski penurunannya tidak seagresif suku bunga acuan mengingat ada time lag. Penurunan suku bunga acuan juga tercermin dari penurunan suku bunga deposito yang sudah turun untuk berbagai tenor.

Suku bunga deposito tenor 3 bulan mengalami penurunan paling tinggi sebesar 174 bps. Disusul oleh suku bunga deposito tenor 1 bulan yang turun 157 bps. Kemudian untuk suku bunga deposito 6 bulan turun 152 bps.

Kendati suku bunga kredit terus menurun seiring dengan pemangkasan suku bunga acuan, tetapi penyaluran kredit oleh perbankan belum juga terdongkrak. Malah terus melambat. 

Adanya penerapan pembatasan sosial (PPKM) yang terus berlanjut terutama di wilayah Jawa dan Bali membuat pabrik dan perusahaan belum bisa beroperasi secara penuh. Konsumen juga cenderung menahan belanja, sehingga permintaan kredit belum bisa terkerek naik.

Korporasi masih menahan diri untuk berekspansi dan konsumen lebih gemar menabung. Ketika kredit melambat, dana pihak ketiga di perbankan justru mengalami kenaikan. Kendati pasokan uang beredar dalam arti luas (M2) meningkat 12,4% (yoy) pada Desember 2020 inflasi tetap rendah di 1,68% (yoy).

Penurunan suku bunga kredit diprakirakan akan berlanjut dengan longgarnya likuiditas dan rendahnya suku bunga kebijakan Bank Indonesia. Kondisi perekonomian yang berangsur pulih dengan adanya vaksinasi Covid-19 secara masal meski Covid-19 masih terus melonjak diharapkan bisa membuat permintaan kredit membaik di tahun ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular