
Duh! Harga Cabai Belum Turun, Daging Sapi Mulai Terbang!

Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan harga sapi yang tinggi di tingkat distributor membuat para pedagang eceran menjerit. Pedagang yang menjual daging ke masyarakat harus menanggung rugi dari kenaikan harga daging sapi ini. Sebagai bentuk aksi protes ke pemerintah para pedagang eceran di kawasan Jabodetabek memilih untuk mogok dagang sejak Rabu (20/1).
Harga daging sapi di tingkat distributor sudah naik Rp 10.000 - Rp 12.000/kg. Sehingga harga pokok penjualan (HPP) pedagang eceran kini sudah berkisar di antara Rp 125.000 - Rp 127.000 per kilogram.
Mau tak mau para pengecer menaikkan harga daging sapi yang dijualnya. Namun sayang momentumnya sedang tidak tepat. Saat daya beli masyarakat Tanah Air terganggu pandemi Covid-19, harga kebutuhan pokok malah naik.
Harga-harga bahan pangan pokok seperti cabai hingga sapi ikut naik. Ini menjadi beban bagi masyarakat. Minat beli yang rendah membuat para pedagang sapi eceran tak kuat lagi menanggung rugi.
Mereka juga memprotes keras atas tudingan bahwa kenaikan harga tersebut disebabkan oleh kalangan mereka. Padahal kenyataannya di tingkat distributor harganya sudah melambung tinggi.
Kendati pemerintah melalui Kementerian Perdagangan bakal mengumumkan rilis kenaikan harga daging sapi menjadi Rp 130.000/kg dan aksi mogok sudah dicabut, para pedagang sapi di kawasan Jabodetabek sudah telanjur mogok kemarin.
Kementerian Perdagangan maupun pihak asosiasi tak bisa memaksa para pedagang untuk kembali berjualan.
Apabila mengacu pada data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga daging sapi kualitas I baik di pasar tradisional maupun modern dipatok di Rp 125.000/kg. Sementara untuk yang kualitas kedua dipatok di Rp 115.000/kg.
Setelah ditelusuri rantai pasoknya, harga daging sapi memang sudah melonjak di kalangan importir. Menurut Ketua Harian Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) Asnawi, harga daging sapi di kalangan importir sudah mencapai US$ 3,9 (Rp 54.600 kurs Rp 14.000/US$) per kilogram bobot hidup sapi bakalan per Januari 2021.
Harganya pun meningkat dari bulan Juli tahun lalu yang masih berkisar di US$ 3,6 (Rp 50.400 ) per kilogram bobot hidup sapi bakalan. Indonesia banyak bergantung pada daging Sapi Australia untuk memenuhi kebutuhan domestiknya.
Menurut dokumen yang diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tahun 2019, Indonesia dan Australia mampu membentuk rantai pasok yang stabil selama lebih dari tiga dekade.
Rantai pasok ini didukung oleh kemampuan Australia terutama di bagian utara untuk secara efisien menghasilkan sapi bakalan, dan kemampuan Indonesia untuk menggemukkan dan mengolah ternak ini dengan biaya relatif rendah.
Australia juga mengekspor ke Indonesia daging sapi segar dan beku dalam jumlah yang signifikan. Tak ketinggalan, Negeri Kanguru juga mengekspor jeroan ke RI. Bahan baku ini digunakan untuk membuat berbagai makanan olahan khas Tanah Air seperti bakso, rendang dan lainnya.
Di tahun 2019, Australia mengekspor sekitar AUD 690 juta sapi (676.433 ekor), AUD 274 juta daging sapi beku, AUD 48 juta daging sapi beku dan AUD 106 juta jeroan sapi ke Indonesia.
Apabila digabungkan, maka total ekspor sapi Australia ke Indonesia mencapai AUD 1,12 miliar. Indonesia menjadi pasar kelima terbesar untuk industri daging sapi Australia dan menjadi destinasi ekspor terbesar untuk kategori produk ternak hidup dengan 50% dari total pasar ekspor. Pengiriman utama berasal dari Darwin dan Townsville
