Rencana MRT Jakarta Akuisisi Kereta Commuter Bikin Takut KAI

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
20 January 2021 13:10
Rangkaian kereta Commuter Line di Stasiun Manggarai, Jakarta, Jumat (25/1/2019). PT. Kereta Commuter Indonesia (KCI) menutup jalur 10 Stasiun Manggarai tujuan Depok dan Bogor sejak 23 Januari - 8 Maret 2019.(CNBC Indonesia/AndreanKristianto )
Foto: Rangkaian kereta Commuter Line di Stasiun Manggarai, Jakarta, Jumat (25/1/2019). PT. Kereta Commuter Indonesia (KCI) menutup jalur 10 Stasiun Manggarai tujuan Depok dan Bogor sejak 23 Januari - 8 Maret 2019.(CNBC Indonesia/AndreanKristianto )

Jakarta, CNBC Indonesia - Proses akuisisi PT MRT Jakarta melalui PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek (MITJ) terhadap PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) dianggap sulit untuk dilakukan. Di pihak PT KAI sebagai pemegang saham KCI masih ada rasa ketakutan terhadap rencana besar ini.

Direktur Keuangan KAI Salusra Wijaya mengatakan dari sisi keuangan banyak pekerjaan dan risiko jika proses akuisisi ini terjadi.

"Yang kita takutkan, integrasi service pelayanan tidak dapat berubah, tapi efek dari keuangan sesuai tupoksi saya ini agak besar memakan waktu dan biaya," katanya dalam Diskusi Serikat Pekerja Kereta Api, Kamis (20/1/2021).

Menurut Salusra, dari sisi regulasi proses akuisisi ini tidak memiliki dasar hukum, karena dasar akuisisi ini berdasarkan rapat terbatas (ratas) yang dilakukan oleh presiden. Namun, hal berbeda bila sudah dibentuk peraturan presiden.

"Ini menarik karena ikut beberapa kali diskusi masalah hukum integrasi atau akuisisi. Lawyer MITJ sendiri bilang ratas ini belum memiliki kekuatan hukum sampai ada Perpres, kalau dibentuk Perpres pun akan berlawanan eksisting Perpres di BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek) 2015 atau KAI 2019," tambahnya.

"Lawyer BPTJ sendiri mengatakan dalam diskusi, jika penunjukan integrator ini tunggal dan bukan oleh anak usaha BUMN atau BUMD itu tidak hanya membutuhkan Perpres yang dibutuhkan tapi juga butuh undang-undang. Ini harus ke DPR dan lainya akan menjadi PR yang panjang," katanya. Melihat status perusahaan PT MITJ merupakan perusahaan patungan antara PT MRT Jakarta (Perseroda) dengan PT Kereta Api Indonesia (Persero)

Cita-cita Presiden bagaimana menciptakan transportasi itu terintegrasi, terkontrol dan termonitor dalam satu atap. Tapi cita-cita ini perlu landasan hukum yang kuat.

Salusra mengatakan proses akuisis ini tidak dapat berlanjut sebelum 3 hal strategis dapat diselesaikan. Yaitu landasan legal kelembagaan, tinjauan kerangka public service obligasi (PSO), serta kejelasan model bisnis.

PSO adalah kebijakan pemerintah kepada perusahaan BUMN untuk memberikan subsidi, antara lain memberikan perusahaan tersebut suatu hak monopoli untuk mengoperasikan transportasi publik dalam jangka waktu tertentu.

Menurut Salusra ini akan menjadi isu karena kepemilikan KAI hanya 49% sementara mayoritas terbesar dimiliki PT MRTJ. KAI akan terdampak jika PSO tidak lagi diberikan, karena biaya operasional yang tinggi dalam memelihara fasilitas yang dimiliki.

"Dari sisi keuangan harus mulai kaji juga, KAI akan terdampak jika PSO hilang. Ini berat buat kami karena fixed cost kami tinggi sekali dalam memelihara yang kami miliki, efek dari PSO ini tidak akan dimiliki lagi. Sehingga cash flow terganggu," katanya.

Selain itu, dari sisi kreditur juga akan sulit untuk kaji. Karena KAI ada pinjaman sindikasi besar dari 15 bank berbeda begitu juga dari KCI.

Salusra menjelaskan di masa pandemic ini penurunan pendapatan KAI mencapai 70-80%. 2021 proyeksinya juga tidak bagus melihat masih ada pembatasan pergerakan masyarakat, dimana core bisnis KAI bergantung pada jumlah penumpang. Bahkan untuk mendanai kewajiban pokok juga harus mengambil pinjaman dari luar negeri.

Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio mengatakan keputusan ini diambil hanya dari hasil ratas. Dimana sifatnya itu hanya sebatas hasil notulen rapat.

Sesuai dengan Undan-Undang No 12. Tahun 20199 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, hasil ratas bukan produk hukum karena tidak ada di hierarki peraturan perundang-undangan.

"Di notulen rapat juga tidak ada perintah presiden untuk membuat regulator baru, Jadi kalau dijadikan patokan MITJ akuisisi apapun Namanya itu tidak bisa, harus ada dasar hukum yang mengatakan ada perintah presiden," katanya.

Dari catatan, pembentukan MITJ ini cenderung mengabaikan peraturan perundang-undangan yang ada. Selain itu Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPJT) juga gagal mengintegrasikan transportasi Jabodetabek perlu dianalisis lebih lanjut.

Sebagai informasi dari ratas Kabinet 8 Januari 2019 lalu oleh Pemprov DKi melalui TGUPP adalah menyatukan seluruh angkutan Jabodetabek di bawah Pemda DKI.

Poin penting nya antara lain membentuk badan usaha super berstatus anak perusahaan BUMD Pemprov DKI Jakarta, Sebagai operator transportasi Jabodetabek, yang untuk menjalankan usahanya akan sepenuhnya diatur regulasi oleh Pemegang Saham sebagai owner sekaligus regulator. Pemprov DKI Jakarta adalah owner, regulator dan operator.

Mengabaikan kewenangan Pemda Jabar dan Pemda Banten dan juga Pemerintah Pusat (Kementerian Perhubungan, BPTJ).

PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta akan mengakuisisi sebagian saham PT kereta Commuter Indonesia (KCI) dari PT KAI. Hal ini dalam upaya melakukan layanan transportasi yang terintegrasi. KCI merupakan anak perusahaan PT Kereta Api Indonesia mengelola kereta komuter di Jabodetabek
Direktur Utama PT MRT Jakarta, William Sabandar membeberkan saat ini dalam proses due diligence atau uji tuntas terkait rencana ekspansi ini.

"Akuisisi KCI sedang dalam due diligence dibantu konsultan internasional. Transaksinya adalah corporate transaction, eloknya kita umumkan lagi setelah proses transaksinya selesai," kata Wiliam dalam Diskusi Online, Selasa (5/1/2020).


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Soal Akuisisi KCI Oleh MRT Jakarta, Bos KAI: Masih Dibahas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular