
Biden Siap Sebar Stimulus Rp 26,6 Ribu Triliun, RI Dapat Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden AS terpilih Joseph Robinette (Joe) Biden mengajukan proposal stimulus fiskal bernilai jumbo di pekan ini. Tak tanggung-tanggung, Biden mengusulkan stimulus senilai US$ 1,9 triliun atau setara dengan Rp 26,6 ribu triliun dengan asumsi kurs Rp 14.000/US$.
Proposal yang diberi nama American Rescue Plan (Rencana Penyelamatan Amerika) tersebut menekankan pentingnya uluran tangan pemerintah untuk keluarga dan pelaku usaha di AS sampai vaksin Covid-19 dalam jumlah yang masif tersedia.
Langkah pemberian stimulus fiskal bernilai jumbo tersebut juga mendapatkan banyak dukungan dari ekonom maupun ketua Federal Reserves (bank sentral AS) Jerome Powell. Menurut pria berusia 67 tahun tersebut ekonomi Paman Sam masih membutuhkan stimulus sampai benar-benar pandemi Covid-19 bisa dijinakkan.
Jika pada kesepakatan sebelumnya masyarakat AS akan mendapatkan batuan langsung tunai (BLT) senilai US$ 600, dalam proposal Joe Biden BLT ditambah US$ 1.400 sehingga secara total warga AS akan mendapatkan US$ 2.000.
Tidak hanya diberikan kepada warganya, stimulus juga dikucurkan kepada pemerintah daerah, institusi pendidikan hingga digunakan untuk meningkatkan tes Covid-19 dan mewujudkan vaksinasi masal.
Perlu diketahui, proposal stimulus senilai US$ 1,9 triliun ini merupakan rencana pertama dari dua inisiatif belanja pemerintah di bawah kepemimpinan politisi Partai Demokrat tersebut dalam beberapa bulan ke depan setelah Biden resmi menjadi Presiden AS ke-46.
Rancangan Undang-Undang yang kedua disebut bakal diajukan bulan Februari nanti. Dalam proposal yang kedua Biden akan lebih menekankan pada agenda dan tujuan jangka panjangnya untuk menciptakan lapangan kerja, reformasi infrastruktur, menyelesaikan masalah perubahan iklim hingga mendorong kesetaraan ras.
Para pejabat Biden optimis bahwa rencana ini akan disetujui oleh Kongres. Apalagi setelah Demokrat memenangkan pemilihan Senat di Georgia yang mengukuhkan bahwa Kongres saat ini sudah dikuasai oleh Partai Biru tersebut.
Disetujuinya rencana paket stimulus ekonomi tersebut akan memberikan konsekuensi, baik bagi Paman Sam sendiri maupun negara lainnya. Dampak yang ditimbulkan pun akan dirasakan di pasar keuangan maupun ekonomi riil.
Adanya stimulus membuat prospek perekonomian AS menjadi lebih cerah kendati membuat defisit anggaran Paman Sam membengkak. Namun banyak pihak yang menilai bahwa hal tersebut masih akan didukung dengan kebijakan moneter yang akomodatif untuk jangka waktu yang lama.
Menurut Kepala Riset Saham JP Morgan Asia, prospek ekonomi yang lebih cerah di AS akan membuat aliran dana keluar dari Asia dan negara berkembang (emerging market) kembali ke kampung halamannya terutama ke AS.
Faktor inilah yang memicu terjadinya penguatan greenback yang tercermin dari kenaikan indeks dolar yang selama ini sudah tertekan ke level terendahnya dalam kurun waktu 2,5 tahun terakhir. Indeks dolar kini sudah berada di level 90-an.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun yang menjadi acuan juga mengalami kenaikan. Untuk pertama kalinya imbal hasil nominal surat utang pemerintah AS menyentuh level 1% setelah sekian lama tertekan.
Adanya outflow berpotensi membuat harga aset-aset keuangan di emerging market akan terkoreksi. "Arus dana investor ke Asia telah sangat agresif selama beberapa bulan terakhir, Anda mulai bisa melihat tren tersebut akan berbalik" kata Sullivan kepada CNBC International.
Sebagai informasi, data perdagangan mencatat investor asing telah membeli aset-aset ekuitas publik di Tanah Air senilai Rp 8,15 triliun. Apabila ada outflow maka harga saham-saham di Tanah Air berpotensi terkoreksi apalagi mengingat indeks acuan utama yakni IHSG yang sudah reli kencang di awal tahun.
Namun di saat krisis Covid-19 terjadi, jumlah investor ritel di Tanah Air bertumbuh dengan pesat. Basis investor ritel domestik yang semakin kuat diharapkan mampu memberikan bantalan apabila outflow terjadi.