Mirip Gempa Lombok 2018, Ini Penjelasan Penyebab Gempa Majene

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
15 January 2021 14:27
Kepala BMKG Dwikorita
Foto: Kepala BMKG Dwikorita

Jakarta, CNBC Indonesia- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan gempa yang terjadi di Majene Sulawesi Barat, karena Mamuju Thrust yang masih sangat aktif. Hingga saat ini sudah ada 28 gempa susulan, dan BMKG mengenali 3 dari sumber gempa yang memiliki kesamaan dengan kejadian di masa lalu.

Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan penyebab gempa ini juga dikatakan mirip dengan pembangkit gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 2018.

Sementara di Majene diduga kuat pemicu gempa ini adalah sesar naik Mamuju (Mamuju Thrust), yang terbukti dari hasil analisis mekanisme sumber menunjukan gempa memiliki mekanisme pergerakan naik. Thrust Mamuju memiliki magnitudo tertarget mencapai 7,0 dengan laju geser sesar 2 mm per tahun, sehingga harus diwaspadai karena mampu memicu gempa kuat.

"Kalau ini robekan atau deepnya miring ke timur ke bawah Majene. Ini mirip sekali dengan gempa Lombok 2018, jadi sampai Flores itu juga mengalami deformasi slip ke arah selatan miring ke bawah Lombok," jelas Daryono dalam konferensi pers virtual, Jumat (15/1/2021).

"Thrust Mamuju terlihat naik dari Mandar, Majene, Mamuju, dan ini merupakan sesar yang sangat aktif," tambahnya.

Meski ada potensi gempa susulan, dia mengharapkan gempa utama yang terjadi dini hari sudah terjadi sehingga gempa berikutnya tidak sekuat gempa utama.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan Indonesia merupakan wilayah yang rawan gempa dan pihaknya mengimbau masyarakat, dan pemerintah daerah untuk mewaspadai gempa yang kecenderungannya semakin meningkat.

Untuk gempa Majene, dia menegaskan masih ada potensi gempa susulan berikutnya yang masih kuat bisa mencapai kekuatan yang seperti terjadi 6,2 atau sedikit lebih tinggi. Pasalnya,batuan sudah diguncang 28 kali dan sudah rapuh dan pusat gempa ada di pantai. Sehingga ada kemungkinan terjadi longsor ke dalam laut, dan masih atau dapat berpotensi terjadi tsunami apabila ada gempa susulan berikutnya, terutama jika pusatnya di pantai atau pinggir laut.

"Kami menghimbau masyarakat tidak hanya menjauhi bangunan rentan tetapi apabila kebetulan masyarakat di pantai. dan merasakan guncangan gempa lagi segera jauhi pantai tidak perlu menunggu peringatan tsunami. Kejadian bisa sangat cepat, catatannya tsunami pada menit 2-3 padahal peringatan dini baru pada setelahnya jadi sudah keduluan tsunaminya kalau terjadi lagi gempa," katanya.


(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Refleksi 2020: Lebih Dari 8.000 Gempa Terjadi di Indonesia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular