Warning, Utang Luar Negeri BUMN Tembus Rp 800 T

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
16 January 2021 08:12
Logo BUMN  (Dok Kementerian BUMN)
Foto: Logo BUMN (Dok Kementerian BUMN)

Selain masalah utang sebenarnya kinerja keuangan BUMN juga tak bisa dikatakan ciamik. Malahan ada tren penurunan kinerja jika dilihat dari sisi kemampuan mencetak laba dan produktivitas. Hal ini disampaikan oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) dalam laporannya yang bertajuk Reforms, Opportunity, and Challenges for State Owned Enterprise.

Untuk mengukur rasio profitabilitas ADB menggunakan dua metrik yaitu rasio laba terhadap modal (ROE) dan laba terhadap aset (ROA). Tren rasio keuangan tersebut menunjukkan peningkatan hingga tahun 2012 dan penurunan di tahun-tahun berikutnya.

Pendapatan dan laba BUMN terhadap output perekonomian nasional telah menurun sejak saat itu 2012, sehingga ROA dan ROE juga menurun. Lebih lanjut ADB melihat penurunan rasio profitabilitas ini sebabkan oleh sektor keuangan, sumber daya alam dan sektor energi.

"Secara keseluruhan, ROE untuk BUMN yang melantai di Bursa Efek Indonesia cukup tinggi pada tahun 2009, tetapi kemudian berbalik arah sehingga ROE [BUMN RI] lebih rendah dari tolok ukur internasional" tulis laporan tersebut.

Lebih lanjut, ADB juga menyoroti tren penurunan efisiensi dari perusahaan pelat merah nasional. Rasio perputaran aset sebagai indikator sederhana dari efisiensi produktif turun hampir setengahnya antara 2013 dan 2017.

Rasio perputaran aset menggunakan formula pendapatan dibagi dengan asetnya. Rasio ini menunjukkan seberapa efektif aset digunakan untuk menghasilkan pendapatan (proksi konsep ekonomi intensitas modal output).

Rasio untuk BUMN non-keuangan turun menjadi hampir setengahnya, dari hampir 80% pada tahun 2013 menjadi 42% pada tahun 2017. Hal ini menunjukkan penurunan yang substansial dan cepat dalam keefektifan BUMN dalam mengelola aset menjadi pendapatan.

Penurunan bisa dilihat di banyak sektor. Namun yang kontribusinya besar adalah sektor energi yang menyumbang tiga per lima dari aset BUMN non-finansial.

Sekarang baik utang BUMN maupun pemerintah sama-sama bengkak. Defisit anggaran untuk tahun 2020 sudah tembus 5% dari PDB. Indonesia sangatlah rawan untuk menghadapi kesulitan pembiayaan ketika terjadi capital outflow.

Rasio utang BUMN yang tinggi menjadi warning bagi pemerintah karena pada akhirnya hanya akan membebani anggaran. Sayang kan kalau APBN yang seharusnya dialokasikan untuk sektor produktif pada akhirnya harus digunakan untuk bail out BUMN yang bermasalah.

Sudah seharusnya BUMN menjadi tulang punggung perekonomian, bukan beban. Ini menjadi PR besar menteri BUMN Erick Thohir untuk membenahi kinerja dan tata kelola BUMN yang lebih efisien dengan mengedepankan prinsip Good Corporate Governance (GCG), profesional, dan terbebas dari KKN maupun kepentingan politik praktis.

Sayangkan kalau BUMN kelihatannya garang tapi nyatanya keropos. Sayang juga kan kalau BUMN bukan jadi mesin pencetak uang tapi malah pencetak utang.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular