
Faisal Basri Sindir Luhut: Jangan Urus Nikel Saja, Timah Juga

Jakarta, CNBC Indonesia - Tata niaga komoditas mineral timah di Indonesia dinilai belum menjadi perhatian pemerintah, meski sudah melalui proses pengolahan dan pemurnian.
Ekonom Senior Faisal Basri menyoroti isu penyelundupan timah yang menurutnya telah diketahui pihak bea cukai. Ekspor timah RI saat ini menurutnya banyak ditujukan ke Singapura dan Malaysia.
"Yang unik ini, yang menangkap pada umumnya bea cukai, jarang polisi. Secara umum, produksi timah kita berfluktuasi dari 2010 tertinggi 97,8 ribu, sedikit turun pada 2019 dibandingkan 2018, namun dalam beberapa tahun terakhir produksi cenderung di atas target Kementerian ESDM," ungkapnya dalam diskusi tata niaga timah nasional secara daring, Senin (11/01/2021).
Produksi yang kerap di atas target menurutnya juga tak terlepas dari faktor harga timah dunia. Saat harga di pasar internasional turun, maka produksi akan turun. Target produksi timah pun kini masih lebih banyak dibebankan pada PT Timah. Menurutnya, ini bukan produksi timah yang sebenarnya, karena produksi rakyat cenderung tidak tercatat, apalagi yang ilegal.
"Indonesia ini eksportir terbesar dari segi nilai produk juga. Nomor satu Indonesia, lalu Malaysia, Peru, dan Singapura. Singapura kan nggak punya timah, pasti dia transhipment dari Indonesia," ungkapnya.
Dia menyebut PT Timah sudah mulai mengalami perbaikan, namun belum bisa menusuk sampai ke pasar akhir, harus lewat perantara Singapura. Faisal menyebut ekspor timah ke Malaysia mengalami penurunan, namun ekspor Malaysia masih lebih besar daripada produksinya.
"Impor Malaysia dari Indonesia mengalami penurunan, saya curiga, saya takut, saya menduga bahwa ekspor resmi ke Malaysia turun tapi tidak resminya naik gitu. Karena kebutuhan Malaysia untuk produksi produk-produk timah ini juga stabil," paparnya.
Dia menyayangkan komoditas timah ini tidak terjamah oleh regulasi dan aturan, sehingga kita mengalami kehilangan kesempatan untuk mengolah timah. Tidak hanya dikeruk, tapi langsung jual.
Faisal menyebut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan sangat getol dalam melarang ekspor nikel demi meningkatkan nilai tambah. Namun hal tersebut tidak berlaku pada timah.
"Pak Luhut getol sekali melarang nickel ore diekspor, untuk tingkatkan nilai tambah. Tapi di timah tidak ada yang bicara. Pak Luhut nggak bicara, Menteri ESDM tidak bicara," tegasnya.
Mengenai harga timah, dia mengatakan harga diprediksi masih akan terus naik sampai Februari 2021 hingga menembus US$ 20.000 per metrik ton. Dengan ekspektasi harga ini, menurutnya ini mendorong semakin lebih marak aktivitas ilegal.
Menurutnya, saat ini adalah momentum yang bagus untuk mengangkat timah ini agar tidak menjadi bancakan. Di belakang ini, dia tak segan menyebut banyak orang kuat, baik politisi maupun aparat negara. Oleh karena itu, menurutnya perlu dilakukan investigasi terkait timah ilegal.
"Kita harus investigasi. Kita harus dorong kementerian ESDM. Kita harus dorong Pak Luhut juga bicara dong, jangan nikel saja yang dia urusin karena ini satu upaya kita yang mulia ya, menjadikan sumber daya alam sejahterakan rakyat," paparnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Siapa Bilang Indonesia Miskin? Intip Dulu Cadangan Tambangnya
