2021, Pemerintah Targetkan Smelter Baru Cuma Nambah 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah terus berupaya mendorong peningkatan nilai tambah sektor pertambangan mineral dan batu bara melalui pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter.
Namun, pada 2021 ini jumlah tambahan smelter baru yang akan beroperasi diperkirakan hanya empat, yakni tiga smelter nikel dan satu smelter timbal dan seng.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, tahun ini total smelter yang beroperasi ditargetkan sebanyak 23 smelter dari 19 smelter di 2020.
"Total realisasi fasilitas pemurnian mineral sampai dengan 2020 sebanyak 19 smelter dan 2021 sebanyak 23 smelter," ungkapnya saat konferensi pers 'Capaian Kinerja Sektor ESDM Tahun 2020 Dan Rencana Kerja Tahun 2021', Kamis (07/01/2021).
Berdasarkan data yang dipaparkannya, smelter baru yang beroperasi pada 2020 hanya sebanyak dua smelter yakni smelter nikel. Dengan demikian, total smelter nikel yang beroperasi hingga 2020 mencapai 13 smelter. Sementara smelter untuk komoditas lainnya yakni tembaga tetap tidak berubah dari tahun sebelumnya hanya dua smelter, bauksit dua smelter, besi satu smelter, dan mangan satu smelter. Dengan demikian, pada 2020 terdapat 19 smelter yang telah beroperasi.
Sementara pada 2021, dari total target 23 smelter beroperasi, di antaranya 16 smelter nikel, dua smelter tembaga, dua smelter bauksit, satu smelter besi, satu smelter mangan, dan satu smelter timbal dan seng.
Sampai dengan 2024 mendatang, pemerintah menargetkan sebanyak 53 smelter beroperasi. Artinya, dibutuhkan 34 smelter baru selama empat tahun mendatang.
Dia merinci jumlah smelter tersebut yang ditargetkan beroperasi hingga 2024 tersebut antara lain 23 smelter pada 2021, lalu naik menjadi 28 smelter pada 2022, lalu pada 2023-2024 diperkirakan melesat menjadi 53 smelter.
Pada 2024 smelter yang ditargetkan telah beroperasi yakni empat smelter tembaga, 30 smelter nikel, 11 smelter bauksit, empat smelter besi, dua smelter mangan, serta dua smelter timbal dan seng.
Sementara kebutuhan investasi untuk membangun 53 smelter sampai dengan 2024 tersebut yakni mencapai US$ 21,59 miliar. Dengan rincian investasi untuk smelter nikel sebesar US$ 8 miliar, bauksit sebesar US$ 8,64 miliar, besi sebesar US$ 193,9 juta, tembaga US$ 4,69 miliar, mangan sebesar US$ 23,9 juta, serta timbal dan seng sebesar US$ 28,8 juta.
Pandemi ini mengakibatkan sejumlah proyek pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) tertunda. Tak hanya proyek smelter katoda tembaga yang dibangun PT Freeport Indonesia, puluhan smelter mineral lainnya juga disebutkan tertunda dan terhenti proses pembangunannya akibat pandemi Covid-19 ini.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif dalam sebuah diskusi tentang pertambangan, Selasa (10/11/2020) mengatakan tertundanya pembangunan smelter ini karena suplai bahan baku dan tenaga kerja terhenti. Pasalnya, sejumlah negara pemasok teknologi smelter juga melakukan penguncian wilayah (lockdown) yang membatasi mobilitas karyawan.
"Progress pembangunan smelter sedang banyak yang berhenti karena suplai bahan baku dan tenaga kerja juga berhenti karena negara yang punya teknologi ini sedang lockdown," ungkapnya dalam sebuah diskusi bertema 'Prospek Sektor Tambang di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global' secara virtual, kemarin, Selasa (10/11/2020).
[Gambas:Video CNBC]
Smelter Lamban, Pemerintah Kirim Surat Teguran ke Freeport
(wia)