Gak Cukup 1x, Pengusaha Minta Bebas Sanksi DMO Batu Bara Lagi

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
07 January 2021 20:30
Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara, Senin (19/10/2020). Dalam satu kali bongkar muat ada 7300 ton  yang di angkut dari kapal tongkang yang berasal dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)  

Aktivitas dalam negeri di Pelabuhan Tanjung Priok terus berjalan meskipun pemerintan telah mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) transisi secara ketat di DKI Jakarta untuk mempercepat penanganan wabah virus Covid-19. 

Pantauan CNBC Indonesia ada sekitar 55 truk yang hilir mudik mengangkut batubara ini dari kapal tongkang. 

Batubara yang diangkut truk akan dikirim ke berbagai daerah terutama ke Gunung Putri, Bogor. 

Ada 20 pekerja yang melakukan bongkar muat dan pengerjaannya selama 35 jam untuk memindahkan batubara ke truk. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu bara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) berharap tahun ini ada pembebasan sanksi kompensasi terhadap kekurangan penjualan batu bara untuk kepentingan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO), meski harga batu bara kini telah melonjak dibandingkan awal pandemi 2020 lalu.

Padahal, pemerintah telah membebaskan sanksi kewajiban pembayaran kompensasi terhadap sejumlah kekurangan penjualan batu bara untuk kepentingan dalam negeri pada 2020. Hal ini tercantum dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.255.K/30/MEM/2020 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri 2021 yang ditetapkan Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 29 Desember 2020.

"Kami mengapresiasi Menteri ESDM tidak memberlakukan sanksi kompensasi keuangan dalam hal kewajiban DMO 2020. Kami berharap sanksi denda DMO tahun ini juga dihapuskan karena masalahnya sama," kata Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia kepada CNBC Indonesia, Kamis (7/1/2021).

Hendra menjelaskan, saat ini masih ada masalah soal pemenuhan kualitas batu bara yang dibutuhkan untuk kebutuhan domestik. Menurutnya, masih banyak produsen batu bara yang tidak bisa memenuhi syarat serapan kualitas batu bara 4.000-5.000 Gar untuk perusahaan kelistrikan di dalam negeri.

Keterbatasan pasar ini menurutnya membuat produsen sulit menjual, terutama di saat harga batu bara rendah pada tahun lalu.

"Sekarang bagaimana memberikan keadilan ke perusahaan yang belum bisa memenuhi syarat, untuk perusahaan yang tidak punya pasar dalam negeri karena kalori batu bara rendah. Pemerintah harus cari yang terbaik," katanya.

Seperti diketahui, berdasarkan Keputusan Menteri ESDM tersebut, pemerintah menetapkan pembebasan kewajiban pembayaran kompensasi terhadap sejumlah kekurangan penjualan batu bara untuk kepentingan dalam negeri tahun 2020 kepada pemegang izin usaha pertambangan operasi produksi batu bara, izin usaha pertambangan khusus operasi produksi batu bara, perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara tahap operasi produksi.

Pembebasan kewajiban pembayaran kompensasi juga diberlakukan untuk pemegang izin usaha pertambangan khusus sebagai kelanjutan operasi kontrak/ perjanjian.

Dalam aturan tersebut, pemerintah juga mewajibkan besaran DMO batu bara minimal 25% dari produksi per produsen. Pemerintah pun menetapkan harga jual batu bara untuk pembangkit listrik di dalam negeri maksimal US$ 70 per ton.

Berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), realisasi penyerapan batu bara di dalam negeri pada 2020 hanya mencapai 69,97% dari target atau 108,45 juta ton.

Target produksi batu bara 2021 sebanyak 550 juta ton, juta tidak berubah dari target tahun lalu, meski pun realisasi produksi batu bara pada 2020 mencapai 557,54 juta ton.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tak Naik, Produksi Batu Bara RI di 2021 Dipatok 550 Juta Ton

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular