Good News 2020

Tak Semuanya Buruk, Ini Kabar Baik Sektor Energi-Tambang 2020

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
01 January 2021 16:35
PGN Komitmen Laksanakan Penugasan Pasokan Gas untuk Pembangkit listrik PLN. Ist
Foto: PGN Komitmen Laksanakan Penugasan Pasokan Gas untuk Pembangkit listrik PLN. Ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Banyak sektor terpuruk gara-gara pandemi Covid-19 pada 2020, tak terkecuali sektor energi. Meski sebagian sisi terpuruk, namun masih ada beberapa kabar baik di sektor energi dan tambang pada 2020 lalu, mulai dari penurunan harga gas sampai dengan aturan Harga Patokan Mineral (HPM) nikel.

Berikut kami rangkum kabar-kabar baik sepanjang 2020 di sektor energi dan pertambangan:

1. Harga Gas untuk Industri Turun Jadi US$ 6 per MMBTU

Pemerintah dan PGN menurunkan harga gas industri menjadi US$ 6 per juta British thermal unit (MMBTU) untuk tujuh sektor industri. Meski sempat molor gara-gara pandemi, namun penurunan harga gas sudah bisa dinikmati para pelaku industri.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan implementasi penurunan harga gas menjadi US$ 6 per MMBTU selama lima tahun ke depan memiliki dampak untung sekaligus rugi bagi negara.

Kerugiannya yang pasti adalah penerimaan negara dari sektor migas akan berkurang akibat penerapan harga baru ini. Hitungannya adalah rugi sekitar Rp 121,78 triliun.

Tapi, Arifin melanjutkan, kerugian ini bisa diimbangi dengan penghematan pengeluaran pemerintah untuk subsidi listrik dan kompensasi listrik. Ditambah, jika lancar, akan ada tambahan pajak dan dividen juga dari sektor industri yang diharapkan bisa lebih bergairah dengan harga gas baru ini.

Hitung-hitungan kementerian, penghematan dan kompensasi ini berimbas sebesar Rp 125,03 triliun ke negara. Jadi, kasarnya negara masih "untung" Rp 3,25 triliun dari turunnya harga gas ini.

"Kita lihat dalam lima tahun 2020-2024 pemerintah akan bisa memiliki kelebihan Rp 3,25 triliun, di mana kehilangan pendapatan tiap tahun bisa di balance dengan penghematan dari subsidi dan kompensasi serta penguatan dari konsepsi pembangkit listrik, serta adanya sektor pajak dari industri dan dividen yang dihasilkan," ungkapnya saat Raker dengan Komisi VII, Senin (04/05/2020).

Angka ini didapat dengan rincian dari penghematan sebagai dampak penurunan harga gas sebesar Rp 125,03 triliun dikurangi penurunan penerimaan negara (gross) akibat penurunan harga gas Rp 121,78 triliun.

Adapun rincian kompensasi dan penghematannya adalah sebagai berikut; penurunan kompensasi kelistrikan Rp 74,25 triliun, penghematan subsidi listrik dan pupuk Rp 30,21 triliun, konversi pembangkit solar ke gas Rp 13,07 triliun, dan pajak dan dividen dari industri Rp 7,5 triliun.

Ia menerangkan bahwa komponen pembentuk harga gas terdiri dari harga gas hulu, biaya transmisi, biaya distribusi, dan biaya niaga. Untuk membentuk harga US$ 6 per MMBTU penurunan harga gas ini dilakukan dengan menurunkan harga gas hulu menjadi US$ 4-4,5 per MMBTU, penyaluran US$ 1,5-2 per MMBTU, sehingga di plant gate US$ 6 per MMBTU.

Mulanya, ada tiga skenario yang bisa digunakan untuk menurunkan harga gas menjadi US$ 6 per MMBTU. Pertama, mengurangi bagian negara serta efisiensi penyaluran gas. Kedua, mewajibkan KKKS untuk memenuhi kebijakan DMO gas.

Ketiga, memberikan kemudahan bagi swasta mengimpor gas untuk pengembangan kawasan-kawasan industri yang belum memiliki atau terhubung dengan jaringan gas nasional.

"Penyesuaian dilakukan dengan mekanisme 1, sehingga harga gas US$ 6 per MMBTU," jelasnya.

Harga gas ini ditujukan bagi tujuh golongan industri yakni pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Selain tujuh sektor industri PLN juga menikmati penurunan harga gas ini. Sehingga akan terjadi penghematan subsidi listrik, karena konversi pembangkit listrik dari diesel ke gas.

Dampak dari penurunan harga gas ini menurut Direktur Komersial PGN Fariz Aziz demand akan naik dan ekonomi akan bergerak naik. Implementasi dari aturan harga khusus industri ini sudah dimulai sejak April 2020 lalu.

Menurutnya pada bulan Mei permintaan gas sudah mulai naik, Juni mulai ada peningkatan, dan Juli terhitung ada peningkatan sebesar 5,8% dibandingkan bulan Juni.

"Ekonomi Indonesia akan bergerak naik, demand naik sejak Mei, Juni peningkatan, dan Juli ini sudah ada peningkatan 5,8% dibandingkan Juni," ucapnya dalam diskusi virtual, Kamis, (06/08/2020).

Melalui harga gas yang dipatok maksimal US$ 6 per MMBTU bagi tujuh sektor industri, maka industri yang menikmati ini akan bergerak cepat dalam menyerap gas. Sehingga bisa berproduksi lebih banyak dan ekonomi Indonesia akan lebih cepat tumbuh.

"PGN berharap tren naik lebih tinggi dari penyerapan industri. Sehingga bisa tumbuh, sektor tenaga kerja bisa terserap lebih banyak, ekonomi akan lebih baik ke depan," tuturnya.


2. Kontrak Migas Tak Lagi Wajib Gross Split

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak lagi mewajibkan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas untuk menggunakan skema Gross Split. Kebebasan KKKS dalam memilih kontrak diharapkan akan meningkatkan investasi di hulu migas.

Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 15 Juli 2020 menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 08 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Aturan baru ini disambut baik oleh kontraktor migas.

Investor bebas memilih antara skema bagi hasil dari produksi kotor atau yang biasa disebut Kontrak Bagi Hasil (PSC) Gross Split atau Kontrak Bagi Hasil dengan biaya yang bisa dikembalikan pemerintah atau dikenal PSC Cost Recovery.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pun membeberkan sejumlah alasan di balik perubahan peraturan skema kontrak hulu migas tersebut kepada CNBC Indonesia pada Senin (28/09/2020).

Arifin mengatakan keputusan memberikan fleksibilitas skema kontrak hulu migas ini berasal dari hasil komunikasi dan diskusi dengan para pelaku industri migas. Ternyata, lanjutnya, banyak investor cenderung memilih skema Gross Split hanya untuk pengelolaan lapangan migas yang telah berproduksi (existing).

Sementara untuk lapangan migas baru yang memiliki ketidakpastian besar, sehingga memiliki risiko tinggi, investor cenderung memilih untuk menggunakan skema PSC Cost Recovery. Menurutnya, hal ini tak lain dikarenakan investor memerlukan jaminan untuk pengembalian investasi mereka.

Bahkan, lanjutnya, banyak sejumlah negara telah meniru skema kontrak Cost Recovery ini dan bahkan menemukan banyak sumber migas baru dan meningkatkan daya tarik investasi di negara-negara tersebut.

"Sekarang kita akomodasi, baik Gross Split dan Cost Recovery. Kita buka skema ini, sehingga mudah-mudahan ke depan jadi daya tarik investasi," paparnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia pada Senin (28/09/2020).

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan, tujuan dari dibebaskannya KKKS untuk memilih skema kontrak adalah untuk meningkatkan investasi hulu migas.

"Ini adalah bagian upaya untuk meningkatkan investasi di hulu migas," ungkap Dwi kepada CNBC Indonesia, Selasa (04/08/2020).

Vice President Commercial and Business Development ConocoPhillips Taufik Ahmad mengatakan, bagi investor hulu migas pembebasan memilih skema kontrak menjadi kabar baik. Soal PSC mana yang lebih cocok akan tergantung dengan kondisi dan keekonomian dari masing-masing blok.

"Selain jenis PSC yang fleksibel dan fiscal terms yang menarik, yang juga penting bagi investor hulu migas adalah adalah proses bisnis yang efisien," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (4/8/2020).

Selain itu, ada kepastian dari semua pemangku kepentingan yang terkait. Karena investasi yang dilakukan biasanya jumlahnya sangat besar.

"Dan keekonomiannya sangat sensitif terhadap kepastian waktu dari berbagai proses bisnis dan keputusan yang diperlukan," kata Taufik.

3. Pemerintah Berikan Stimulus Listrik

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan stimulus listrik bagi pelanggan PLN dengan golongan tertentu. Tujuannya tentu demi meringankan beban masyarakat yang perekonomiannya tengah sulit diterpa badai pandemi.

Stimulus ini bisa dinikmati masyarakat sampai akhir tahun 2020. Pemerintah mengalokasikan tambahan subsidi listrik hingga Rp 15,39 triliun. Sebagai upaya membantu masyarakat dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini. Stimulus ini dirasakan manfaatnya oleh 33,64 juta pelanggan hingga akhir tahun.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rida Mulyana mengatakan stimulus yang diberikan memiliki tiga bentuk diantaranya diskon tarif 50% dan 100%, pembebasan ketentuan rekening minimum, dan pembebasan biaya beban atau abonemen.

Subsidi tersebut tidak hanya ditujukan bagi pelanggan subsidi, tapi ada juga beberapa golongan pelanggan non subsidi yang menerima bantuan pemerintah tersebut. Mau tahu apa saja? Berikut daftar pelanggan yang menerima tambahan subsidi dari program stimulus tersebut:

A. Penerima Diskon 50% dan 100%:

- Diskon 100%:
1. Rumah Tangga 450 VA
2. Bisnis Kecil 450 VA
3. Industri Kecil 450 VA

- Diskon 50%:
1. Rumah Tangga 900 VA Bersubsidi.

B. Penerima Pembebasan Biaya Beban atau Abonemen:

- Golongan Pelanggan Subsidi:
1. Sosial 220 VA
2. Sosial 450 VA
3. Sosial 900 VA
4. Bisnis Kecil 900 VA
5. Industri Kecil 900 VA

C. Penerima Pembebasan Ketentuan Rekening Minimum:

- Golongan Pelanggan Subsidi:
1. Sosial 1.300 VA
2. Sosial 2.200 VA
3. Sosial 3.500 VA-200 kVA,
4. Sosial di atas 200 kVA
5. Bisnis Kecil 1.300 VA
6. Bisnis Kecil 2.200 VA-5.500 VA
7. Industri Kecil 1.300 VA
8. Industri Kecil 2.200 VA
9. Industri Kecil 3.500 VA-14 kVA
10. Industri Kecil di atas 14 kVA-200 kVA.

- Golongan Pelanggan Non-Subsidi:
1. Bisnis Besar 6.600 VA-200 kVA
2. Bisnis Besar di atas 200 kVA.
3. Industri Besar di atas 200 kVA
4. Industri Besar 30.000 kVA ke atas
5. Layanan Khusus Tegangan Rendah (TR)
6. Layanan Khusus Tegangan Menengah (TM)
7. Layanan Khusus Tegangan Tinggi (TT)

Perpanjangan stimulus berupa token listrik gratis berlaku bagi pelanggan pengguna listrik 450 VA dan diskon 50% bagi pelanggan 900 VA. Syaratnya, terdaftar dalam data terpadu kesejahteraan sosial.

"Bagi pelanggan pascabayar listrik gratis atau diskon otomatis akan langsung diberikan ke tagihan listrik pascabayar. Bagi pelanggan prabayar token listrik gratis sebesar pemakaian bulanan tertinggi dari pemakaian 3 bulan terakhir," ungkap PLN melalui Instagram perusahaa, seperti dikutip Selasa (1/9/2020).

Token listrik gratis 100% juga diberikan kepada UMKM, bagi pelanggan bisnis kecil yang menggunakan 450VA dan pelanggan industri kecil yang menggunakan 450VA.

"Bagi pelanggan pasca bayar, bantuan ini akan langsung masuk dalam tagihan masing-masing pelanggan, sementara untuk pelanggan prabayar atau yang menggunakan sistem token, besaran bantuan diperhitungkan berdasarkan rata-rata jumlah pemakaian pelanggan tertinggi antara bulan Januari hingga Maret 2020," terang PLN.


4. Pemerintah Turunkan Tarif Listrik Non Subsidi

Pemerintah menurunkan tarif tenaga listrik untuk 17,39 juta pelanggan non subsidi atau sekitar 23% dari total pelanggan PT PLN (Persero) mulai 1 Oktober 2020.

Penurunan tarif listrik ini berlaku untuk tujuh golongan pelanggan non subsidi tegangan rendah. Tarif listrik turun sebesar Rp 22,5 per kiloWatt hour (kWh) menjadi Rp 1.444,70 per kWh dari sebelumnya Rp 1.467 per kWh, terhitung mulai Oktober-Desember 2020.

Hal ini termuat dalam Surat Menteri ESDM kepada Direktur Utama PT PLN (Persero) pada 31 Agustus 2020, tentang penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (Tariff Adjustment) periode Oktober-Desember 2020 untuk tujuh golongan pelanggan non subsidi.

Dengan demikian, penurunan tarif listrik ini akan terlihat pada saat tagihan listrik pada November mendatang, bagi pelanggan listrik pascabayar. Bagi pelanggan prabayar jangan khawatir, karena penurunan tarif listrik ini juga tetap berlaku.

Berdasarkan surat Menteri tersebut, berikut daftar pelanggan non subsidi yang menerima penurunan tarif listrik tersebut:
1. Rumah Tangga (R-1 TR) 1300 VA
2. Rumah Tangga (R-1 TR) 2200 VA
3. Rumah Tangga (R-2 TR) 3500 VA-5500 VA
4. Rumah Tangga (R-3 TR) 6600 VA ke atas
5. Bisnis (B-2 TR) 6600 VA-200 kVA
6. Pemerintah (TR) 6600-200 kVA
7. Penerangan Jalan Umum

Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril mengatakan, rata-rata tagihan listrik per pelanggan bulan Oktober turun sekitar Rp 24 ribu sampai Rp 50 ribu.

"Rata-rata turun Rp 24 ribu-Rp 50 ribu sebulan," ungkap Bob kepada CNBC Indonesia, Kamis (05/11/2020) saat ditanya berapa rata-rata penurunan tagihan listrik per pelanggan yang dikenakan penurunan tarif listrik per Oktober ini.

Dia mengatakan, penurunan tarif listrik kepada tujuh golongan pelanggan non subsidi ini juga berdampak pada pendapatan perseroan. Pendapatan perseroan turun 0,3% dibandingkan kondisi normal. Namun demikian, ini juga sejalan dengan rata-rata penurunan biaya selama rata-rata tiga bulan sebelumnya.

"Pemakaian Oktober sudah dihitung.. Penurunan penjualan listrik masih di bawah 0,3%," tuturnya.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan penurunan tarif ini dilakukan karena PT PLN (Persero) telah melakukan efisiensi di segala bidang, baik dari sisi biaya bahan bakar maupun non bahan bakar, sehingga Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik turun.

Rida menyebut dari sisi bahan bakar, pemerintah telah menurunkan harga gas menjadi US$ 6 per MMBTU. Selain gas, harga batu bara juga terus mengalami penurunan.

Artinya, lanjut Rida, belanja PLN untuk batu bara maupun listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang diproduksi pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/ IPP) juga terjadi penurunan.

"Ini bentuk apresiasi kepada PLN yang sudah melakukan efisiensi di segala bidang. PLN sudah lakukan efisiensi, artinya kalau biaya pokok turun, tarif juga turun karena tarif merupakan fungsi dari BPP."

"Kemarin [Selasa] kami hitung untuk triwulan III itu ada penurunan dari harga gas, seperti yang sudah kita tahu bersama. Di sisi lain, harga batu bara juga turun," tutur Rida kepada wartawan saat ditemui usai rapat dengan Komisi VII DPR RI, Rabu, (02/09/2020).

Lebih lanjut ia mengatakan evaluasi tarif listrik ini akan dilakukan per 3 bulan dengan memperhatikan empat faktor, antara lain nilai tukar (kurs), harga minyak mentah (Indonesian Crude Price/ ICP), inflasi, dan harga patokan batu bara.

"Tagihan pemakaian Oktober berarti akan terasa di November, adjustment [penyesuaian] per tiga bulanan. Nanti Januari, Februari, dan Maret akan dievaluasi lagi dengan memperhatikan empat faktor itu," jelasnya.

5. Pemerintah Terbitkan Aturan Tata Niaga & Harga Patokan Nikel

Setelah kisruh soal tata niaga nikel pasca pelarangan ekspor bijih nikel pada 1 Januari 2020, akhirnya pemerintah menerbitkan aturan tata niaga dan harga patokan nikel.

Aturan tersebut tertuang di dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batu bara.

Dalam aturan ini, pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi mineral logam dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang memproduksi bijih nikel wajib berpatokan pada Harga Patokan Mineral (HPM).

Permen yang ditandatangani tanggal 13 April 2020 dan diundangkan pada 14 April 2020 menyebutkan, yang dimaksud dengan HPM adalah harga batas bawah dalam penghitungan kewajiban pembayaran iuran produksi oleh pemegang IUP Operasi Produksi Mineral Logam dan IUPK Operasi Produksi Mineral Logam.

"Acuan harga penjualan bagi pemegang IUP Operasi Produksi Mineral Logam dan IUPK Operasi Produksi Mineral Logam untuk penjualan bijih nikel," sebagaimana dikutip dari Permen.

Dalam Pasal 3 Ayat 3 disebutkan apabila dalam pelaksanaanya transaksi lebih rendah dari HPM tetap bisa dilakukan dengan batas maksimal 3%.

"Apabila harga transaksi lebih tinggi dari HPM Logam pada periode kutipan sesuai Harga Mineral Logam Acuan atau terdapat bonus atas mineral tertentu, penjualan wajib mengikuti harga transaksi diatas HPM Logam," tulis atura dalam Permen.

Di dalam pasal 9B disebutkan, pemegang IUP Operasi Produksi Mineral Logam dan IUPK Operasi Produksi Mineral Logam harus menunjuk pihak ketiga sebagai wasit (umpire) yang disepakati bersama dalam kontrak penjualan dengan pihak pembeli di dalam negeri.

6. Insentif Royalti Bagi Perusahaan Batu Bara yang Melakukan Hilirisasi

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah mengesahkan UU Cipta Kerja pada Senin (05/10/2020). UU ini turut mengatur tentang pengenaan royalti batu bara sebesar 0% bagi pelaku usaha tambang batu bara yang melakukan hilirisasi. Aturan mengenai royalti 0% ini termuat di dalam Pasal 39 UU Cipta Kerja.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menjelaskan bahwa kebijakan pemberian royalti 0% ini agar bahan baku bisa menjadi lebih kompetitif, investasi bisa dilaksanakan, tenaga kerja bisa diserap, dan mempunyai nilai kompetitif.

"Ini intinya adalah bagaimana bahan baku bisa kompetitif dan kemudian investasi bisa dilaksanakan, tenaga kerja bisa diserap, dan juga mempunyai nilai kompetitif," tuturnya saat konferensi pers pemerintah terkait UU Cipta Kerja secara virtual pada Rabu (07/10/2020).

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan bahwa aturan ini akan berdampak positif bagi iklim investasi di sektor pertambangan batu bara.

Hal ini menurutnya dikarenakan investasi untuk pengembangan batu bara sangat mahal dan tingkat pengembalian modal dari investasi kegiatan hilirisasi ini cukup lama.

"Adapun royalti batu bara 0% untuk hilirisasi juga positif karena investasi untuk pengembangan batu bara (nomenklatur di dalam UU Minerba) itu sangat mahal dan return yang lama," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Selasa(06/10/2020).

7. UU Minerba Disahkan

Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) yang diundangkan pada 10 Juni 2020 lalu. Kontraktor tambang batu bara raksasa kini bisa bernafas lega, pasalnya kontrak yang akan segera habis mendapatkan kepastian.

Perpanjangan kontrak ini menjadi isu yang paling ditunggu oleh pengusaha. Pasalnya ada tujuh kontrak tambang batu bara yang akan segera habis kontraknya dalam beberapa tahun ini, bahkan salah satunya tahun ini.

Tujuh kontrak tambang batu bara yang akan segera berakhir diantaranya; PT Arutmin Indonesia yang habis 1 November 2020, PT Kendilo Coal Indonesia yang habis 13 September 2021, kemudian PT Kaltim Prima Coal yang habis 31 Desember 2021, PT Multi Harapan Utama habis 1 April 2022, PT Adaro Indonesia habis 1 Oktober 2022, PT Kideco Yaja Agung habis 13 Maret 2023, dan PT Berau Coal habis 26 April 2025.

Dalam Pasal 169A diatur KK dan PKP2B diberikan jaminan perpanjangan menjadi IUPK setelah memenuhi persyaratan dan ketentuan. Dalam Pasal 169 A huruf a, disebutkan kontrak/perjanjian yang belum memperoleh perpanjangan dijamin mendapatkan dua kali perpanjangan dalam bentuk IUPK selama 10 tahun dengan mempertimbangkan penerimaan negara.

Kemudian di dalam Pasal 169 A huruf b disebutkan kontrak/perjanjian yang telah memperoleh perpanjangan pertama dijamin untuk diberikan perpanjangan kedua dalam bentuk IUPK paling lama 10 tahun.

"Sebagai kelanjutan operasi setelah berakhirnya perpanjangan pertama KK atau PKP2B dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara," papar Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto , Senin, (11/05/2020).

Kontrak tambang yang mendapat perpanjangan tahun ini adalah Arutmin. Pemerintah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada PT Arutmin Indonesia, anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI), pada Senin, 2 November 2020.

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin kepada CNBC Indonesia pada Selasa (03/11/2020).

IUPK ini menandakan perpanjangan operasional tambang batu bara PT Arutmin Indonesia dari sebelumnya dengan rezim Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang berakhir pada Minggu, 1 November 2020 lalu.

"SK IUPK PT Arutmin Indonesia sudah dikeluarkan pada 2 November 2020," kata Ridwan kepada CNBC Indonesia, Selasa (3/11/2020).

Ridwan menyebut IUPK kali ini baru berlaku 10 tahun terlebih dahulu. Ini berarti, IUPK Arutmin hanya berlaku mulai 2 November 2020 hingga 2 November 2030.

"1X10 tahun," ujarnya saat ditanya periode masa berlaku IUPK ini.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular