Tutup Pintu WNA Masuk, Indonesia Lakukan 'Mini Lockdown'

Apabila menilik ke belakang, seiring dengan peningkatan kasus yang terjadi di Indonesia membuat milestone kasus Covid-19 secara kumulatif tercatat dalam waktu yang sangat singkat.
Untuk mencapai 100.000 kasus, Indonesia hanya membutuhkan waktu lima bulan. Namun untuk kasus bisa bertambah menjadi lima kali lipatnya hanya butuh waktu tiga bulan saja.
Hal tersebut diakibatkan oleh kenaikan kasus sampai dua kali lipat di setiap milestone-nya. Untuk sampai angka 50 ribu kasus maka waktu yang dibutuhkan dari saat posisi kasus di angka 10 ribu adalah 57 hari atau 2 bulan. Rata-rata kasus harian tercatat mencapai 709.
Kemudian dari 50 ribu kasus menjadi 100 ribu kasus hanya butuh waktu satu bulan saja dengan pertambahan kasus per hari mencapai 1.554. Sudah dua kali lipat dibandingkan dengan milestone sebelumnya.
Dari 100 ribu kasus ke 500 ribu kasus hanya butuh waktu tiga bulan dengan rata-rata pertambahan kasus per hari mencapai 3.361, juga dua kali lipat dari milestone sebelumnya.
Belakangan ini kenaikan kasus harian dan kematian di dalam negeri juga mengalami peningkatan. Pertambahan kasus baru sudah menyentuh angka 7.000 per harinya. Provinsi-provinsi besar di Jawa terutama DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah menyumbang lebih dari 60% dari total kasus baru nasional per harinya.
Hal ini membuat epidemiolog asal Griffith University Australia Dicky Budiman menyebut bahwa kasus Covid-19 di Pulau Jawa berpotensi 'meledak'. Angka positivity rate yang tinggi juga dipermasalahkan oleh Dicky.
Positivity rate merupakan salah satu indikator epidemiologi yang digunakan untuk mengindikasikan berapa banyak orang yang teridentifikasi positif Covid-19 jika dibandingkan dengan total tes yang dilakukan.
Saat ini angka positivity rate di Indonesia sudah menyentuh angka 20%. Secara sederhana ini berarti bahwa setiap 100 orang yang dites Covid-19 ada 20 orang yang positif terjangkit Covid-19.
Angka positivity rate yang menyentuh level dobel digit menunjukkan setidaknya dua hal. Pertama adalah wabah tidak bisa dikendalikan dan yang kedua juga menunjukkan tes yang kurang representatif.
HALAMAN SELANJUTNYA >> Epidemiolog Sarankan PSBB Ketat
