Ini Sederet Alasan Dana Pensiunan PNS Dirombak Habis!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
25 December 2020 12:15
[THUMB] Gaji Ke-13 PNS
Foto: Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana untuk merombak sistem dana pensiun (Dapen) para Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dana pensiun saat ini dinilai kurang berperan terhadap industri keuangan.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, saat ini sistem perbankan masih mendominasi industri keuangan Indonesia dengan porsi 78%.

Sementara dana pensiun hanya 2,5% dari total aset sektor finansial. Ukuran industri dana pensiun Indonesia dari total aset dana pensiun terhadap PDB juga masih jauh tertinggal dari peer countries seperti lima negara Asia lainnya. Hal tersebut yang membuat pemerintah merasa perlu untuk merombak program pensiunan PNS, TNI dan Polri.

Pasalnya, tata kelola program dapen di dalam negeri terutama untuk Aparatur Sipil Negara (ASN)/ PNS, TNI dan Polri masih terbilang carut marut.

Sebenarnya, di dalam Undang-Undang APBN 2019, pemerintah pernah memberikan catatan khusus mengenai pengelolaan dana pensiun pada PT Asabri (Persero).

Di dalam catatan UU APBN 2019, pemerintah menyebut telah menyusun beberapa rencana terkait adanya potensi Unfunded Past Service Liability (UPSL) pada PT Asabri. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada September 2020 lalu saat melaporkan mengenai RUU APBN 2019 di DPD.

UPSL adalah kewajiban masa lalu untuk Program Dana Pensiun atau Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil yang belum terpenuhi.

Dengan adanya program dapen yang belum terpenuhi oleh Asabri, maka pemerintah pun berencana untuk menyusun penyelesaian ketentuan dan standar terkait penyajian kewajiban jangka panjang program pensiun.

Salah satu strategi yang akan ditempuh pemerintah terhadap Asabri yakni untuk melakukan review dan penyesuaian atas penggunaan asumsi, serta metode perhitungan aktuaria serta menyempurnakan Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat (KAPP) untuk pengungkapan nilai kewajiban jangka panjang pensiun.

Sri Mulyani juga memberi catatan kepada PT Asuransi Jiwasraya (Persero), di mana menurutnya pemerintah telah meminta Asabri dan Jiwasraya untuk melakukan pemeriksaan laporan keuangan 2020, sehingga dapat mendukung penyajian investasi permanen pada LKPP tahun 2020 secara andal.

Laporan Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI juga mencatat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh dana pensiun PNS, TNI dan Polri di Tanah Air.

Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019 disebutkan ada empat permasalahan utama yang dihadapi oleh pemerintah dalam mengelola dana pensiun, antara lain :

1. Tata kelola penyelenggaraan jaminan pensiun PNS, TNI, dan Polri belum diatur secara lengkap dan jelas serta belum disesuaikan dengan perkembangan peraturan perundangan yang berlaku (UU Nomor 5 Tahun 2014).


2. Belum ada penunjukan dewan pengawas yang bertanggung jawab secara langsung terhadap pengelolaan program pensiun dan belum ada penetapan besaran iuran pemerintah selaku pemberi kerja pensiun sejak tahun 1974.


3. Belum menyusun peraturan pelaksanaan terkait dengan pengalihan program Pensiun PNS, TNI, dan Polri kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sebagaimana amanat UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS tersebut yang mengamanatkan penyelesaian pengalihan bagian program Pensiun PNS, TNI, dan Polri yang sesuai UU Nomor 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.


4. Tidak adanya laporan aktuaris yang membuat pengelolaan risiko keuangan negara belum mempertimbangkan kewajiban pemerintah atas perhitungan aktuaria dalam program jaminan Pensiun PNS, TNI, dan Polri.

Berdasarkan laporan keuangan Taspen 2019, total pendapatan dari premi tercatat mencapai Rp 9,07 triliun sementara untuk seluruh beban klaim dan manfaatnya saja nilainya bahkan mencapai Rp 12,4 triliun.

Sementara jika mengikutsertakan kenaikan liabilitas manfaat polis masa depan dan cadangan teknis nilai total klaimnya mencapai Rp 17,7 triliun.

Masalah premi dan iuran yang diterima lebih rendah dibandingkan dengan beban klaim yang harus dibayarkan cenderung membengkak sejak tahun 2016.

Apabila mengacu pada portofolio dan aset keuangan yang dikelola untuk program dapen PNS, paling banyak dialokasikan di obligasi dan sukuk yang proporsinya mencapai lebih dari 80% dari total aset keuangan yang dimiliki.

Menurut Direktur Jenderal Anggaran (Dirjen Anggaran) Kemenkeu Askolani, untuk meraih potensi maksimal, dapen harus dikelola dengan baik dan hati-hati atau prudent.

Pasalnya, saat ini manajer dapen (pengelola) di Indonesia cenderung menempatkan aset mereka ke instrumen investasi jangka pendek dengan volatilitas rendah dan keuntungan yang sedikit.

Memang jika melihat total aset keuangan yang dikelola oleh PT Taspen yang mencapai Rp 200 triliun, imbal hasil yang diperoleh pada tahun lalu hanya Rp 9,1 triliun atau hanya sebesar 4,5% saja dari total aset keuangan yang dipegang.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan saat ini, melalui APBN pemerintah mengalokasikan Rp 120 triliun untuk 3,1 juta orang pensiunan, yang dibayar melalui Taspen untuk pensiunan PNS dan melalui PT Asabri (Persero) untuk pensiunan TNI dan Polri.

Besaran dana untuk pensiunan dari APBN berkisar 40% sampai 75% dari gaji pokok para pensiunan, dan tergantung dengan masa kerja.

Seperti diketahui, pemerintah saat ini menggunakan sistem pay as you go. Skema Pay As You Go yang masih berlangsung hingga saat ini adalah skema dana pensiun dari hasil iuran PNS sebesar 4,75% dari gaji yang dihimpun PT Tabungan dan Asuransi Pensiun (Persero) Taspen ditambah dengan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

PNS yang memasuki masa pensiun, APBN akan menanggung sampai istri/suami dan anak. Kepada anak, batas pemberian pensiun hanya sampai anak ke-2, dengan usia maksimal 25 tahun, belum menikah, dan belum bekerja. Skema ini, sudah berjalan hampir 20 tahun lebih.

Pemerintah, sempat mengatakan, sedang mengkaji pembayaran pensiunan PNS dengan menggunakan skema fully funded. Dengan skema ini, nantinya pembayaran pensiun akan dibayarkan patungan antara ASN dan pemerintah, sebagai pemberi kerja.

Besaran iuran dengan skema fully funded tersebut, bisa ditentukan dan disesuaikan berdasarkan jumlah gaji PNS yang diterima setiap bulannya.

Dengan skema fully funded ini, bukan tidak mungkin pensiunan yang diterima PNS lebih besar. Bahkan, catatan KemenPAN RB menyebutkan pegawai Eselon I di kementerian bisa mendapatkan pensiunan hingga Rp 20 juta per bulan.

Besaran iuran dengan skema fully funded tersebut, bisa ditentukan dan disesuaikan berdasarkan jumlah gaji PNS yang diterima setiap bulannya.

Dengan skema fully funded ini, bukan tidak mungkin pensiunan yang diterima PNS lebih besar. Bahkan, catatan KemenPAN RB menyebutkan pegawai Eselon I di kementerian bisa mendapatkan pensiunan hingga Rp 20 juta per bulan.

Menteri PAN RB (periode 2016-2018) Asman Abnur, sebelum lengser dari jabatannya, sempat mengatakan, salah satu negara yang bisa menjadi tolak ukur dalam melaksanakan skema pensiun fully funded adalah Korea Selatan.

Menurut Asman, negara ginseng tersebut memberlakukan dana pensiun sebesar 20 persen dari gaji pokok, di mana 10% dibayar pemberi kerja dan 10% sisanya dibayar oleh PNS.

Skema ini dianggap lebih baik dalam memberikan dana pensiun. Sebagai contoh, uang pensiun yang diterima PNS Korea Selatan mencapai US$4 ribu per bulan sementara uang pensiun yang diterima US$350 per bulan

"Tapi catat, mereka bukan memotong gaji. Tapi masing-masing pemberi kerja dan pemberi kerja membayar iuran. Akumulasi semua total yang dicadangkan akan dikembalikan saat pensiun," ujarnya mengutip CNN Indonesia saat menemui Asman di kantornya pada Maret 2018 silam.

Dana pensiunan dengan skema fully funded itu sudah diolah di dalam Rancangan peraturan pemerintah (RPP). RPP tersebut dibuat dalam rangka reformasi kesejahteraan para Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pensiunan, dikabarkan telah memasuki tahap akhir di Kementerian Keuangan.

Diakui Askolani, RPP tersebut masih di dalam tahap pengkajian oleh pemerintah, dan untuk sementara waktu dihentikan, karena pemerintah masih fokus dalam penanganan Covid-19.

"Sekarang lagi fokus penanganan covid-19 dan dampaknya," ujar Askolani kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (23/11/2020).

Mengenai RPP yang sudah terbentuk dikonfirmasi oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Dwi Wahyu Atmaji.

"Ya betul (skema fully funded sudah diatur di dalam RPP). Kita ingin itu tetap berjalan," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Senin (23/11/2020).

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular