
Ini Sederet Alasan Dana Pensiunan PNS Dirombak Habis!

Laporan Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI juga mencatat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh dana pensiun PNS, TNI dan Polri di Tanah Air.
Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019 disebutkan ada empat permasalahan utama yang dihadapi oleh pemerintah dalam mengelola dana pensiun, antara lain :
1. Tata kelola penyelenggaraan jaminan pensiun PNS, TNI, dan Polri belum diatur secara lengkap dan jelas serta belum disesuaikan dengan perkembangan peraturan perundangan yang berlaku (UU Nomor 5 Tahun 2014).
2. Belum ada penunjukan dewan pengawas yang bertanggung jawab secara langsung terhadap pengelolaan program pensiun dan belum ada penetapan besaran iuran pemerintah selaku pemberi kerja pensiun sejak tahun 1974.
3. Belum menyusun peraturan pelaksanaan terkait dengan pengalihan program Pensiun PNS, TNI, dan Polri kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sebagaimana amanat UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS tersebut yang mengamanatkan penyelesaian pengalihan bagian program Pensiun PNS, TNI, dan Polri yang sesuai UU Nomor 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.
4. Tidak adanya laporan aktuaris yang membuat pengelolaan risiko keuangan negara belum mempertimbangkan kewajiban pemerintah atas perhitungan aktuaria dalam program jaminan Pensiun PNS, TNI, dan Polri.
Berdasarkan laporan keuangan Taspen 2019, total pendapatan dari premi tercatat mencapai Rp 9,07 triliun sementara untuk seluruh beban klaim dan manfaatnya saja nilainya bahkan mencapai Rp 12,4 triliun.
Sementara jika mengikutsertakan kenaikan liabilitas manfaat polis masa depan dan cadangan teknis nilai total klaimnya mencapai Rp 17,7 triliun.
Masalah premi dan iuran yang diterima lebih rendah dibandingkan dengan beban klaim yang harus dibayarkan cenderung membengkak sejak tahun 2016.
Apabila mengacu pada portofolio dan aset keuangan yang dikelola untuk program dapen PNS, paling banyak dialokasikan di obligasi dan sukuk yang proporsinya mencapai lebih dari 80% dari total aset keuangan yang dimiliki.
Menurut Direktur Jenderal Anggaran (Dirjen Anggaran) Kemenkeu Askolani, untuk meraih potensi maksimal, dapen harus dikelola dengan baik dan hati-hati atau prudent.
Pasalnya, saat ini manajer dapen (pengelola) di Indonesia cenderung menempatkan aset mereka ke instrumen investasi jangka pendek dengan volatilitas rendah dan keuntungan yang sedikit.
Memang jika melihat total aset keuangan yang dikelola oleh PT Taspen yang mencapai Rp 200 triliun, imbal hasil yang diperoleh pada tahun lalu hanya Rp 9,1 triliun atau hanya sebesar 4,5% saja dari total aset keuangan yang dipegang.
(wia)