Panduan Investasi Cuan Saat Suku Bunga Rendah

Donald Banjarnahor & Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
23 December 2020 16:23
INFOGRAFIS, 8 Sekuritas Teraktif Di Bursa Efek Indonesia (BEI)
ilustrasi

Jakarta, CNBC Indonesia- Pandemi Covid-19 tidak hanya membawa dampak bagi sektor kesehatan melainkan juga perekonomian yang ikut terombang-ambing di dalamnya. Pada saat masuknya Covid-19, pasar saham yang tercermin dari IHSG sempat anjlok hingga titik terendahnya dalam beberapa tahun terakhir.

Namun setelah 9 bulan pandemi berjalan, IHSG perlahan pulih dan kembali di atas 5.000. Bahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis bisa kembali tembus 6.000 setelah rangkaian kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengurangi dampak virus Covid-19.

Pemulihan ini juga terlihat dari beberapa emiten yang menunjukkan kenaikan harga, seperti salah satu bank BUMN yang dalam 6 bulan terakhir harga sahamnya melesat 34,59%, setelah menyentuh titik terendahnya di awal pandemi.

OJK telah mengeluarkan berbagai kebijakan extraordinary untuk menekani dampak Covid-19 di luar kebiasaan pasar modal termasuk pembelian saham emiten tanpa RUPS, autorejection, dan beberapa kebijakan lain agar penurunan tidak terlalu dalam.

Demi menjaga stabilitas ekonomi pun, Bank Indonesia memutuskan untuk memangkas suku bunga BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75%. Keputusan ini mempertimbangkan perkiraan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang terjaga dan langkah pemulihan ekonom nasional.

Tren suku bunga rendah ini diperkirakan akan bertahan hingga tahun depan. Keputusan ini juga ditanggapi positif oleh pasar saham, yang telah menembus level 6.000.

Selain pemerintah ataupun lembaga keuangan, masyarakat juga bersiap dengan menyiapkan tabungan dan investasi untuk menghadapi masa yang tidak pasti ini dengan menabung dan berinvestasi. Akan tetapi turunnya suku bunga BI, otomatis juga akan berpengaruh pada suku bunga deposito yang akan semakin kecil.

Lalu bagaimana masyarakat dapat tetap berinvestasi dengan imbal hasil menarik di saat tren suku bunga rendah ini?

Perencana Keuangan Andreas Hartono mengatakan pada dasarnya berinvestasi harus disesuaikan dengan kebutuhan setiap orang dan juga jangka waktunya. Setelah itu barulah dapat memilih instrumen yang tepat untuk berinvestasi, baik deposito, reksadana, surat berharga negara (SBN), hingga saham.

Setelah itu, posisi rata-rata bunga perbankan pun dapat menjadi benchmark dalam menentukan produk investasi, karena biasanya semakin tinggi imbal hasilnya semakin besar pula risikonya.

"Biasanya kalau kurang dari 2 tahun bisa deposito, SBN, dan reksa dana pasar uang. Kenapa hanya itu? Karena pilihan tersebut relatif stabil, meski pertumbuhannya kecil tapi aman. Tetapi kalau tujuannya jangka panjang 5 tahun ke atas kami rekomendasikan saham/reksadana saham karena ada volatilitas,"kata Andreas ketika dihubungi CNBC Indonesia, Jumat (11/12/2020)

Untuk berinvestasi pun kini tidak sulit dan mahal, pemerintah kini telah cukup sering mengeluarkan SBN Ritel dengan harga pembelian yang terjangkau mulai dari Rp 1 juta. Ada pula instrumen lainnya seperti reksa dana yang bisa dibeli mulai harga Rp 10.000 dengan imbal hasil menarik. Banyaknya alternatif investasi ini memberikan berbagai pilihan kepada masyarakat, terutama bagi yang usia muda dan dana terbatas.

"Jadi perencanaan keuangan adalah bagaimana cari aman dulu bukan cari untung. Harus dipertimbangkan kalau jangka pendek menggunakan saham apa yang terjadi kalau minus sahamnya. Makanya kalau tujuan di jangka panjang lebih cocok," kata dia.

Andreas juga mengingatkan agar masyarakat tidak tergiur pada investasi dengan imbal hasil terlalu tinggi dan menjanjikan keuntungan yang flat. Dalam berinvestasi menurutnya ada potensi kerugian tergantung dari instrumen yang dipilih.

"Prinsipnya harus legal menurut OJK serta pertumbuhannya harus logis, rata-rata yang bodong memberikan return tinggi 5% perbulan dan flat. Dibandingkan deposito yang misalnya 5% dalam setahun. Kalau semakin jauh dengan deposito semakin tidak aman, investasi mana yang bisa konsisten memberikan keuntungan terus," katanya.

Selain itu, sebelum berinvestasi masyarakat juga harus mempelajari mengenai karakteristik dari masing-masing instrumen agar tidak terjerat dengan investasi bodong. Harus dipelajari pula platform penyedia produk dari investasi tersebut, dari sisi legalitas dan keamanannya.

Perencana Keuangan Aidil Akbar mengatakan sebelum berinvestasinya pastikan memiliki dana yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pastikan juga dana yang akan dialokasikan untuk investasi tidak dihitung dalam aset likuid yang dicairkan dalam waktu dekat, terutama jika memilih pasar modal.

"Kalau kita sampai akhir tahun dananya sudah aman, dan masih ada uangnya maka ini saat yang tepat untuk masuk, karena marketnya masih sideways. Jadi kalau untuk jangka panjang masih oke," kata Aidil.

Yang menjadi masalah adalah investor tanggung yang tidak bisa memposisikan dirinya sebagai trader atau investor. Sebagai investor kondisi ini tepat untuk masuk karena uangnya kan tidak akan dipakai untuk 3-5 tahun lagi. Sementara untuk trader masa ini menurutnya tidak terlalu berpengaruh, karena perhitungan pergerakan harian.

Pilihan lainnya adalah investasi emas yang secara value masih cukup aman meski tetap ada potensi naik ataupun turun. Instrumen investasi yang cukup aman di luar produk perbankan yakni reksa dana pasar uang,reksa dana pendapatan tetap, reksa dana campuran khusus untuk jangka waktu yang lebih panjang.

"Agak bahaya kalau yang nanggung, jiwanya investor tetapi maunya trading. Seringkali dia telat keluar saat lagi bagus, lalu uangnya nyangkut kan nanti malah pusing," katanya.

Instrumen-instrumen investasi ini dapat dimiliki melalui institusi keuangan seperti perbankan. "Seiring dengan tingkat suku bunga tabungan rendah, terdapat tren di masyarakat mencari produk yang dapat meningkatkan imbal hasil dana mereka. Oleh karena itu produk investasi seperti obligasi pemerintah dan reksadana cukup diminati. Obligasi pemerintah menawarkan imbal hasil di atas bunga tabungan namun dengan risiko yang relatif aman dan bebas risiko gagal bayar karena kupon dan pokoknya dilindungi Undang - Undang, Sedangkan reksadana, terutama aset saham, cukup menarik sejalan dengan potensi perbaikan ekonomi global pada umumnya dan Indonesia secara khusus karena semakin tingginya tingkat keberhasilan uji coba vaksin Covid-19," kata Lanny Hendra, Consumer Business Head Bank Danamon.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular