
Gusur Obat China, Obat Made in RI Diusulkan Masuk Program JKN

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia masih kalah dari China dan India soal industri bahan baku obat. Padahal sudah lama Pemerintah berencana ingin mendorong industri farmasi guna menekan ketergantungan obat impor. Tapi semenjak pandemi Covid-19 malah banyak obat herbal dan vitamin impor dari China yang beredar di pasaran.
Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2021, Presiden Joko Widodo juga menegaskan untuk memfokuskan anggaran utama untuk tiga prioritas utama, salah satunya adalah Kesehatan masyarakat. Tapi selama ini 90 persen bahan baku obat di Indonesia masih impor.
Kementerian Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro mengatakan kuncinya ada untuk tingkatkan pemakaian obat modern asli Indonesia (OMAI)dengan dua cara. Pertama dengan mewajibkan (mandatory) pemakaian obat asli Indonesia sebagai obat rujukan di Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta reformasi moral dari para dokter.
"Percuma kalau dokter tidak mau pakai, tidak mau bikin resep. Tapi ya mohon maaf banyak dokter yang sudah komit dengan perusahaan farmasi tertentu," katanya dalam Webinar Kompas TV, Senin (21/12).
Padahal kuncinya ada pada dokter, walaupun Bambang mengakui ketersediaan obat OMAI belum tersedia untuk beberapa penyakit. Tapi guna untuk mengurangi konsumsi obat impor yang cukup menggerus devisa negara Dokter juga harus ambil andil, lanjutnya.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto menjelaskan memang masih ada keruwetan yang terjadi dalam produksi obat dalam negeri, khususnya untuk produsen obat skala kecil.
" Dari segi harga lebih variable cost dari produksi bahan baku obat di Indonesia lebih tinggi dari harga obat keseluruhan. kenapa kompetitif karena cost per unitnya rendah. Ketika bikin bahan baku domestic di Cina dan India itu bisa lebih murah dari harga bahan baku yang kita buat. Bahkan untuk harga obatnya sendiri," katanya.
Reri Indiani Deputi Bidang Pengawasan OT Suplemen Kesehatan dan Kosmetik industry obat dalam negeri sayangnya saat ini seperti jalan ditempat.
"Kenapa pemanfaatnya belum begitu massif? kendala belum banyaknya dimanfaatkan adalah belum dimasukkan dalam program nasional dan tenaga Kesehatan belum dikondisikan untuk menggunakan obat herbal ini," jelasnya.
Padahal BPOM sudah melakukan pengawalan dan sudah melihat agar validitas kualitas dari uji klinik obat tersebut.
(roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Saat Kasus Covid Landai, Impor Vaksin & Obat Turun Drastis
