
Ramai-ramai Tolak Bea Materai Rp 10.000 untuk Transaksi Saham

Penolakan yang disuarakan masyarakat terhadap biaya bea materai Rp 10.000 untuk transaksi saham langsung direspon oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
"Pengenaan Bea Materai akan dilakukan terhadap dokumen dengan mempertimbangkan batasan kewajaran nilai yang tercantum dalam dokumen dan memperhatikan kemampuan masyarakat," tulis DJP dalam halaman resmi websitenya, dikutip CNBC Indonesia, Minggu (20/12/2020).
Saat ini, DJP tengah menyusun peraturan pelaksanaan atas Undang-Undang Bea Materai yang baru yakni UU Nomor 10 Tahun 2020.
DJP juga mengatakan, dalam rangka mendorong atau melaksanakan program pemerintah dan/atau kebijakan lembaga yang berwenang di bidang moneter atau jasa keuangan, dapat diberikan fasilitas pembebasan Bea Meterai.
"DJP sedang berkoordinasi dengan otoritas moneter dan pelaku usaha untuk merumuskan kebijakan tersebut," tuturnya.
Seperti diketahui, dalam Pasal 3 UU Nomor 10 Tahun 2020, dijelaskan bea materai dikenakan atas dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata dan dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Surat perdata yang dimaksud salah satunya meliputi surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Dalam Pasal 3 ayat (2) huruf g juga dijelaskan, bea materai berlaku untuk dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp 5 juta.
"Yang menyebutkan penerimaan uang atau berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan, dan dokumen lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah," tulis bleid tersebut.
(wia)