
Betapa Masif Luhut Effect: Ramai-ramai Batal ke Bali & Yogya

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan yang mewajibkan wisatawan untuk melakukan tes PCR & tes rapid antigen H-2 jelang keberangkatan harus terbayar mahal.
Usai pengumuman tersebut, masyarakat ramai-ramai membatalkan kunjungan ke Bali serta wilayah lain seperti Yogyakarta.
Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Indonesia Hotel General Manager Association (DPP IHGMA) I Made Ramia Adnyana menyatakan ada beberapa grup yang resmi membatalkan perjalanannya ke Bali usai kabar tersebut.
"Tadi saja ada beberapa yang cancel, grup atau keluarga yang mestinya liburan di bulan akhir Desember sudah cancel. Ini keluh kesah teman-teman saya sampaikan," katanya kepada CNBC Indonesia, Selasa (15/12/2020).
Ramia mengungkapkan potensi akan pembatalan perjalanan ke Bali berpotensi bakal terus bertambah. Pasalnya, belum sehari saja setelah kebijakan tersebut keluar, sudah ada keluarga yang melakukan pembatalan perjalanan.
Bertambahnya regulasi bakal membuat masyarakat yang sudah niat berlibur jadi mengurungkan rencananya. Ia mengakui ada kekhawatiran akan bertambah banyaknya pembatalan perjalanan.
"Kita berusaha maintain tamu-tamu kita agar tetap datang. Artinya aspek destinasi akan aman karena sudah menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Namun untuk biaya domain tamu, kalau ada keluarga 5 orang akan sangat terasa belum apa-apa sudah ada keluar uang besar. Harusnya untuk liburan, sekarang untuk biaya swab," jelas Wakil Ketua Umum Kadin Bali Bidang Akomodasi dan Pengembangan Pariwisata itu.
Pertimbangan itu yang membuat okupansi hotel kian terancam. Saat ini okupansi hanya 30% atau 70% kamar hotel di Bali kosong. Tanpa ada kebijakan itu pun okupansi hotel di Bali masih sangat rendah. Saat ini okupansi hanya 30% atau 70% kamar hotel di Bali kosong.
"Kami di kawasan Kuta ini okupansi akhir tahun on hand masih 25%-30%, artinya belum signifikan dan kami tidak berharap bahwa akhir tahun sebesar tahun lalu. Paling maksimal kita isi 40%-50%. Itu pun kalau nggak ada kebijakan swab untuk pasar domestik. Tapi sekarang setelah ada kebijakan ini, akan berkurang," katanya.
Di sisi lain, kebijakan yang hanya diterapkan untuk wisatawan dengan tujuan Bali mengundang tanda tanya.
Pasalnya, aturan yang berlaku mulai 18 Desember tersebut hanya mengatur untuk satu destinasi wisata saja, sedangkan destinasi wisata lainnya di seluruh Indonesia tidak mendapat perlakuan yang sama, melainkan hanya mengharuskan rapid test.
Sontak, kebijakan itu pun dianggap seakan mendiskriminasi antara satu wilayah pariwisata dengan wilayah lainnya. Dewan Pembina DPD Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) Bali I Nyoman Astama mengaku bahwa ada sebagian masyarakat Bali yang merasa kebijakan tersebut diskriminatif.
"Itu yang terjadi, di masyarakat umum sudah seperti itu. Kenapa kok Bali aja seperti itu, sementara yang lain tidak? Kalau saya lihat memang maksudnya bagus tapi orang melihat ada perlakuan berbeda, sehingga ini yang jadi tanda tanya. Jika domestik di tempat lain rapid test mestinya di Bali sama. Mestinya berlaku seperti itu," katanya kepada CNBC Indonesia, Rabu (16/12/2020).
Halaman 2>>>
Nyoman Astama menilai tujuan pemerintah pusat menerapkan kebijakan tersebut memang untuk membuat penyebaran Covid-19 terkendali, utamanya setelah angka terkonfirmasi positif terus meledak dalam beberapa hari ke belakang. Sayang, proses komunikasi publik tidak berjalan dengan baik, yang akhirnya menimbulkan persepsi masing-masing di tengah masyarakat.
"Komunikasi ke masyarakat yang perlu ditingkatkan, kenapa kebijakan ini yang diambil. Ini kalau disampaikan lebih awal, masyarakat tahu maksudnya. Kalau tidak, langsung dikeluarkan surat, masyarakat punya persepsi dan mereka berhak membuat pernyataan. Kalau pernyataan sudah liar dan menyebar, maka sulit dikembalikan," jelasnya.
Nasib pariwisata Bali juga tidak jauh berbeda dengan wilayah lainnya, yakni Yogyakarta. Kunjungan wisatawan yang semula diperkirakan bakal naik, namun yang terjadi justru sebaliknya. Banyak pembatalan wisata yang mengakibatkan hotel gigit jari.
Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Deddy Pranowo Eryono mengaku hotel-hotel di wilayahnya sudah menyiapkan protokol kesehatan. Namun, itu bakal percuma jika banyak terjadi pembatalan.
"Pariwisata untuk tanggal 20 Desember hingga 31 Januari mengalami penurunan dari semula 60%, sekarang menjadi 42% sampai saat ini. Karena ada beberapa daerah yang mengetatkan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) yang memasuki area Jateng harus rapid atau swab di rest area yang dijaga petugas, padahal ke DIY harus melewati jalan itu, jadi satu-satunya akses," kata Deddy kepada CNBC Indonesia, Kamis (17/12).
Banyaknya pembatalan itu tidak lepas dari kebijakan provinsi di sekitar Yogyakarta, misalnya untuk memasuki Jawa Tengah, masyarakat harus rapid test antigen. Padahal, akses menuju Yogyakarta bisa tercapai dengan melewati provinsi Jateng. Tes ini yang membuat masyarakat enggan karena memerlukan biaya lebih.
"Kalau untuk tesnya gratis ditanggung pemerintah daerah setempat ngga masalah. Ini dibebankan ke orang yang lewat, jadi berat bagi mereka, ini dilematis. Sekarang masih 42%, kita harap ada kenaikan, meskipun memang reservasi belum tentu datang juga bisa aja ditunda ke tahun depan," sebut Deddy.
"Sampai tadi pagi sudah banyak yang melakukan pembatalan wisatawan ke Yogya, saya berani bilang ini karena banyak laporan dari teman-teman," lanjutnya.
Potensi bertambahnya pembatalan bisa terus terjadi. Apalagi, tidak ada sinkronisasi kebijakan antara pemerintah daerah.
"Tadi bersepakat, yang mau naik angkutan umum, transportasi udara, kereta dan bus, mesti ada rapid test antigen. Hitung-hitungannya akan deteksi lebih baik lagi, lebih akurat (dibanding rapid test antibodi)," kata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo seperti dikutip dari laman resmi https://jatengprov.go.id.
Syarat pengetatan bepergian ke Bali sudah mendapat perintah dari Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan mewajibkan wisatawan yang hendak memasuki Bali agar melakukan tes PCR & tes rapid antigen H-2 jelang keberangkatan.
"Kami minta untuk wisatawan yang akan naik pesawat ke Bali wajib melakukan tes PCR H-2 sebelum penerbangan ke Bali serta mewajibkan tes rapid antigen H-2 sebelum perjalanan darat masuk ke Bali," kata Luhut.Hala
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Luhut: UU Ciptaker Meluruskan Berbagai Hal