
Luhut Effect Picu 60% Kamar-Kamar Hotel di Jogja Kosong

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri pariwisata Yogyakarta terancam lesu di akhir tahun mendatang setelah banyak wisatawan membatalkan reservasi hotel. Hal itu terjadi akibat adanya kewajiban tes rapid antigen bagi masyarakat yang ingin bepergian. Pelaku usaha hotel Yogyakarta sempat berekspektasi okupansi jadi 70%, tapi dengan adanya kebijakan baru akan hanya 40% saja, alias 60% kamar kosong.
"Target okupansi 70% pada tanggal 20 hingga 31 Desember untuk semua kelas hotel dan semua area wilayah," kata Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Deddy Pranowo Eryono kepada CNBC Indonesia, Kamis (17/12).
Semua area wilayah tersebut mencakup 1 kotamadya dan 4 kabupaten, yakni Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Kulon Progo.
Demi mencapai target itu tentu setiap harinya memerlukan reservasi yang meningkat. Sayangnya yang terjadi saat ini justru berbalik, banyak masyarakat yang memilih untuk membatalkan rencana liburan. Deddy mengakui pelaku usaha menjadi pusing akibat kebijakan anyar tersebut.
"Pariwisata untuk tanggal 20 Desember hingga 31 Desember mengalami penurunan (okupansi) dari semula 60%, sekarang menjadi 42% sampai saat ini. Karena ada beberapa daerah yang mengetatkan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) yang memasuki area Jateng harus rapid atau swab misal di rest area dijaga petugas, padahal ke DIY harus melewati jalan itu, jadi satu-satunya akses," katanya.
Ia menyesalkan kondisi ini bisa terjadi akibat kurangnya komunikasi antara pengambil kebijakan dan stakeholder yang terdampak di dalamnya. Padahal, kebijakan yang ada bakal berpengaruh terhadap ribuan orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini. Jogja meski tak kena aturan soal PCR dan antigen, tapi wilayah lain seperti Jateng memperketat, sehingga wisatawan darat yang akan ke Jogja kena dampaknya.
"Nggak ada koordinasi. Komunikasi dengan PHRI pusat pun nggak diajak, ini yang kita sayangkan. Untuk PHRI DPP (Dewan Pimpinan Pusat) selalu berkoordinasi dengan DPD (Dewan Pengurus Daerah). Ini seperti kontradiksi dari pernyataan pemerintah sendiri, dimana ekonomi dan kesehatan harus sejalan beriringan," sebut Deddy.
"Ini imbasnya ke kita jadi kendala. Kita merasa dirugikan, kita sudah susah payah melakukan verifikasi, sertifikasi seolah-olah sia-sia karena semua daerah yang dilalui menerapkan PSBB, Kita harap ada mukjizat lah," lanjutnya.
Syarat pengetatan bepergian ke Bali sudah mendapat perintah dari Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan mewajibkan wisatawan yang hendak memasuki Bali agar melakukan tes PCR & tes rapid antigen H-2 jelang keberangkatan.
"Kami minta untuk wisatawan yang akan naik pesawat ke Bali wajib melakukan tes PCR H-2 sebelum penerbangan ke Bali serta mewajibkan tes rapid antigen H-2 sebelum perjalanan darat masuk ke Bali," kata Luhut.
Hal ini juga sudah disambut dengan surat edaran gubernur Bali tentang hal yang sama. Gubernur Bali Wayan Koster merilis Surat Edaran Nomor 2021 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kegiatan Masyarakat Selama Libur Hari Raya Natal dan Menyambut Tahun Baru 2021 Dalam Tatanan Kehidupan Era Baru di Provinsi Bali.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gelombang Cancel Booking Makin Masif: Bali, Jogja, Makassar!