Royalti Batu Bara Berjenjang, Proyeksi Harga Harus Tepat!

Jakarta, CNBC Indonesia - Royalti batu bara bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai kelanjutan dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) dikabarkan bakal naik.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan kepada Kementerian Keuangan agar menerapkan besaran royalti secara berjenjang disesuaikan dengan harga batu bara.
Menanggapi rencana pemerintah tersebut, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan perusahaan batu bara akan mematuhi regulasi yang dibuat oleh pemerintah, termasuk penerimaan negara dalam hal ini tarif royalti.
Namun, lanjutnya, pihaknya berharap dalam penyusunan tarif royalti ini perlu mempertimbangkan banyak aspek, tidak hanya dari sisi penerimaan negara, tapi juga dari sisi industri pertambangan agar bisa berkelanjutan.
"Kita lihat dari sisi kontribusi pertambangan batu bara, saya kira pertambangan batu bara sebagai sumber ketahanan energi juga kontributor penting pada penerimaan negara. Di sisi lain, industri pertambangan batu bara perlu diperhatikan ketika pemerintah menyusun tarif kebijakan royalti," ungkapnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Rabu (16/12/2020).
Hendra menyebut industri batu bara sangat tergantung pada harga yang tidak dapat dikontrol, karena tergantung suplai dan permintaan. Kemudian, dari sisi biaya produksi menurutnya juga perlu jadi pertimbangan, karena semakin tua usia tambang, maka biaya produksinya akan semakin mahal.
"Nah di sinilah akan rumit, bagaimana pemerintah menetapkan tarif royalti. Jika tarif royaltinya sangat tinggi, maka ini akan memberatkan perusahaan untuk bisa melanjutkan usahanya karena biaya produksinya akan sangat tinggi," paparnya.
Hendra pun membandingkan dengan negara-negara pertambangan lainnya di mana tarif royalti Indonesia menurutnya dianggap tidak kompetitif.
"Dalam menerapkan level harga batu bara, maka perlu pertimbangkan outlook ke depan. Tentu akan sulit komoditas batu bara kembali ke masa keemasan," jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengakui saat ini pemerintah memang tengah menyusun RPP tentang PNBP batu bara yang kewenangannya berada di bawah Kementerian Keuangan.
Meski menjadi kewenangan Kementerian Keuangan, namun pihaknya memberikan sejumlah rekomendasi terkait hal ini. Dalam memberikan rekomendasi, pihaknya juga memperhatikan kepentingan badan usaha.
"Terkait royalti batu bara ini memang ada RPP Perpajakan dan PNBP. Inisiatif dilakukan oleh Kementerian Keuangan, bola di sana. Kami memberikan masukan-masukan dan pandangan, bahwa kita harus perhatikan kepentingan badan usaha, sudah kami sampaikan," tuturnya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Kamis (10/12/2020).
Dia menyebutkan, salah satu usulan yang disampaikan pihaknya kepada Kementerian Keuangan yaitu dengan menerapkan besaran royalti berjenjang disesuaikan dengan harga batu bara. Namun berapa besaran angka perjenjangannya itu menurutnya ini masih belum ditentukan karena masih dibahas.
"Jika boleh saya sebutkan secara umum, kami Kementerian ESDM mengusulkan royalti berjenjang tergantung dengan harga batu bara. Saat ini, mohon maaf sekali lagi meskipun ini sifatnya sementara, semangat berjenjang ini sudah dapat dipahami. Namun, kami masih membahas angka perjenjangannya itu," tuturnya.
[Gambas:Video CNBC]
Ini Bocoran Rincian Royalti Batu Bara 0% di RPP Ciptaker
(wia)