
Nah Lo! Trump 'Serang' Erdogan, AS Sanksi Turki

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) semakin agresif dengan memberlakukan sanksi terhadap Turki atas akuisisi mereka atas sistem pertahanan udara S-400 Rusia pada Senin (14/12/2020).
Pemberian sanksi ini semakin memperumit hubungan yang sudah tegang antara kedua sekutu Pakta Pertahanan Atlantik Utara (The North Atlantic Treaty Organization/NATO) tersebut.
Pejabat senior AS mengatakan bahwa pembelian S-400 oleh Turki dan penolakannya untuk membatalkan keputusannya, meskipun AS sudah melakukan permohonan berulang kali dari, membuat AS tidak punya pilihan lain.
Sanksi itu, yang pertama kali dilaporkan oleh Reuters pekan lalu, menargetkan badan pengembangan dan pengadaan pertahanan Turki Presidency of Defense Industries (SSB), dengan ketua Ismail Demir dan tiga karyawan lainnya.
Pemberian sanksi tersebut diumumkan di bawah Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA), dan ini pertama kalinya tindakan tersebut digunakan terhadap sesama anggota aliansi militer NATO.
Mengabaikan saran dari para pembantunya, Presiden AS Donald Trump awalnya telah menolak menjatuhkan hukuman pada Turki. Namun ia memberikan lampu hijau beberapa hari yang lalu, menurut sumber yang mengetahui masalah tersebut.
"AS menjelaskan kepada Turki pada tingkat tertinggi dan dalam banyak kesempatan bahwa pembelian sistem S-400 akan membahayakan keamanan teknologi dan personel militer AS dan memberikan dana yang besar untuk sektor pertahanan Rusia," kata Menteri Luar Negeri AS Mike Kata Pompeo.
Christopher Ford, Asisten Sekretaris Negara untuk Keamanan dan Nonproliferasi Internasional, mengatakan AS telah mencari solusi tetapi Ankara menolak semua tawaran. "Ini bukan langkah yang kami ambil dengan mudah atau pasti cepat," katanya.
Sementara pemerintahan Presiden Erdogan mengutuk sanksi itu sebagai kesalahan besar dan mendesak Washington untuk merevisi keputusan yang dianggap tidak adil. Dikatakan bahwa sanksi pasti akan merusak hubungan timbal balik dan mengancam langkah pembalasan kedepannya.
Padahal sebelumnya Turki mengatakan telah berulang kali mengusulkan pembentukan kelompok kerja bersama dengan AS dan NATO untuk menyelesaikan masalah tersebut tetapi tawarannya belum dimanfaatkan sepenuhnya.
Mata uang Lira Turki menguat sekitar 1% karena Washington memilih untuk tidak mengadopsi sanksi yang lebih luas. Tetapi para analis mengatakan langkah itu masih cenderung membebani ekonomi Turki, yang sudah dalam perlambatan akibat virus corona dan dengan inflasi dua digit.
Sebelumnya, Ankara memperoleh senjata pertahanan darat-ke-udara S-400 Rusia pada pertengahan 2019. Turki mengatakan ini tidak akan menimbulkan ancaman bagi sekutu NATO.
Tetapi Washington telah lama mengancam sanksi. Tahun lalu AS menghapus Turki dari program jet F-35.
Sanksi menjelang akhir masa kepresidenan Trump ini kemungkinan akan membebani hubungan Ankara dengan pemerintahan Joe Biden. Politisi Demokrat itu akan mengambil alih sebagai presiden Januari 2021.
"Sanksi tersebut akan memblokir proyek bersama atau transfer teknologi antara perusahaan AS dan perusahaan Turki yang terkait dengan SSB," kata mantan diplomat Turki Sinan Ulgen, yang mengepalai think tank Pusat Ekonomi dan Studi Kebijakan Luar Negeri yang berbasis di Istanbul.
Mereka juga memberlakukan pembatasan pinjaman dan kredit oleh lembaga keuangan AS kepada SSB dengan total lebih dari US$ 10 juta, sambil memberlakukan pembekuan aset dan pembatasan visa pada presiden SSB dan tiga karyawan lainnya.
Belum jelas apa dampak sanksi terhadap negara ketiga seperti negara-negara Eropa yang memasok senjata atau komponen pertahanan dan bekerja dengan perusahaan pertahanan Turki.
(sef/sef) Next Article Ini Pemimpin Dunia yang Belum Ucapkan Selamat Kepada Biden