Harga Batu Bara Terbang atau Ambles, Gasifikasi Tetap Cuan!

Tirta Widi Gilang Citradi, CNBC Indonesia
14 December 2020 19:45
PTBA Lakukan Hilirisasi Batu Bara (CNBC Indonesia TV)
Foto: PTBA Lakukan Hilirisasi Batu Bara (CNBC Indonesia TV)

Dalam laporan terbarunya pada November lalu, Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) justru menilai proyek gasifikasi batu bara yang dilakukan oleh PTBA tidak ekonomis. 

IEEFA menilai proyek gasifikasi ini sama sekali tidak make sense karena hanya akan menimbulkan kerugian operasional sebesar US$ 377 juta per tahunnya atau dengan asumsi kurs Rp 14.000/US$ sebesar Rp 5,28 triliun.

Dalam laporan tersebut IEEFA menilai ongkos impor LPG dengan harga US$ 365 per ton hanya akan menimbulkan biaya sebesar US$ 357 juta atau lebih rendah hampir US$ 19 juta ton dari proyek gasifikasi batu bara ini. 

Ongkos produksi per ton DME diperkirakan mencapai US$ 470 per ton. Sementara harga DME terdiskon 30% dari LPG di kisaran US$ 256 karena memiliki kandungan energi yang lebih rendah. 

Sebagai perbandingan untuk 1 kg DME memiliki konten energi 6.900 Kcal, sementara untuk 1 kg LPG nilai kalorinya mencapai 11.100 Kcal. Artinya, selain hanya akan menimbulkan kerugian, energi yang dihasilkan pun kandungannya lebih rendah, sehingga menjadi kurang efisien. 

Hal ini jelas berbanding terbalik dengan estimasi kelaikan proyek yang dilakukan oleh pihak kementerian ESDM. Namun, setelah ditelusuri lebih lanjut ada beberapa perbedaan dalam metode dan pendekatan dalam perhitungan. 

Pertama adalah terkait skema. Dalam laporan IEEFA skema yang digunakan untuk proyek gasifikasi ini adalah debt funded. Sementara realitanya, proyek ini melibatkan investor asing dalam hal ini adalah Air Products yang merupakan mitra bisnis dari Amerika Serikat (AS).

Kedua adalah asumsi harga batu bara yang digunakan pada laporan IEEFA adalah US$ 37 per ton. Namun berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Kementerian ESDM, pemerintah telah memberikan insentif untuk kelayakan proyek dengan mematok harga di US$ 20 - US$ 21 per ton. 

Kemudian, dalam laporan IEEFA disebut bahwa volume batu bara yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1,4 juta ton sebesar 6,5 juta ton. Ini berarti untuk menghasilkan 1 ton DME butuh 4,6 ton batu bara. 

Padahal, jika mengacu pada kajian Kementerian ESDM, penggunaan batu bara bisa ditekan 500 ribu ton lebih rendah dan menghasilkan faktor konversi menjadi 4,3 : 1. Artinya hanya butuh sekitar 4,3 ton batu bara untuk menghasilkan 1 ton DME. 

Imbasnya adalah pada ongkos produksi DME berbasis batu bara. Jika pada laporan IEEFA total biaya produksi DME dari batu bara mencapai US$ 170,2 per ton, maka sebenarnya hanya butuh US$ 88,15 per ton saja atau lebih rendah 48,2%. 

Jika diasumsikan rata-rata biaya produksi DME untuk kategori selain batu bara seperti katalis dan berbagai input lain sebesar US$ 300 per ton, maka total produksi DME per ton mencapai US$ 470 versi IEEFA. Namun sebenarnya sangat mungkin di bawah itu yakni di kisaran US$ 388 per ton atau lebih rendah 17,4%.

Bayangkan jika dalam proses produksi komponen biaya bisa lebih efisien 10%, maka total biaya produksinya tak sampai US$ 360 per ton. Kalkulasi IEEFA untuk biaya produksi mengacu pada perusahaan DME China yakni Shanxi Lanhua Sci-Tech Venture.

Kemudian, asumsi harga DME dan LPG yang digunakan IEEFA untuk menilai studi kelayakan proyek gasifikasi juga sangatlah rendah dan selisihnya juga jauh. IEEFA menggunakan acuan harga LPG sebesar US$ 365 per ton dengan harga DME terdiskon 30% menjadi US$ 256 per ton.

Harga tersebut berada di bawah kisaran harga saat ini. Itu adalah harga impor 1 ton LPG di Indonesia. Perlu diketahui, harga LPG dan minyak mentah memang drop signifikan akibat pandemi Covid-19. Namun, seiring dengan outlook perekonomian yang membaik, harga minyak dan LPG sudah berangsur membaik. 

Hal ini terbukti dari pergerakan harga LPG. Untuk kontrak propana Saudi Aramco yang ditransaksikan di bursa komoditas New York pengiriman Januari 2021 sudah berada di posisi US$ 450 per ton. Propana merupakan salah satu komponen LPG.

Sementara itu di bursa komoditas Dalian, harga futures LPG sudah tembus di atas US$ 500 per ton, sedangkan untuk harga rata-rata DME China kini sudah tembus di US$ 400 per ton. Kedua komoditas ini harganya akan berbanding lurus. 

Dengan harga tersebut dan kalkulasi ongkos yang sudah diperhitungkan, sebenarnya proyek gasifikasi batu bara di RI masih ekonomis. Hal itu belum memasukkan perhitungan dari adanya pembebasan royalti bagi yang menggarap proyek ini. Tentu kebijakan royalti nol persen sangat berdampak bagi keekonomian proyek ini.

(twg/twg)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular