Alert! Harga Pangan Dunia Beterbangan, Tanda Apa?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
08 December 2020 16:46
daging ayam ras
Foto: Trio Hadani - detikFinance

Tren naiknya harga komoditas pangan juga terjadi di Tanah Air. Baik komoditas pangan yang berasal dari peternakan maupun hortikultura kompak melambung dan menyebabkan inflasi sejak Oktober. 

Pada bulan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi mulai merangkak naik lagi dengan peningkatan sebesar 0,28% (mom) dan 1,59% (yoy). Inflasi tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Oktober yang hanya 0,07% (mom) dan 1,44% (yoy).

Pos makanan, minuman dan tembakau menyumbang inflasi sebesar 0,22% pada November lalu. Pos ini mencatatkan inflasi sebesar 0,86% dibanding bulan sebelumnya dan 2,87% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Komoditas yang dominan memberikan andil/sumbangan inflasi, yaitu daging ayam ras sebesar 0,08%, telur ayam ras dan cabai merah masing-masing sebesar 0,04%, bawang merah sebesar 0,03%, tomat, bawang putih, cabai rawit, dan minyak goreng masing-masing sebesar 0,01%.

Apabila mencermati pergerakan harganya di pekan pertama Desember, ada beberapa komoditas pangan yang harganya masih membandel. Meski turun harga daging ayam ras segar di pasar tradisional Tanah Air rata-ratanya masih di atas Rp 34 ribu per kilogram.

Harga bawang merah juga agak sedikit jinak jika dibandingkan dengan awal bulan November. Namun harga bawang merah masih belum turun dari kisaran Rp 37 ribu per kilogram.

Sementara itu harga cabai merah dan cabai rawit tercatat naik lebih dari 10% jika dibandingkan dengan awal bulan November lalu. Di pasar tradisional nusantara, harga rata-rata cabai merah dan cabai rawit merah sudah merangkak mendekati Rp 50 ribu per kilogram, sedangkan cabai rawit hijau sudah menyentuh Rp 38 ribu per kilogram.

Secara musiman, harga komoditas pangan umumnya menguat jelang akhir tahun karena adanya libur panjang Natal dan tahun baru yang dicirikan dengan meningkatnya permintaan.

Meski libur akhir tahun dipangkas tiga hari tetapi tren libur panjang memang cukup untuk membuat harga bahan pangan pokok terbang. Fenomena ini juga terjadi saat lebaran Mei lalu. Bahkan saat sedang ada PSBB, harga pangan pun melambung tinggi.

Selain dari sisi permintaan yang umumnya meningkat, ada faktor lain yang lebih berperan dalam mendongkrak harga bahan pangan yaitu dari sisi pasokan dan distribusi. Faktor cuaca juga memberikan andil terhadap melambungnya harga komoditas hortikultura.

Tahun ini Indonesia juga kedatangan tamu yaitu La Nina. Fenomena perubahan iklim ini menurut BMKG berpotensi mendatangkan hujan yang 40% lebih lebat dari kondisi normal. La Nina diproyeksikan bakal melanda seluruh wilayah Indonesia setidaknya sampai akhir tahun dan baru mereda bulan Februari tahun depan.

Dampak dari perubahan cuaca yang terkait dengan La Niña pada ketahanan pangan sulit untuk diprediksi. Secara historis, peningkatan curah hujan berdampak negatif pada produksi pertanian di beberapa daerah dan positif pada daerah lainnya.

Namun, perubahan cuaca cenderung berdampak negatif terhadap akses pangan dan situasi ketahanan pangan sampai pada mata pencaharian kelompok yang paling rentan.

Curah hujan yang tinggi juga membuat penanaman komoditas tertentu yang sangat sensitif terhadap perubahan cuaca seperti cabai semakin sulit serta menghambat proses distribusi. Alhasil pasokan di pasar pun ikut menipis dan harganya pun melambung.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular