Cerita Lengkap Anggota Dewan DKI Minta Naik Gaji Kala Pandemi

Bramudya Prabowo, CNBC Indonesia
04 December 2020 10:02
Petugas damkar menyemprot disinfektan di Gedung DPRD DKI, Jakarta, Kamis (30/7). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Salah satu sudut Gedung DPRD DKI Jakarta (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Lucius Karus mengkritik rencana itu. Menurut dia, alokasi anggaran untuk wakil rakyat di DPRD DKI Jakarta sungguh fantastis.

"Tentu saja permintaan itu bukan sesuatu yang tiba-tiba atau tanpa sengaja. Proses pembahasan yang tertutup selama ini menjelaskan hasil berupa RKT dengan angka fantastis itu. Dalam pembahasan yang tertutup, mudah bagi para petualang memanfaatkan situasi dan kesempatan untuk menenggak keuntungan bagi diri sendiri," ujarnya.

"Apalagi proses pembahasan dilakukan bersama pemprov yang sangat mungkin tak berdaya dengan DPRD. Pemprov punya kepentingan agar anggaran mereka juga tak dipersoalkan DPRD sekalipun ada yang tidak masuk akal. Demi keuntungan masing-masing, maka mulus semua pembahasan. Beda dengan zaman Ahok, yang punya sikap dan konsep jelas tentang politik anggaran," lanjut Lucius.

Lucius bilang, dalam PP Nomor 17 Tahun 2018, salah satu panduan dalam menentukan tunjangan perumahan adalah asas kepatutan dan kepantasan. Tentu saja selain mempertimbangkan ketersediaan anggaran.

"Untuk DKI rupanya anggaran tersedia, sehingga DPRD merasa wajar mengusulkan kenaikan yang fantastis. Akan tetapi DPRD lupa mempertimbangkan kepatutan angka yang diusulkan. Terlebih situasi perekonomian yang menurun akibat pandemi. Kesulitan ekonomi mestinya membuat DPRD mengubah politik anggaran untuk sebesar-besarnya kepentingan warga," kata Lucius.

"Faktanya mereka justru terlihat tak peduli dengan situasi dan kondisi ekonomi warga ketika tanpa beban mengusulkan anggaran untuk tunjangan-tunjangan yang mereka terima nanti," lanjutnya.



Lucius pun menyebut rencana kenaikan anggaran itu semakin aneh karena beberapa pos yang ada di dalamnya juga tidak urgen dilakukan pada tahun 2021. Mulai dari bimtek ke luar kota, sosialisasi raperda dan perda, hingga sosialisasi nilai kebangsaan.

"Semua itu nampaknya tak lenting-penting amat. Apalagi dengan anggaran yang fantastis. Sosialisasi perda dan raperda di era teknologi maju seperti saat ini mestinya tak harus dilakukan dengan pertemuan tatap muka," ujar Lucius.

"DPRD cukup konsisten dan aktif saja memberitahukan melalui website dan media sosial mereka, yakni kan sangat banyak yang respons apalagi kalau perda itu memang terkait langsung dengan kebutuhan warga. Begitu juga sosialisasi nilai-nilai kebangsaan. Apa begitu mendesak dilakukan? Kalaupun mendesak juga bisa dilakukan dengan mudah melalui media sosial dan website," lanjutnya.

Oleh karena itu, Lucius menilai program-program yang dianggarkan sebagai ajang bagi-bagi proyek. Terkesan anggaran itu tidak akan diterima langsung anggota, tetapi tetap saja anggota DPRD dengan cara mereka bisa mendapatkan keuntungan dari anggaran program dengan dana fantastis itu.

"Jadi secara etis, tak patut rasanya bermain proyek denvan anggaran daerah ketika kebutuhan riil masyarakat DKI sedang sangat perlu dilayani pemerintah daerah. Dampak Covid-19 bukan sesuatu yang sederhana untuk diselesaikan sekejap. Karena itu sudah seharusnya anggaran untuk kenikmatan anggota DPRD tak membebani anggaran yang seharusnya untuk penanganan pandemi," kata Lucius.

(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular