
Cerita Lengkap Anggota Dewan DKI Minta Naik Gaji Kala Pandemi

Jakarta, CNBC Indonesia - Dinamika politik di DKI Jakarta belakangan memanas. Pemicunya adalah anggaran fantastis Rencana Kerja Tahunan (RKT) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 888 miliar. Anggaran itu tertuang dalam Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD 2021.
Berikut adalah perincian anggaran RKT DPRD DKI Jakarta 2021 untuk 106 anggota legislatif sebagaimana dilaporkan CNN Indonesia:
Pendapatan langsung
* Uang representasi: Rp2.250.000 per bulan
* Uang paket: Rp225.000 per bulan
* Tunjangan keluarga: Rp315.000 per bulan
* Tunjangan jabatan: Rp3.262.500 per bulan
* Tunjangan beras: Rp240.000 per bulan
* Tunjangan komisi: Rp326.250 per bulan
* Tunjangan badan: Rp130.500 per bulan
* Tunjangan perumahan: Rp110.000.000 per bulan
* Tunjangan komunikasi: Rp21.500.000 per bulan
* Tunjangan transportasi: Rp35.000.000 per bulan
Total Rp173.249.250 per bulan dan setahun sebesar Rp2.078.991.000
Pendapatan Tidak Langsung
* Kunjungan dalam provinsi: Rp14.000.000 per bulan
* Kunjungan luar provinsi: Rp80.000.000 per bulan
* Kunjungan lapangan komisi: Rp14.000.000 per bulan
* Rapat kerja dengan eksekutif: Rp6.000.000 per bulan
* Tunjangan sosperda: Rp16.800.000 per bulan
* Tunjangan ranperda: Rp4.200.000 per bulan
* Tunjangan sosial kebangsaan: Rp8.400.000 per bulan
Total Rp143.400.000 per bulan dan dalam setahun Rp1.720.800.000.
Pendapatan tidak langsung (2)
* Bimtek sekwan (luar daerah): Rp60.000.000 dalam satu tahun
* Bimtek fraksi (luar daerah): Rp60.000.000 dalam satu tahun
* Tunjangan reses: Rp144.000.000 dalam satu tahun
Total Rp 264.000.000 dalam satu tahun.
Kegiatan sosialisasi dan reses
* Sosialisasi rancangan perda: Rp40.000.000 per bulan
* Sosialisasi Perda: Rp160.000.000 per bulan
* Sosialisasi kebangsaan: Rp80.000.000 per bulan
* Reses: Rp960.000.000 per tahun
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik menyatakan tak ada kenaikan gaji anggota dewan dalam anggaran RKT itu. Taufik menyebut total anggaran tersebut merupakan keseluruhan kegiatan dewan di Kebon Sirih selama satu tahun. Menurutnya, kenaikan tersebut terjadi karena terdapat penambahan kegiatan dalam RKT DPRD DKI tersebut.
"Angka Rp 888 miliar untuk keseluruhan kegiatan. Ini bukan gaji dewan. Kalau gaji Rp 800 juta sebulan mantap dong," kata Taufik di Jakarta, Selasa (1/12/2020) dikutip dari Antara sebagaimana dilaporkan CNN Indonesia.
Taufik menyatakan dirinya kecewa dengan sikap Fraksi PSI DPRD DKI yang menolak Pansus RKT DPRD DKI tersebut. Sebab dalam rapat sebelumnya, Fraksi PSI tanda tangan setuju dengan kegiatan dewan tersebut.
"PSI setuju dan tanda tangan dalam rapat pimpinan gabungan (rapimgab) RKT DPRD DKI. Tapi, kok, malah bicara aneh-aneh menolak di luar. Jangan begitulah, harus fair. Mau menerima RKT, tapi nama ingin bagus di luar. Ini namanya merusak institusi," ujarnya.
Taufik yang juga sebagai Ketua Pansus RKT DPRD DKI serta Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi kecewa dengan sikap Fraksi PSI tersebut. Menurut Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI ini, jika menolak seharusnya PSI berdebat di dalam rapat DPRD dan tidak perlu pencitraan menolak RKT. Padahal Fraksi PSI menerima dan setuju semua kegiatan dewan selama setahun dengan anggaran Rp888 miliar.
"Saya kira kalau ingin menang, ya jangan menang banyaklah, kalau mau manggung ya, silahkan. Tapi, jangan rusak citra institusi," katanya.
"Jangan di luar cerita begini, begono, dan begini. Saya sebagai Ketua Pansus RKT DPRD DKI tegaskan semua fraksi telah menyepakati," ujar politikus Partai Gerindra tersebut.
Taufik menyatakan RKT telah dibahas dan disepakati semua fraksi DPRD DKI. Anggaran sebesar Rp 888 miliar sudah mencakup semua kegiatan secara satuan. Mulai, kunjungan kerja (kunker), kunjungan dalam kota, peninjauan, sosialisasi Pancasila, sosialisasi perda, reses dan kegiatan alat kelengkapan dewan (AKD).
"Makanya, ini saya luruskan. Saya tegaskan, teman-teman PSI setuju," katanya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah DKI Jakarta PSI Michael Victor Sianipar menginstruksikan seluruh anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI menolak rancangan RKT anggota dewan yang naik menjadi Rp 888 miliar. Menurutnya, tidak elok jika hak-hak anggota DPRD mengalami kenaikan di saat pandemi Covid-19 dan banyak orang sedang kehilangan pekerjaan atau mengalami penurunan pendapatan.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Lucius Karus mengkritik rencana itu. Menurut dia, alokasi anggaran untuk wakil rakyat di DPRD DKI Jakarta sungguh fantastis.
"Tentu saja permintaan itu bukan sesuatu yang tiba-tiba atau tanpa sengaja. Proses pembahasan yang tertutup selama ini menjelaskan hasil berupa RKT dengan angka fantastis itu. Dalam pembahasan yang tertutup, mudah bagi para petualang memanfaatkan situasi dan kesempatan untuk menenggak keuntungan bagi diri sendiri," ujarnya.
"Apalagi proses pembahasan dilakukan bersama pemprov yang sangat mungkin tak berdaya dengan DPRD. Pemprov punya kepentingan agar anggaran mereka juga tak dipersoalkan DPRD sekalipun ada yang tidak masuk akal. Demi keuntungan masing-masing, maka mulus semua pembahasan. Beda dengan zaman Ahok, yang punya sikap dan konsep jelas tentang politik anggaran," lanjut Lucius.
Lucius bilang, dalam PP Nomor 17 Tahun 2018, salah satu panduan dalam menentukan tunjangan perumahan adalah asas kepatutan dan kepantasan. Tentu saja selain mempertimbangkan ketersediaan anggaran.
"Untuk DKI rupanya anggaran tersedia, sehingga DPRD merasa wajar mengusulkan kenaikan yang fantastis. Akan tetapi DPRD lupa mempertimbangkan kepatutan angka yang diusulkan. Terlebih situasi perekonomian yang menurun akibat pandemi. Kesulitan ekonomi mestinya membuat DPRD mengubah politik anggaran untuk sebesar-besarnya kepentingan warga," kata Lucius.
"Faktanya mereka justru terlihat tak peduli dengan situasi dan kondisi ekonomi warga ketika tanpa beban mengusulkan anggaran untuk tunjangan-tunjangan yang mereka terima nanti," lanjutnya.
Lucius pun menyebut rencana kenaikan anggaran itu semakin aneh karena beberapa pos yang ada di dalamnya juga tidak urgen dilakukan pada tahun 2021. Mulai dari bimtek ke luar kota, sosialisasi raperda dan perda, hingga sosialisasi nilai kebangsaan.
"Semua itu nampaknya tak lenting-penting amat. Apalagi dengan anggaran yang fantastis. Sosialisasi perda dan raperda di era teknologi maju seperti saat ini mestinya tak harus dilakukan dengan pertemuan tatap muka," ujar Lucius.
"DPRD cukup konsisten dan aktif saja memberitahukan melalui website dan media sosial mereka, yakni kan sangat banyak yang respons apalagi kalau perda itu memang terkait langsung dengan kebutuhan warga. Begitu juga sosialisasi nilai-nilai kebangsaan. Apa begitu mendesak dilakukan? Kalaupun mendesak juga bisa dilakukan dengan mudah melalui media sosial dan website," lanjutnya.
Oleh karena itu, Lucius menilai program-program yang dianggarkan sebagai ajang bagi-bagi proyek. Terkesan anggaran itu tidak akan diterima langsung anggota, tetapi tetap saja anggota DPRD dengan cara mereka bisa mendapatkan keuntungan dari anggaran program dengan dana fantastis itu.
"Jadi secara etis, tak patut rasanya bermain proyek denvan anggaran daerah ketika kebutuhan riil masyarakat DKI sedang sangat perlu dilayani pemerintah daerah. Dampak Covid-19 bukan sesuatu yang sederhana untuk diselesaikan sekejap. Karena itu sudah seharusnya anggaran untuk kenikmatan anggota DPRD tak membebani anggaran yang seharusnya untuk penanganan pandemi," kata Lucius.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Wakil Rakyat Positif Corona, DPRD DKI Diguyur Disinfektan