
Guys! Harga Pangan Tak Lagi Bersahabat, Ini yang akan Terjadi

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebulan terakhir, harga komoditas pangan terutama untuk kategori hortikultura mulai 'membandel' alias tak jinak. Setidaknya ada delapan jenis komoditas pangan dari sektor pertanian dan peternakan yang harganya melambung dan diperkirakan memicu terjadinya inflasi di bulan November ini.
Perkiraan Bank Indonesia (BI) dalam Survei Pemantauan Harga (SPH) minggu keempat bulan ini bakal terjadi inflasi sebesar 0,25% month to month (mtm). Secara tahunan inflasi diramal bakal tembus ke level 1,57% (yoy).
Komoditas pangan masih jadi penyebab terjadinya inflasi.
"Penyumbang utama inflasi, yaitu daging ayam ras sebesar 0,10% (mtm), telur ayam ras sebesar 0,05% (mtm), bawang merah, cabai merah, cabai rawit, dan minyak goreng masing-masing sebesar 0,02% (mtm), serta tomat, bawang putih, dan jeruk masing-masing sebesar 0,01% (mtm)." tulis BI dalam situs resminya.
Perkiraan BI tersebut senada dengan kondisi yang terjadi di lapangan. Daging ayam ras segar, bawang merah dan cabai rawit merah merupakan tiga komoditas pangan yang harganya paling melambung sejak 27 Oktober lalu.
Rata-rata harga daging ayam ras segar di pasar tradisional nasional sudah tembus Rp 35 ribu per kilogram akhir pekan lalu. Harga kebutuhan pokok ini naik 6,3% dibanding akhir bulan lalu.
Tak hanya daging ayam saja yang harganya melesat. Produk peternakan lain yang juga ikut terkerek naik adalah telur ayam. Pada 27 Oktober 2020, harga 1 kg telur ayam dibanderol di Rp 25 ribu/kg. Per 27 November lalu harganya sudah di atas Rp 26 ribu/kg atau naik 5,4%.
Harga bawang merah juga melesat sampai 6,3% untuk periode yang sama. Jika akhir bulan lalu harga bawang merah di pasar tradisional masih di kisaran Rp 35 ribu - Rp 36 ribu untuk satu kilogram, kini harga sudah mendekati level Rp 38 ribu/kg.
Cabai rawit merah menjadi komoditas yang menyumbang kenaikan paling fantastis. Harga cabai semakin pedas dengan mengalami kenaikan sebesar 14,6% dalam sebulan terakhir. Kini harga si 'pedas' di pasar tradisional sudah tembus di atas Rp 40 ribu/kg.
Kenaikan harga minyak sawit mentah (CPO) sebagai salah satu bahan dasar pembuatan minyak goreng juga berpengaruh terhadap harga bahan pokok ini. Apabila dalam kondisi normal harga minyak goreng curah hanya di kisaran Rp 11 ribu/kg, kini sudah di atas Rp 13 ribu/kg.
Harga CPO yang kini berada di level tertingginya dalam delapan tahun terakhir membuat harga minyak goreng curah di pasar-pasar tradisional nusantara naik 2,3% sebulan belakangan.
Komoditas pertanian lain yang harganya juga melambung adalah bawang putih. Lebih dari 90% pasokan bawang putih Tanah Air diimpor dari China dan negara produsen lain seperti India.
Harga bawang putih per kilogram sekarang sudah dekati Rp 29 ribu yang mengindikasikan adanya peningkatan harga sebesar 4,5% dalam kurun waktu 30 hari terakhir.
Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) kenaikan harga cabai merah terjadi di 82 kota. Kenaikan tertinggi terjadi di Bulukumba sebesar 85%, Padang, Sidempuan dan Tegal masing-masing 76% untuk bulan Oktober.
Bawang merah juga naik di 70 kota yang IHK-nya dipantau oleh otoritas data nasional tersebut. Kenaikan harga bawang merah tertinggi dijumpai di Lhokseumawe dengan peningkatan sebesar 33%.
Secara musiman, harga komoditas pangan umumnya menguat jelang akhir tahun karena adanya libur panjang Natal dan tahun baru yang dicirikan dengan meningkatnya permintaan.
Selain dari sisi permintaan yang umumnya meningkat, ada faktor lain yang lebih berperan dalam mendongkrak harga bahan pangan yaitu dari sisi pasokan dan distribusi. Menurut Ketua BPS, Suhariyanto mengatakan faktor cuaca juga memberikan andil terhadap melambungnya harga komoditas hortikultura.
"Kalau kami lihat kenaikan harga cabai merah dan bawang merah lebih karena cuaca yang tidak terlalu berpihak. Curah hujan yang tinggi berdampak pada produksi dan kualitas cabai merah, hal yang sama juga terjadi pada bawang merah," katanya dalam konferensi pers virtual, Senin (2/11/2020).
Ia mengatakan bahwa sejumlah harga komoditas pangan masih berpotensi mengalami lonjakan hingga akhir tahun ini, termasuk harga cabai merah dan bawang merah.
Hujan yang terlalu lebat cenderung bakal menyebabkan banjir. Konsekuensi dari lahan pertanian yang terendam banjir adalah gagal panen hingga rusaknya stok. Hal ini akan membuat pasokan menjadi menipis dan harga pun melambung.
Tahun ini Indonesia juga kedatangan tamu yaitu La Nina. Fenomena perubahan iklim ini menurut BMKG berpotensi mendatangkan hujan yang 40% lebih lebat dari kondisi normal. La Nina diproyeksikan bakal melanda seluruh wilayah Indonesia setidaknya sampai akhir tahun dan baru mereda bulan Februari tahun depan.
Dampak dari perubahan cuaca yang terkait dengan La Niña pada ketahanan pangan sulit untuk diprediksi. Secara historis, peningkatan curah hujan berdampak negatif pada produksi pertanian di beberapa daerah dan positif pada daerah lainnya.
Namun, perubahan cuaca cenderung berdampak negatif terhadap akses pangan dan situasi ketahanan pangan sampai pada mata pencaharian kelompok yang paling rentan.
Curah hujan yang tinggi juga membuat penanaman komoditas tertentu yang sangat sensitif terhadap perubahan cuaca seperti cabai semakin sulit serta menghambat proses distribusi. Alhasil pasokan di pasar pun ikut menipis.
Melihat fenomena kenaikan harga bahan pokok di tengan tergerusnya daya beli masyarakat akibat resesi yang dipicu pandemi membuat pemerintah harus merespons dengan cepat dan efektif.
Harus ada diagnosis yang tepat untuk mengidentifikasi pemicu terjadinya kenaikan harga. Perlu kalkukasi cermat antara permintaan dan pasokan berbagai komoditas serta penelusuran jalur distribusinya. Agar pengambilan kebijakan yang serampangan seperti asal buka keran impor yang merugikan petani dapat dihindari.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Pangan Mulai 'Nakal', Tanda-Tanda Apa Ini?
