
Ngajak Ribut! ISIS Klaim Kirim Roket ke Kilang Minyak Irak

Jakarta, CNBC Indonesia - Kelompok militan jihadis bersenjata ISIL (Islamic State of Iraq and the Levant), atau lebih dikenal dengan nama ISIS, mengklaim bertanggung jawab atas serangan roket yang menyebabkan kebakaran kilang minyak di Irak utara. Mereka mengatakan di situsnya Amaq bahwa dua roket Katyusha digunakan dalam serangan itu.
Kementerian perminyakan Irak mengatakan serangan roket tersebut menghantam tangki penyimpanan bahan bakar di kilang kecil Siniya yang terletak di provinsi Salahuddin pada Minggu (29/11/2020). Beruntung tidak ada laporan korban jiwa atas insiden tersebut.
Akibat serangan roket tersebut, operasi kilang minyak harus dihentikan sementara. Api baru dapat dipadamkan dalam beberapa jam setelah serangan itu, menurut informasi Northern Refining Company milik negara yang menjalankan kilang tersebut.
Para pejabat mengatakan penghentian operasi di kilang Siniya, yang memiliki kapasitas penyulingan 30.000 barel per hari, adalah langkah pengamanan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
"Kami benar-benar menutup unit produksi untuk menghindari kerusakan parah yang dapat terjadi," kata seorang insinyur kepala di kilang tersebut, berbicara kepada Reuters tanpa menyebut nama.
Kilang Siniya berada di dekat kilang minyak terbesar Irak, yakni Baiji, yang mengalami kerusakan cukup parah selama perang melawan kelompok ISIL. Kilang tersebut dirombak dan akhirnya dibuka kembali pada tahun 2017 setelah kekalahan grup tersebut.
Meskipun ISIL tidak lagi menguasai wilayah di Irak, kelompok tersebut mempertahankan sel tidur dan sering melakukan serangan di seluruh bagian negara, termasuk utara.
Kelompok bersenjata yang didukung Iran ini juga diyakini berada di balik serangkaian serangan roket dan mortir yang menargetkan kepentingan Amerika Serikat di Irak. Hal ini membuat frustrasi pemerintahan Presiden Donald Trump, yang pada September lalu mengancam akan menutup kedutaan besarnya di Baghdad jika mereka melanjutkan serangan tersebut.
Serangan Minggu menandakan bahwa pejuang ISIS mungkin masih mampu melancarkan serangan terhadap pasukan keamanan dan situs energi vital, meskipun dikalahkan selama kampanye militer yang didukung AS pada 2014-2017 silam.
Awal bulan ini, AS mengumumkan akan mengurangi lebih lanjut jumlah pasukan yang ditempatkan di Timur Tengah, menyebabkan kekhawatiran di kalangan analis yang khawatir langkah seperti itu mungkin merugikan negara-negara seperti Irak.
Penjabat Menteri Pertahanan AS Christopher Miller menyatakan Trump telah memutuskan untuk mengurangi kehadiran pasukan AS di Afghanistan dan Irak menjadi 2.500 masing-masing pada 15 Januari 2021.
(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 7 Roket Gempur Pangkalan AS di Irak, 5 Jatuh di Desa Tetangga