Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komisaris Jenderal Firli Bahuri mengungkapkan KPK telah menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo pada Rabu (25/11/2020) dini hari WIB.
"Tadi malam menteri KKP diamankan KPK di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta saat kembali dari Honolulu. Yang bersangkutan terlibat korupsi dalam penetapan izin ekspor baby lobster," ujarnya.
Menurut Firli, Edhy saat ini berada di KPK untuk dimintai keterangan. Penjelasan resmi, lanjut dia, akan segera disampaikan KPK.
"Mohon kita beri waktu tim kedeputian penindakan bekerja dulu," kata Firli.
Edhy Prabowo memang mencabut aturan larangan ekspor benih lobster yang sempat dibuat oleh Menteri KKP sebelumnya Susi Pudjiastuti. Edhy Prabowo telah mengeluarkan Permen No 12 tahun 2020 tentang pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan di wilayah RI.
Pada era Susi, larangan ekspor benih lobster tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56 Tahun 2019. Benih lobster yang dilarang ditangkap dan diekspor adalah yang sedang berterlur atau ukuran karapaksnya kurang dari 8 cm dan berat di bawah 200 gram per ekor.
Sejak peraturan itu diteken pada 26 Desember 2016, ekspor lobster secara keseluruhan (total dewasa hasil tangkap) pada 2017 ekspor lobster jenis Panulirus spp. (HS 03063120) saja mencapai 1.286 ton senilai US$ 16 juta.
HALAMAN SELANJUTNYA >> Edhy Sempat Gandeng Bareskrim Polri
Dalam siaran pers KKP pada 14 November 2020 lalu, ternyata kementerian telah membuat kesepakatan dengan pelaku usaha, mulai dari nelayan/kelompok usaha bersama, pembudidaya, eksportir, serta instansi terkait lainnya termasuk Bareskrim Polri, terkait pelaksanaan pengawasan tata kelola lobster di tanah air.
Disebutkan, upaya ini merupakan langkah maju dalam upaya melibatkan stakeholder terkait dalam pengelolaan lobster yang berkelanjutan.
"Ini merupakan pendekatan partisipatif dalam rangka penaatan pengelolaan lobster", ungkap Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Tb Haeru Rahayu.
Tebe demikian disapa mengungkapkan bahwa kesepakatan tersebut diantaranya bahwa pelaku usaha penangkapan, pembudidaya dan distribusi lobster sepakat untuk melakukan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan lobster.
Pelaku usaha pun menyetujui penindakan oleh aparat penegak hukum jika terdapat di antara mereka yang melakukan kegiatan yang ilegal di bidang usaha penangkapan, pembudidayaan, dan distribusi lobster, serta mengabaikan seluruh ketentuan perizinan.
"Semua berkomitmen untuk patuh pada ketentuan yang berlaku," ujarnya.
Tebe juga memastikan bahwa terkait dengan pengawasan tata kelola lobster ini, pihaknya akan berkoordinasi dengan berbagi pihak terkait termasuk diantaranya Bareskrim. Kedua, institusi ini juga sepakat bersama-sama mengawasi dan menindak apabila terjadi penyimpangan terkait tata kelola lobster sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020.
"Kami akan bersinergi untuk memastikan semua pelaku usaha patuh," sambungnya.
Sementara itu, dihubungi di tempat yang sama, Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan, Drama Panca Putera menyampaikan bahwa upaya pengawasan tata kelola lobster akan diarahkan untuk meningkatkan kepatuhan pelaku usaha.
Pengawas perikanan akan melakukan langkah aktif untuk memastikan tata kelola lobster dipatuhi oleh pelaku usaha. Drama tidak menampik apabila ada pelanggaran yang dilakukan akan dikenakan sanksi administrasi sebagaimana ketentuan yang berlaku.
"Pendekatannya adalah peningkatan kepatuhan. Kami harap ini bisa dipahami dengan baik oleh pelaku usaha," ungkap Drama.