Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar mengejutkan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo ditangkap KPK, Rabu (25/11/2020) yang diduga terkait benih lobster alias benut. Sosok politisi Partai Gerindra ini sempat mengeluarkan kebijakan kontroversi terkait lobster.
Edhy Prabowo akhirnya mencabut aturan larangan ekspor benih lobster yang sempat dibuat oleh Menteri KKP sebelumnya Susi Pudjiastuti. Edhy Prabowo telah mengeluarkan Permen No 12 tahun 2020 tentang pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan di wilayah RI.
"Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/PERMENKP/2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) dari Wilayah Negara Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1999), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," kata Edhy Prabowo.
Ketentuan ini berlaku efektif pada 5 Mei 2020, adapun Edhy Prabowo menandatangani aturan ini pada 4 Mei 2020. Pertimbangan aturan ini antara lain untuk menjaga keberlanjutan ketersediaan sumber daya perikanan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, kesetaraan teknologi budidaya, pengembangan investasi, peningkatan devisa negara.
Namun, kebijakan ini menuai polemik, selain persoalan kontroversi kebijakannya yang dianggap pro eksploitasi alam juga persoalan dengan anggapan kebijakan ini menguntungkan pihak tertentu.
Edhy sempat menjawab kritik perihal izin ekspor benih lobster yang diberikan kepada 26 perusahaan eksportir benih lobster yang diduga memiliki kedekatan atau satu lingkarandengan partai EdhyPrabowobernaung.
"Kalau bapak ibu menilai, ada orang Gerindra. Kebetulan saya orang Gerindra. Tidak masalah, saya siap dikritik tentang itu. Tapi hitung berapa yang diceritakan itu, mungkin tidak lebih dari lima orang, atau dua orang tapi sisanya 24 lagi siapa, itu semua orang Indonesia," kata Edhy dalam rapat bersama Komisi IV DPR RI, Senin (6/7).
Berikut perihal kebijakan ekspor benih lobster di tangan Edhy Prabowo:
Hal 2>>
Langkah Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo merilis Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 menuai kritikan dari sejumlah kalangan. Sebab, kebijakan terkait izin ekspor benih lobster itu dikhawatirkan mengancam populasi komoditas tersebut di tanah air.
"Aturan itu dibuat berdasarkan kajian para ahli. Sehingga kita lihat saja dulu. Kita bikin itu juga berdasarkan perhitungan", katanya dalam rilis KKP yang diterima CNBC Indonesia, 13 Mei 2020).
Edhy bilang kebijakan izin ekspor benih lobster tak akan mengancam populasi komoditas lobster. Berdasarkan hasil pertemuannya dengan ahli lobster Universitas Tasmania Australia, Edhy menjelaskan komoditas tersebut memang sudah bisa dibudidaya. Ditambah lagi, lobster budidaya memiliki potensi hidup sebesar 70 persen, jauh lebih tinggi dibanding lobster yang hidup di alam.
Edhy juga mengklaim bahwa aturan izin ekspor tersebut sangat mengedepankan aspek keberlanjutan. Ia menegaskan ekspor baru boleh dilakukan setelah melakukan budidaya dan melepasliarkan dua persen hasil panen ke alam, sehingga peremajaan tetap terjadi.
"Saya pikir ini bisa menjaga keberlanjutan," ujar Edhy.
Selain itu, alasan ekonomi juga menjadi pertimbangan penerbitan aturan ekspor benih lobster. Edhy menuturkan larangan penangkapan dan atau pengeluaran bahkan budidaya lobster dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 yang dikeluarkan pada era Susi Pudjiastuti, dinilai merugikan nelayan. Banyak nelayan yang kehilangan mata pencarian setelah ditetapkannya peraturan Susi tersebut.
"Kami mendorong keberlanjutan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi. Keduanya harus sejalan. Tidak bisa hanya keberlanjutan saja tapi nelayan kehilangan penghasilan. Tidak bisa juga menangkap saja tanpa mempertimbangkan potensi yang dimiliki," kata Edhy.
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo resmi membuka izin ekspor benih lobster. Saat ini sebanyak 26 calon eksportir sudah ditetapkan oleh KKP.
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo memastikan, proses seleksi untuk menjadi eksportir benih lobster terbuka untuk siapa saja baik perusahaan maupun koperasi berbadan hukum.
Selama pengaju memenuhi persyaratan dan kualifikasi, KKP tidak akan mempersulit. Bahkan agar proses seleksi hingga ekspor berjalan sesuai prosedur dan ketentuan hukum, semua dirjen dilibatkan termasuk bagian inspektorat. Ia menegaskan tak ikut campur dengan penetapan calon eksportir atau perusahaan tertentu.
"Ada cerita-ceritanya saya yang menentukan salah satu perusahaan. Tidak benar itu. Sudah ada timnya. Tim budidaya, tim perikanan tangkap, karantinanya, termasuk saya libatkan irjen. Semuanya terlibat, ikut turun tangan," kata Edhy dikutip dari pernyataan resminya, 5 Mei 2020.
Ia menegaskan untuk menjadi eksportir, ada sederet syarat yang harus dipenuhi. Mulai dari kemampuan berbudidaya hingga komitmen menggandeng nelayan dalam menjalankan usaha budidaya lobster.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai melakukan investigasi soal dugaan monopoli dari kegiatan bisnis ekspor benih lobster. Benih lobster belakangan memang jadi sorotan terkait izinnya yang dibuka lagi yang sebelumnya sempat dihentikan, hingga ekspor terhadap para pelaku usaha tertentu saja.
"KPPU memutuskan untuk memulai penelitian perkara inisiatif atas dugaan praktik monopoli di jasa kargo ekspor benih bening lobster sejak bulan ini untuk memperoleh bukti-bukti atas dugaan praktik monopoli di jasa tersebut," jelas KPPU dalam pernyataan resmi waktu itu.
Keputusan memulai investigasi karena berdasarkan tinjauan yang sudah dilakukan KPPU sebelumnya.
KPPU juga telah melakukan advokasi sejak Juli 2020 dan telah memanggil para pihak terkait, seperti Asosiasi Pengusaha Kelautan dan Perikanan Indonesia (APKPI), Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (ABILINDO), Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM), Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap dan Direktorat Jenderal Budidaya Perikanan (Kementerian Kelautan dan Perikanan) dan beberapa pelaku usaha kargo.