Ribuan Restoran di Jakarta Gulung Tikar, Ini Potret Suramnya

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
19 November 2020 20:15
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memperpanjang kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama 14 hari. Terhitung dari tanggal 26 Oktober sampai 8 November 2020. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memperpanjang kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama 14 hari. Terhitung dari tanggal 26 Oktober sampai 8 November 2020. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Kalangan Pengusaha restoran meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mencabut pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi. Permintaan itu tidak lepas dari kondisi dunia usaha restoran yang terus mengalami tekanan dalam beberapa bulan terakhir.

"Saya pikir sudah nggak efektif. Sudah banyak yang benar-benar kesulitan, banyak yang benar-benar mati. Jadi udah waktunya dibikin normal, kita resto sudah rugi, nggak ada untung. Sekarang how to survive tapi kita nggak didukung sistem komprehensif, mati dong kita. Kalau ada demo, pilkada kita sampai kapan, benar-benar mati deh saya bilang, Desember bubar-bubaran deh," Wakil Ketua Umum PHRI Bidang Restoran, Emil Arifin kepada CNBC Indonesia, Rabu (18/11).

Pelaku usaha restoran membuka data yang cukup membuat miris. Selama 7 bulan pandemi Covid-19, sudah ada ribuan restoran yang gulung tikar di DKI Jakarta. Bahkan, berdasarkan data PHRI, lebih banyak restoran yang menutup secara permanen dibandingkan sementara.

"Restoran yang disurvei 4.469 restoran dari total 9.054 restoran yang tutup permanen 1033, jadi hampir 10%. Tutup sementara 429 artinya yang masih bisa buka lagi dan ini DKI Jakarta saja. Data ini per September 2020. Sekarang lebih banyak lagi kali," tambah Emil.

Angka tersebut sudah mencakup restoran yang berada di mal. Emil memperkirakan ada sekitar 4.000 lebih restoran di pusat perbelanjaan. Sebagian besar disebutnya juga sudah menutup operasi.

Kondisi yang memprihatinkan ini tidak hanya berdampak pada sektor restoran saja tetapi juga merembet ke sektor lain yang terkait. Setidaknya sektor yang terkait saat ini adalah sektor pusat perbelanjaan hingga berbagai vendor restoran yang memasok bahan baku pangan. 

Sepinya pengunjung membuat restoran lebih memilih menutup cabangnya. Para pemilik pusat perbelanjaan pun harus gigit jari karena pendapatan dari tenant tentu berkurang. 

Sementara dari sisi vendor, banyak juga yang merugi akibat tidak mendapatkan bayaran dari bahan baku yang mereka pasok ke restoran-restoran. 

"Vendor, waduh banyak yang bangkrut juga vendor-vendor. Ya gimana, dia supply ke orang nggak bayar semua. Bukan 1 atau 2 orang, hitungannya semua nggak bayar. Gimana dia mau hidup juga," sebut Emil Arifin.

Seiring berjalannya waktu, pengusaha restoran pun dikabarkan banyak yang memilih tutup total, dari yang sebelumnya hanya tutup sementara. Maklum karena sudah kepalang tanggung, cashflow mereka hancur berantakan dan kalaupun buka pendapatannya tidak pasti sementara ongkos sewa tempat, listrik hingga karyawan sudah pasti dikeluarkan. 

"Yang masih bertahan sekalipun berpikir untuk tutup. Karena daripada buka tapi hanya boleh take away, mending tutup sekalian. Dan yang tutup permanen saya perkirakan mungkin di November-Desember tutup itu sekitar 30-40%, dan itu di mal saja," kata Emil.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular