
Trump Sanksi Besar-besaran Iran, Serang Ayatollah Khamenei

Jakarta, CNBC Indonesia - Hubungan Amerika Serikat (AS) danĀ Iran makin memanas. Pemerintah AS mulai memberlakukan sanksi luas yang menargetkan Iran pada Rabu (18/11/2020).
Salah satunya memasukkan daftar hitam yayasan yang dikendalikan oleh Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei dan membidik pelanggaran hak asasi manusia Iran setahun setelah tindakan keras mematikan terhadap demonstran anti-pemerintah.
![]() Iran's Supreme Leader Ayatollah Ali Khamenei speaks at the Hussayniyeh of Imam Khomeini in Tehran, Iran, August 13, 2018. Official Khamenei website/Handout via REUTERS ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY. NO RESALES. NO ARCHIVES |
Sanksi yang diumumkan oleh Departemen Keuangan AS, yang juga menargetkan menteri intelijen Iran, merupakan tindakan terbaru untuk memperkuat kampanye 'tekanan maksimum' terhadap Iran yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump.
Kampanye ini dilakukan sebelum Trump akan menyerahkan kekuasaan kepada Presiden terpilih Joe Biden setelah kalah dalam pemilihan 3 November lalu.
Departemen tersebut menjatuhkan sanksi pada jaringan patronase utama untuk Khamenei. Dikatakan pihaknya memasukkan Bonyad Mostazafan atau Yayasan Kaum Tertindas, yang dikendalikan oleh Khamenei, dalam sebuah langkah menargetkan 10 individu dan 50 anak perusahaan yayasan di berbagai sektor termasuk energi, pertambangan dan jasa keuangan.
Sanksi tersebut membekukan aset AS dari mereka yang menjadi sasaran. Umumnya hal ini melarang orang Amerika berbisnis dengan Iran. Siapa pun yang melakukan transaksi tertentu dengan individu dan entitas dari Iran berisiko terkena sanksi AS.
Yayasan amal atau lembaga ekonomi, budaya dan kesejahteraan sosial telah mengumpulkan kekayaan dalam jumlah besar yang merugikan ekonomi Iran, serta mengendalikan ratusan perusahaan dan properti yang disita sejak Revolusi Islam 1979, menurut informasi orang dalam.
Departemen Keuangan dalam sebuah pernyataan menuduh Khamenei menggunakan kepemilikan yayasan untuk "memperkaya kantornya, memberi penghargaan kepada sekutu politiknya, dan menganiaya musuh rezim".
"Amerika Serikat akan terus menargetkan pejabat utama dan sumber penghasil pendapatan yang memungkinkan penindasan berkelanjutan rezim terhadap rakyatnya sendiri," kata Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Reuters.
Alireza Miryousefi, juru bicara misi Iran untuk PBB di New York, menyebut sanksi baru itu "tanda putus asa" oleh pemerintahan Trump.
"Upaya terbaru untuk melanjutkan kebijakan gagal 'tekanan maksimum' terhadap Iran dan warganya akan gagal, seperti semua upaya lainnya," kata Miryousefi.
Sementara kepala yayasan yang masuk daftar hitam, Parviz Fattah mencuit, "Perjuangan pemerintah AS yang menurun tidak dapat memengaruhi aktivitas anti-sanksi yayasan dan produktivitasnya."
Fattah, yang termasuk di antara mereka yang masuk daftar hitam, menggambarkan Trump sebagai "pecundang dan orang yang terganggu."
Ketegangan AS-Iran telah meningkat sejak Trump dua tahun lalu meninggalkan kesepakatan nuklir Iran 2015 yang dibuat oleh Presiden Barack Obama.
Trump juga memulihkan sanksi ekonomi keras yang dirancang untuk memaksa Teheran ke dalam negosiasi yang lebih luas untuk mengekang program nuklir, pengembangan rudal balistik, serta dukungan untuk pasukan proxy regional.
Presiden terpilih Biden, yang akan menjabat pada 20 Januari 2021, mengatakan dia akan mengembalikan AS ke kesepakatan nuklir, jika Iran melanjutkan kepatuhan.
(sef/sef) Next Article Duh, Donald Trump Diancam Diculik & Dibunuh
