Jakarta, CNBC Indonesia - Sudah banyak negara yang mengumumkan data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020. Namun 33 di antaranya masih menunjukkan angka minus, terjadi kontraksi ekonomi.
Seluruh negara tersebut sudah mencatatkan kontraksi Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal II-2020. Artinya kontraksi PDB terjadi dua kuartal beruntun, yang merupakan definisi dari resesi.
Dari 33 negara itu, Filipina jadi yang paling parah. Pada kuartal III-2020, negara yang dipimpin oleh Presiden Rodrigo Duterte itu membukukan pertumbuhan ekonomi -11,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yang -16,9% YoY, tetapi masih negatif dua digit.
Bagaimana posisi Indonesia di 'klub' resesi tersebut? Dengan kontraksi ekonomi 3,49% YoY, Indonesia menempati peringkat sembilan. Lebih baik ketimbang sejumlah negara Asia seperti Hong Kong, Arab Saudi, Jepang, Singapura, dan tentu saja Filipina.
Kemarin, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjyo mengungkapkan ekonomi Tanah Air bisa tumbuh positif pada kuartal IV-2020. Artinya, Indonesia bisa keluar dari 'lumpur' resesi dalam waktu yang tidak terlampau lama.
Namun sejumlah kalangan tidak berpandangan demikian. Mirae Asset memperkirakan ekonomi Ibu Pertiwi pada kuartal IV-2020 masih tumbuh negatif 1,75% YoY. Lebih buruk dari perkiraan semula yang tumbuh positif 1,12%.
Salah satu faktor yang melatarbelakangi proyeksi tersebut adalah aktivitas industri manufaktur. Dari sisi lapangan usaha, industri manufaktur adalah kontributor terbesar dalam pembentukan PDB.
Pada Oktober 2020, aktivitas manufaktur Indonesia yang dicerminkan dalam Purchasing Managers' Index (PMI) diberi skor 47,8. Masih di bawah 50, artinya industriawan belum melakukan ekspansi, masih di zona kontraksi.
"Jika aktivitas manufaktur terus di zona kontraksi, maka akan menyebabkan risiko besar bagi pemulihan ekonomi karena sumbangannya yang dominan dalam pembentukan PDB. Oleh karena itu, kami menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk kuartal IV-2020 menjadi -1,75% YoY dari sebelumnya 1,12% YoY," sebut Anthony Kevin, Ekonom Mirae Asset, dalam risetnya.
Selain Mirae Asset, Citi pun memperkirakan ekonomi Indonesia masih terkontraksi pada kuartal pamungkas 2020. Dengan belanja modal korporasi yang masih seret, sulit berharap akan ada penciptaan lapangan kerja yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Ekonomi kuartal IV-2020 bisa terangkat karena libur panjang, puncak belanja pemerintah, maupun pemulihan ekspor. Namun sepertinya konsumsi rumah tangga masih lemah, pemulihannya berjalan lambat. Oleh karena itu, kami memperkirakan ekonomi kuartal IV-2020 masih tumbuh negatif," sebut riset Citi.
Kalau Mirae Asset menyoroti PDB dari sisi lapangan usaha, Citi mengedepankan sisi pengeluaran. Konsumsi rumah tangga adalah penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB dari sisi ini.
"Konsumsi kelompok masyarakat berpendapatan menengah-bawah masih terbatas. Melihat data ketenagakerjaan per Agustus 2020, sekitar 6 juta pekerja terpaksa kembali ke sektor informal. Ini di luar tambahan 2,7 juta jiwa yang menjadi pengangguran baru," tulis riset Citi.
Dengan prospek pandapatan yang masih tidak menentu akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), sulit berharap konsumsi rumah tangga bisa tumbuh di kisaran 5% seperti masa pra-pandemi. Saat konsumsi masih seret, maka ekonomi sulit terakselerasi.
Oleh karena itu, harapan Indonesia bisa bebas dari resesi pada kuartal IV-2020 masih samar-samar. Boleh saja berharap, karena peluang tumbuh positif tentu ada. Akan tetapi risiko ke bawah (downside risk) masih sangat besar, dan itu tidak bisa dikesampingkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA