Internasional

Menhan Biden Bakal Tenggelamkan China di Laut China Selatan?

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
16 November 2020 07:55
In this photo provided by U.S. Navy, the USS Ronald Reagan (CVN 76) and USS Nimitz (CVN 68) Carrier Strike Groups steam in formation, in the South China Sea, Monday, July 6, 2020. China on Monday, July 6, accused the U.S. of flexing its military muscles in the South China Sea by conducting joint exercises with two U.S. aircraft carrier groups in the strategic waterway.(Mass Communication Specialist 3rd Class Jason Tarleton/U.S. Navy via AP)
Foto: USS Ronald Reagan (CVN 76) dan USS Nimitz (CVN 68) Carrier Strike Groups di Laut Cina Selatan, Senin, (6/7/2020). (Mass Communication Specialist 3rd Class Jason Tarleton/U.S. Navy via AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Para pengamat dari China menyatakan khawatir dengan Michèle Angélique Flournoy, bakal calon potensial kepala Pentagon atau Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan presiden terpilih Joe Biden.

Pasalnya, Flournoy, yang sebelumnya merupakan Wakil Menteri Pertahanan dalam Pemerintahan Presiden ke-44 Barack Obama, menyarankan pasukan AS harus ditempatkan di Laut China Selatan (LCS) untuk mencegah China semakin mengklaim perairan tersebut.

LCS merupakan perairan penuh sengketa beberapa negara Asia, dan juga menjadi pusat keterlibatan AS di Indo-Pasifik, dengan staf senior Presiden ke-45 Donald Trump dan pejabat China memperdebatkan klaim kedaulatan di wilayah tersebut.

Dalam tulisannya di jurnal Foreign Affairs pada awal 2020, Flournoy menyerukan peningkatan kehadiran angkatan laut AS di LCS. Dia mengatakan bahwa Washington kehilangan kemampuan untuk melawan agresi militer Beijing di perairan yang disengketakan tersebut.


"Misalnya, jika militer AS memiliki kemampuan untuk secara kredibel mengancam untuk menenggelamkan semua kapal militer, kapal selam, dan kapal dagang China di LCS dalam waktu 72 jam, para pemimpin China mungkin berpikir dua kali sebelum, katakanlah, meluncurkan sebuah blokade atau invasi Taiwan; mereka harus bertanya-tanya apakah layak mempertaruhkan seluruh armada mereka," tulis Flournoy, dikutip dari Express UK.

Perempuan kelahiran 14 Desember 1960 ini juga belum lama ini menegaskan kembali sikap anti-China dan keinginannya untuk pertahanan Amerika yang lebih kuat di Indo-Pasifik.

"Kita harus memiliki keunggulan yang cukup, yang pertama dan terpenting kita dapat mencegah China menyerang atau membahayakan kepentingan vital kita dan sekutu kita. Itu berarti tekad," kata Flournoy dalam sebuah wawancara dengan Defense News.

Namun Flournoy itu juga menginginkan perubahan dari pandangan pemerintahan Trump tentang China selama ini, dan menyatakan keinginan untuk beberapa kerja sama antara Beijing dan Washington.

"Ada serangkaian ancaman, apakah itu mencegah pandemi berikutnya, atau menangani perubahan iklim, atau berurusan dengan proliferasi nuklir Korea Utara di mana, suka atau tidak, kita harus berurusan dengan China sebagai mitra atau kita tidak bisa menyelesaikan masalah," tambahnya.

Para pengamat China menolak proposal Flournoy untuk kehadiran besar Angkatan Laut AS di LCS, mengatakan China siap untuk membalas jika AS secara besar-besaran meningkatkan kehadirannya di perairan tersebut.

"Ancaman seperti itu hampir tidak dapat bekerja, karena PLA telah dan selalu memperhitungkan campur tangan Amerika secara langsung ketika merencanakan operasi militer di Taiwan," kata Wu Xinbo, direktur Pusat Studi Amerika Universitas Fudan kepada South China Morning Post (SCMP).

Collin Koh, peneliti dari S. Rajaratnam School of International Studies di Nanyang Technological University Singapura, juga mencatat Flournoy dan sikap administrasi Biden terhadap China.

"Terlepas dari siapa yang ada di Gedung Putih, kemampuan untuk mempertahankan pencegahan yang kredibel dan jika perlu, mengalahkan agresi (Tentara Pembebasan Rakyat) terhadap Taiwan sesuai dengan Undang-Undang Hubungan Taiwan, akan dipandang sebagai pemberian," tambah Koh.

Setelah mengalahkan Trump dalam pemilihan AS, Biden telah menjelaskan bahwa dia akan tegas pada China dengan cara yang sama seperti pendahulunya. Selama kampanye, Biden mengecam Presiden China Xi Jinping sebagai "preman" dan berjanji untuk memimpin kampanye internasional untuk "menekan, mengisolasi, dan menghukum China".

Biden juga bersikap tegas dalam penilaiannya terhadap penahanan dan perlakuan China terhadap Muslim Uighur, yang dianggap sebagai kegiatan genosida. Tapi Biden juga diharapkan mengejar kepentingan nasional AS dan berkolaborasi dengan China dalam kebijakan perubahan iklim.


(sef/sef) Next Article Awas Perang! Pentagon Kecam Keras China

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular