
Mengenal Perjanjian Dagang RCEP yang Katanya Untungkan China
Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
16 November 2020 07:44

Sementara itu, pengamat ekonomi Institute for Development on Economics (Indef) Bhima Yudhistira menilai RCEP bukan hanya soal liberalisasi perdagangan tapi juga arus tenaga kerja, dan permodalan asing. Ini, kata dia, bisa semakin merugikan Indonesia.
"Dalam hal liberalisasi perdagangan saja Indonesia bisa dirugikan dengan kehadiran raksasa China dan Australia. Hingga september 2020, neraca dagang Indonesia dengan China dan Australia masing-masing defisit US$ 6,6 miliar dan US$ 1,5 miliar," katanya saat ditanyai CNBC Indonesia.
"Ditambah adanya liberalisasi penurunan tarif maka defisit perdagangan Indonesia dengan negara mitra RCEP semakin melebar."
"Kemudian terkait soal penanaman modal punya dampak negatif terhadap dominannya modal asing diberbagai sektor. Sebelumnya saja Indonesia sudah meratifikasi AFAS (ASEAN Framework Agreement on Services) untuk mempermudah masuknya investasi asing di sektor keuangan," katanya.
"Apalagi ada RCEP, perbankan, asuransi hingga perusahaan dalam negeri makin didominasi modal asing."
Menurutnya ini akan berimplikasi cukup serius terhadap pelebaran defisit transaksi berjalan khususnya neraca pendapatan primer dan neraca jasa. Semakin banyak modal asing, ini pun akan melemahkan rupiah dalam jangka panjang.
"Setiap bagi-bagi dividen atau laba uangnya akan dikonversi ke mata uang asing. Ini bisa berisiko melemahkan rupiah dalam jangka panjang," jelasnya.
"Sepertinya Indonesia harus lakukan safeguard perdagangan yang lebih ketat, mengingat non-tarif barier Indonesia baru mencapai 272 jenis, sementara China 2.194 jenis, Jepang 1.294 jenis, dan Australia 789 jenis. Tanpa non-tarif barier khususnya bidang pangan, akan merugikan petani dan kemandirian pangan dalam jangka panjang." (sef/sef)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular