
Jokowi Hingga Terawan Dapat Sentimen Negatif Selama Pandemi

Jakarta, CNBC Indonesia - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) merilis laporan analisis big data mengenai kinerja pemerintah Republik Indonesia saat ini.
Riset analisis sentimen INDEF tentang kinerja pemerintah dilakukan dengan pengumpulan data (data mining) selama periode Juli sampai 13 November 2020, dan hasilnya terkumpul sebanyak 2,18 juta data percakapan di media sosial. Data mentah yang mengandung bot kemudian disaring kembali.
Kata kunci yang paling banyak muncul adalah 'joko widodo', 'presiden jokowi', 'jokowi'. Sementara untuk jajaran menteri, lebih banyak muncul kata kunci 'terawan agus putranto', 'menkes terawan', 'menterikesehatan', dan 'menteri kesehatan'.
"Presiden Joko Widodo memiliki sentimen negatif 49,9% karena kebijakan-kebijakan yang banyak ditentang publik, terutama terkait lima isu, hal dan kebijakan," kata ekonom senior INDEF Didik Junaedi Rachbini dalam konferensi pers virtual INDEF pada Minggu (15/11/2020).
Kelima isu yang menyebabkan sentimen negatif yang tinggi bagi Jokowi adalah pengesahan omnibus law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja, masalah penanganan pandemi Covid-19 yang tidak memadai, isu dinasti politik dalam pilkada, pelaksanaan pilkada pada masa pandemi, serta masalah utang luar negeri yang meningkat pesat.
"Kalau dalam teori politik, presiden atau pimpinan yang mau mengambil kebijakan tidak populer tapi tidak baik untuk bangsa, itu paling tidak harus punya popularitas 80%," kata Didik.
"Ini Jokowi (dengan tingkat popularitas yang turun), sangat berani mengambil keputusan dan kebijakan yang tidak populer. Ini akan menimbulkan kontroversi dan pertentangan. Kalau ini diteruskan, berarti presiden memulai atau menjadi sumber pertentangan di media sosial dan di lapangan," lanjutnya.
Menurut Didik, selama ini hampir tidak pernah ada presiden atau perdana menteri, dengan tingkat popularitas yang rendah di bawah 70-80%, yang mengambil keputusan kontroversial dan yang ditentang oleh publik dengan sentimen negatif yang cukup tinggi.
"Kalau itu diteruskan, akan gawat. Itu memaksakan kita sebagai negara terbelah. Jika dipaksakan, maka konflik dan perpecahan tersebut akan semakin besar. Ini bisa dipastikan kebijakan itulah akar masalahnya dan itu berasal dari institusi kepresidenan, sikap dan kebijakan presiden," kata Didik.