RI Sah Resesi, Hampir 10 Juta Orang di Indonesia Nganggur!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
05 November 2020 17:55
Pencari kerja memadati gelaran Job For Career Festival 2018 di area Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Selasa (27/11). Angka pengangguran pada Agustus 2018 tercatat 7 juta orang, menurun 40 ribu orang dibanding Agustus 2017 lalu. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Pencari kerja memadati gelaran Job For Career Festival 2018 di area Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Selasa (27/11). Angka pengangguran pada Agustus 2018 tercatat 7 juta orang, menurun 40 ribu orang dibanding Agustus 2017 lalu. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jumlah pengangguran yang meningkat secara tajam akibat merebaknya pandemi Covid-19 tentu menjadi masalah yang serius bagi perekonomian nasional. Apalagi jika ditambah dengan peningkatan jumlah angkatan kerja yang mencapai 2 juta orang setiap tahunnya. 

Maka penciptaan lapangan kerja untuk mendongkrak perekonomian RI harus jadi prioritas. Dalam rangka mewujudkan maksud baik tersebut, pemerintah memutuskan untuk membuat undang-udang sapu jagat, atau yang dikenal dengan sebutan Omnibus Law Cipta Kerja, yang bertujuan agar menarik investor dan membuka lapangan kerja.

Namun bukannya disambut positif oleh publik, banyak kalangan yang justru kontra terhadap pengesahan UU Cipta Kerja oleh DPR pada 5 Oktober silam. Kalangan buruh dan mahasiswa bahkan memprotes keras dan berdemonstrasi sampai berjilid-jilid yang memicu kerusuhan di sepanjang Oktober. 

Pihak buruh menilai pengesahan UU tersebut hanya akan membuat posisi buruh akan semakin termarjinalkan. Di sisi lain banyak pihak yang kecewa karena momen pengesahannya dinilai terlalu terburu-buru hingga pembuatan kebijakan yang tidak transparan sampai sembrono karena tak melibatkan berbagai elemen. 

Lantas di tengah tingginya pengangguran dan para pencari kerja seperti sekarang ini Omnibus Law bisa jadi solusi untuk mendatangkan investor yang mau menyerap tenaga kerja nasional?

Pada periode 2010-2015, serapan tenaga kerja dari penanaman modal asing (PMA) lebih tinggi dibanding investasi domestik (PMDN).

Di tahun 2013 dan 2014 bahkan serapan tenaga kerja dari PMA mencapai 1 juta orang lebih. Namun pada 2016-2017 serapan tenaga kerja dari PMDN jauh mengungguli PMA. Barulah di dua tahun terakhir serapan PMA & PMDN cenderung setara.

Hanya saja yang disayangkan justru tren serapan tenaga kerja total dalam enam tahun terakhir cenderung menurun baik dari sisi PMA dan PMDN. Padahal populasi Indonesia terus bertambah 1% per tahunnya.

Jumlah angkatan kerja yang memasuki pasar tenaga kerja mencapai lebih dari 2 juta. Artinya masih ada jurang pemisah sebesar 1 juta orang yang belum terserap ke pasar tenaga kerja.

Melihat dari sisi makro, sektor terbesar yang paling berkontribusi terhadap perekonomian RI adalah sektor primer seperti industri pengolahan (manufaktur) dan pertanian. Namun pertumbuhan dan kontribusinya terhadap PDB justru melambat dan semakin menciut.

Tentu ini sangat disayangkan mengingat dua sektor ini adalah sektor yang padat karya dengan serapan tenaga kerja yang tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir investasi justru mengalir ke sektor-sektor yang lebih padat modal sehingga hal ini bisa menjelaskan mengapa serapan tenaga kerja cenderung menurun.

Lagipula jika melihat struktur pasar tenaga kerja RI, sektor informal masih mendominasi dengan total tenaga kerja mencapai lebih dari 70 juta orang sementara untuk sektor formal hanya 56,2 juta orang saja tahun lalu.

Investor selama ini melirik RI bukan karena untuk mencari efisiensi atau rantai pasok mengingat industri di Tanah Air juga cenderung bolong-bolong (fragmented). Artinya industri hulu ke hilir tidak terintegrasi dengan baik.

Ekonomi RI juga masih bergantung pada sektor komoditas yang nilai tambahnya rendah. Selama ini investor lebih tertarik untuk melihat Indonesia sebagai 'pasar' karena populasinya yang besar dan populasi kelas menengah yang terus tumbuh.

Kalau melihat masalah kompleks tersebut yang belum diselesaikan pada akhirnya daya saing investasi RI belum tentu terdongkrak secara signifikan.

Pada akhirnya UU Cipta Kerja juga belum tentu bisa menjamin banyak tenaga kerja domestik terserap banyak, produktivitas naik dan masyarakat menjadi lebih terangkat taraf hidupnya seperti tujuan awalnya.

Lagipula investasi bukan soal aturan yang 'manis' saja tapi tak kalah penting terletak pada aspek law enforcement, stabilitas politik, upaya penumpasan korupsi hingga langkah konkret pemerintah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular