Jika Biden Jadi Penunggu Baru Gedung Putih, Indonesia Untung?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 November 2020 12:02
Election 2020 Governor Galloway
Foto: AP/Jeff Roberson

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) tengah menggelar pesta demokrasi. Rakyat Negeri Paman Sam akan menentukan siapa pemimpin mereka untuk empat tahun ke depan.

Ada dua kandidat yaitu sang petahana Donald Trump (Partai Republik) dan Joseph 'Joe' Biden (Partai Demokrat). Sejauh ini, seperti hasil berbagai jajak pendapat, Biden lebih unggul.

Per pukul 10:21 WIB, sebenarnya suara untuk Trump lebih banyak yakni 38.896.428 berbanding 37.336.354. Namun AS menggunakan suara elektoral (electoral college) untuk menentukan pemenang, setiap negara bagian punya bobot masing-masing. Dalam hal suara elektoral, Biden unggul 131 berbanding 98.

pilpresSumber: Guardian

Kalau tidak ada kejutan, sepertinya Biden akan menjadi penunggu Gedung Putih yang baru. Tidak hanya itu, Partai Demokrat juga diperkirakan bisa menguasai legislatif. Blue Wave is coming, Demokrat memegang kendali di eksekutif dan legislatif.

Perbedaan lansekap politik di Negeri Adikuasa diperkirakan bakal melahirkan corak kebijakan yang berbeda. Salah satu perbedaan yang diperkirakan paling mencolok adalah hubungan AS dengan China.

Semasa pemerintahan Trump, Washington sangat keras terhadap Beijing. Tudingan kecurangan dagang, manipulasi mata uang, pencurian teknologi, pelanggaran hak atas kekayaan inteletual, dan sebagainya dilayangkan kepada negara komunis tersebut.

Namun yang paling menonjol tentu perang dagang AS vs China yang menjadi warna dominan dalam pemerintahan Trump. Eks taipan properti itu menilai hubungan dagang AS-China selama ini tidak adil, AS selalu mengalami defisit besar.

Pemerintahan Trump memberlakukan bea masuk bagi ribuan produk made in China untuk mengerem impor. Tidak terima, China pun membalas dengan kebijakan serupa. Hasilnya adalah perang dagang, yang memuncak pada 2018-2019. Ternyata sentimen ini masih dibawa Trump dalam pilpres 2020.

"Pilih saya dan Partai Republik untuk mewujudkan Impian Amerka! Dalam empat tahun ke depan, kita akan membuat AS sebagai kekuatan manufaktur utama dunia dan kita akan menghentikan ketergantungan terhadap China selamanya," cuit Trump di Twitter baru-baru ini.

Nah, andai Biden benar-benar melengserkan Trump, maka kemungkinan besar pendekatan semacam ini akan berubah. Jeffrey Prescott, anggota tim kampanye Biden, mengungkapkan pemerintahan Biden (jika terpilih) akan berkonsultasi kepada negara-negara sekutu AS untuk menentukan nasib bea masuk atas produk-produk China. Jika negara-negara sekutu kontra terhadap kebijakan itu, maka bukan tidak mungkin akan dicabut.

"Kesalahan pemerintahan Trump adalah memutuskan segala sesuatu sendirian. Beliau (Biden) tidak akan mengambil keputusan prematur, kami akan berkonsultasi dengan negara-negara sekutu," kata Prescott dalam wawancara dengan Reuters.

AS dan China adalah dua kekuatan ekonomi terbesar dunia. Ketika keduanya saling hambat, maka arus perdagangan dunia ikut melambat karena terganggunya rantai pasok.

Dengan adanya kemungkinan berakhirnya perang dagang AS-China saat Biden jadi presiden, maka perdagangan dunia akan kembali semarak. Apalagi tahun depan ekonomi global diperkirakan mulai pulih seiring dimulainya vaksinasi anti-virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperkirakan pertumbuhan perdagangan global tahun ini adalah -9,2%. Namun tahun depan bisa tumbuh 7,2%.

tradeSumber: WTO

Ini menunjukkan kebijakan Biden bisa berpengaruh terhadap seluruh negara, tidak terkecuali Indonesia. Ada harapan ekspor Indonesia akan membaik seiring arus perdagangan dunia yang kembali semarak.

Pada 2019, ekspor Indonesia tumbuh negatif 6,85% akibat perang dagang AS-China. Tahun ini pun sepertinya masih akan minus karena permintaan yang lesu akibat karantina wilayah (lockdown) di berbagai negara untuk meredam penyebaran virus corona.

Namun dengan kehadiran vaksin dan Biden di Gedung Putih, peruntungan Indonesia bisa berubah. Bukan tidak mungkin ekspor Indonesia akan melesat pada 2021.

Tidak hanya itu, rencana kebijakan pajak yang diusung Biden juga bisa berpengaruh buat Indonesia. Biden akan berupaya menggenjot penerimaan pajak dari perusahaan dan orang-orang kaya.

Eks Wakil Presiden di pemerintahan Barack Obama itu berjanji akan menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan atau korporasi menjadi 28% dari saat ini 21%. Lalu, Biden juga akan menerapkan pajak minimum terhadap seluruh pendapatan perusahaan AS yang beroperasi di luar negeri yang bertujuan untuk mengakhiri praktik kompetisi menurunkan tarif pajak (race to the bottom). Tarifnya adalah 21%, dua kali lipat dibandingkan sekarang.

Kemudian, Biden juga bakal mengenakan sanksi pajak bagi perusahaan yang membuka operasional di luar negeri padahal produknya dijual lagi ke konsumen AS. Plus, Biden akan mengenakan tarif pajak perusahaan minimal 15% agar tidak ada yang mangkir dari pembayaran pajak dengan dalih tidak mendapat laba.

Untuk pembayar pajak Orang Pribadi (OP), Biden akan menaikkan tarif bagi golongan pendapatan teratas menjadi 39,6%. Tarif yang berlaku saat ini adalah 37%.

Tarif (%)

Lajang

Kepala Rumah Tangga (US$)

Menikah Laporan Digabung (US$)

Menikah Laporan Dipisah (%)

10

0-9.700

0-13.850

0-19.400

0-9.700

12

9.701-39.475

13.851-52.850

19.401-78.950

9.701-39.475

22

39.476-84.200

52.851-84.200

78.951-168.400

39.476-84.200

24

84.201-160.725

84,201-160.700

168.401-321.450

84.201-160.725

32

160.726-204.100

160.701-204.100

321.451-408.200

160.726-204.100

35

204.101-510.300

204.101-510.300

408.201-612.350

204.101-306.175

37

≥510.301

≥510.301

≥612.351

≥306.176

Sumber: US Internal Revenue Services

"Joe Biden tidak akan menaikkan tarif pajak bagi mereka yang berpendapatan kurang dari US$ 400.000. Namun dia akan meminta mereka yang kaya dan perusahaan-perusahaan besar untuk membayar dengan adil," tulis laman visi-misi Joe Biden.

Andai Biden jadi presiden, maka tarif PPh Badan akan naik jadi 28%. Namun kalau perusahaan AS pilih relokasi ke luar negeri, tetap bakal kena pajak 21%.

So, pengusaha di Negeri Paman Sam tinggal pilih. Mau bayar pajak 28% atau 21%?

Kalau banyak yang lebih pilih 21%, maka ada kemungkinan perusahaan AS memilih memindahkan usahanya ke luar negeri. Indonesia bisa menjadi salah satu tujuannya. AS adalah salah satu penanam modal terbesar di Tanah Air untuk investasi sektor riil (Foreign Direct Investment/FDI).

Pada semester I-2020, nilai FDI dari AS tercatat US$ 201,1 juta dan menduduki peringkat ke-9. Kalau benar urusan pajak bisa membuat perusahaan AS memilih minggat, maka FDI yang dinikmati Indonesia bisa lebih besar lagi.

So, angin perubahan yang berhembus di Washington sepertinya juga akan terasa ke Indonesia. Namun biarlah rakyat AS yang menentukan nasibnya. Apapun hasilnya, siapapun presidennya, semua harus menerima dengan lapangan dada.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Trump Belum Kelar, Ini Jurus Baru Jegal Biden Jadi Presiden

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular