
Mengenal Electoral College, Bisa Buat Trump Presiden Lagi!

Jakarta, CNBC Indonesia - Donald Trump masih bisa menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) lagi. Meski dukungan berdasarkan polling terakhir lebih banyak untuk saingannya Joe Biden, mantan pengusaha itu tetap berpeluang menang.
Mengapa itu mungkin?
Hal ini sebenarnya terjadi di 2016 lalu. Saat itu, meski Hillary Clinton lebih populer, Trump berhasil memenangkan kursi presiden.
Padahal Hillary telah menerima hampir tiga juta suara lebih banyak daripada Trump kala itu. Namun, dengan menang tipis di negara bagian utama, Trump berhasil melampaui suara Electoral College yang diperlukan untuk ke Gedung Putih.
Mengutip AFP, Electoral College memang menjadi penentu. Ada 538 anggota dalam lembaga pemilihan itu dari 50 negara bagian AS ditambah Washington DC, berdasarkan jumlah perwakilan yang dimilikinya di DPR, ditambah dua senator.
California memiliki suara terbesar yakni 55, diikuti Texas dengan 38, Florida dan New York masing-masing 29 serta Pennsylvania dengan 20. Capres AS butuh minimal 270 suara untuk melaju ke Gedung Putih.
Kontroversi
Electoral College menjadi topik kontroversial selama beberapa tahun terakhir. Karena calon yang memenangkan suara populer bisa saja kalah ketika suara dibawa ke sistem yang diputuskan di Pennsylvania tahun 1787 ini.
Dapat dikatakan sistem ini adalah hasil dari 'kompromi' antara mereka yang menginginkan pemilihan umum langsung untuk presiden dan mereka yang lebih menyukai Kongres memutuskan siapa yang berhak menduduki posisi tersebut.
Sistem ini dibangun pada saat AS masih 'kurang memiliki identitas nasional' di mana persaingan di antara negara bagian masih sangat kuat. Pada masa ini, ada kekhawatiran bahwa masyarakat hanya akan menyukai calon pemimpin dari daerah mereka.
Otomatis ada anggapan jika negara bagian besar dengan populasi yang lebih padat akan mendominasi pemungutan suara keseluruhan negara.
Perlu amandemen konstitusi untuk menghapuskan sistem electoral college. Namun ini akan menjadi sebuah langkah yang tidak mungkin karena betapa sulitnya untuk meloloskan dan meratifikasi perubahan konstitusional.
Jadi, ketimbang mencoba memenangkan popular vote, calon presiden AS memang berupaya keras meraih suara mayoritas di Electoral College. Mereka harus fokus ke negara-negara dengan suara besar di Ellectoral College, agar bisa memenangkan pemilu dibanding negara dengan perwakilan sedikit.
(sef/sef) Next Article Trump Masih Ngotot Jadi Presiden, Demo Liar Ancam Washington
