Fasilitas GSP RI Diberikan Trump, Bila Biden Menang Gimana?

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
03 November 2020 15:53
aktifitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar mengatakan perpanjangan fasilitas sistem tarif preferensial umum atau Generalized System of Preferences (GSP) dari Pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia tidak berlaku selamanya.

Pemerintah ASĀ  baru memperpanjang fasilitas GSP kepada Indonesia pada Jumat (30/10/2020) lalu. Perpanjangan ini dilakukan setelah 2,5 tahun dilakukannya peninjauan sejak Maret 2018 silam.

Namun perpanjangan ini dilakukan beberapa hari sebelum pemilihan presiden AS antara petahana Donald John Trump dari Partai Republik dan Joseph Robinette Biden dari Partai Demokrat. Hal ini tentu memunculkan kekhawatiran akan fasilitas GSP yang memiliki kemungkinan tidak diperpanjang setelah pilpres AS.

"Kalau untuk review memang dilakukan secara berkala oleh pemerintah manapun. Jadi setiap 3-4 tahun ada review seperti itu, dan itu memang peraturannya seperti itu di AS," kata Mahendra dalam wawancara 'Profit' pada Selasa (3/11/2020).

Tetapi berkaitan dengan pergantian Presiden AS, Mahendra mengatakan keputusan untuk menghentikan pemberian GSP secara menyeluruh merupakan kewenangan parlemen atau Kongres AS, bukan administrasi atau eksekutif pemerintah AS.

"Sehingga siapapun yang menjadi pemerintah pasca pilpres AS tidak bisa menterminasi begitu saja. Karena untuk terminasi secara menyeluruh itu ada di tangan Parlemen AS," katanya.

Hal serupa dengan pernyataan Duta Besar RI untuk AS, Muhammad Lutfi yang mengatakan ada kemungkinan fasilitas GSP tidak diperpanjang jika Kongres AS memutuskan untuk memberhentikan payung hukum fasilitas tersebut.

"Itu mungkin saja ini terjadi," kata Lutfi pada Senin (2/11/2020). "Tapi (GSP) kita sekarang ini diperpanjangan tanpa ada pengecualian, artinya kita bisa menikmati apa yang sudah kita kerjakan selama ini."

Lutfi memaparkan jika fasilitas GSP sendiri sudah ada sejak tahun 1974, dan sudah 15 kali diperpanjang. Ini artinya baik AS dan Indonesia sedang memperbaiki posisi dagang kedua negara yang sangat strategis di era perdagangan kolaborasi.

"Saya berkeyakinan mereka akan memperpanjang sebagai bagian daripada diplomasi mereka untuk merangkul negara-negara yang mempunyai cara berpikir yang sama dengan kita," tambahnya.

"Jadi ini bagian dari persamaan nilai yang dituangkan di dalam GSP tersebut. Kami berkeyakinan bahwa GSP ini akan diperpanjang (meskipun presidennya ganti) dan ini menjadi pembagian dari diplomasi perdagangan dan politik AS."

Sebagai informasi, GSP merupakan fasilitas perdagangan pembebasan tarif bea masuk yang diberikan secara unilateral oleh Pemerintah AS kepada negara-negara berkembang di dunia sejak tahun 1974. Indonesia pertama kali mendapatkan fasilitas GSP dari AS pada tahun 1980.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jujur, Pengusaha RI Pilih Trump atau Biden yang Menang?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular