UU Cipta Kerja: Lahan Dibakar Diperbolehkan, Asal...

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja menandatangani Undang-Undang 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Pegiat lingkungan menyoroti perihal diperbolehkannya masyarakat tertentu yang boleh melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar.
Dalam soal Perizinan Berusaha, tentang Persetujuan Lingkungan. Di sana disebutkan dalam Pasal 69 mengenai 10 poin apa saja yang dilarang dalam mendirikan usaha.
Secara rinci, Pasal 69 itu tertulis, melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran, dan/atau perusakan lingkungan hidup. Kemudian juga memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah NKRI.
Orang yang ingin mendapatkan perizinan berusaha, juga dilarang untuk melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup, yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau persetujuan lingkungan.
Juga dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal, dan/atau memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.
Nah, kemudian, Pasal 69 tersebut di dalam UU 11/2020 ditambahkan satu ayat lagi, yang menyebut, ketentuan yang dimaksud tentang pembukaan lahan dengan cara membakar, bisa dikecualikan bagi masyarakat tertentu.
"Dikecualikan bagi masyarakat yang melakukan kegiatan dimaksud dengan memperhatikan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing," tulis Pasal 69 ayat (2), dikutip CNBC Indonesia, Selasa (3/11/2020).
Sebenarnya UU No.11/2020, terutama Pasal 69 ini, tidak jauh berbeda dengan draf RUU Cipta Kerja yang terdiri dari 812 halaman, yang pada Oktober 2020 lalu diklaim oleh Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin, draf ini lah yang diserahkan kepada Presiden Jokowi.
Namun, jika ditelisik lagi, draf RUU Ciptaker yang terdiri dari 812 halaman tersebut berbeda dengan draf RUU Cipta Kerja yang setebal 905 halaman.
Mengenai Pasal 69 tentang Persetujuan Lingkungan mengenai Izin Berusaha tersebut, terutama mengenai pembukaan lahan dengan cara membakar dikecualikan untuk masyarakat tertentu menjadi sorotan para pegiat yang bekerja di sektor lingkungan dan kehutanan.
CEO Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS) Jamartin Sihite menjelaskan, masyarakat yang memperhatikan kearifan lokal mengandung banyak arti.
Masyarakat yang dengan memperhatikan kearifan lokal, kata dia bisa juga dimaksud dengan masyarakat adat yang memiliki teknik membakar yang baik, sehingga api tidak menyebar luas.
"Budaya pertanian ladang masyarakat dayak misalnya, masih sebagian besar menggunakan teknik bakar untuk pembersihan ladang dan luasannya kecil. Hampir tidak pernah ada kasus kebakaran karena buka ladang," jelas Jamartin kepada CNBC Indonesia, Selasa (3/11/2020).
Jamartin menyayangkan, di dalam Pasal 69 UU No. 11 Cipta Kerja tersebut, tidak dijelaskan secara rinci, apa yang dimaksud dengan masyarakat yang memperhatikan kearifan lokal.
"Jadi soal bakar, harus tegas dipisahkan antara masyarakat adat dengan perusahaan. Perusahaan harus dengan tegas dikatakan, tidak boleh bakar lahan, titik," ujarnya.
"Tidak ada alasan apapun bagi perusahaan, kalau mereka bakar lahan pakai teknik yang mengikuti kearifan lokal. Perusahaan punya sumberdaya untuk membersihkan lahannya dan bukan dengan teknik bakar," kata Jamartin.
CNBC Indonesia juga mencermati, di dalam Pasal 69 UU Cipta Kerja, tidak disebutkan akan ada aturan turunan yang akan dibahas mengenai Perizinan Berusaha tentang Persetujuan Lingkungan. Artinya, keputusan itu berlaku mutlak, dan bisa menimbulkan ambiguitas, jika tidak dijabarkan lebih lengkap mengenai pelaksanaannya melalui aturan turunannya.
"Undang-undang Cipta Kerja ini kan undang-undang sapu jagat, dan harusnya akan diikuti petunjuk pelaksanaan yang spesifik," kata Jamartin melanjutkan.
[Gambas:Video CNBC]
Di UU Ciptaker, Korban PHK Bisa Dapat 'Gaji' Lho!
(dru)