
Bak Cebong-Kampret, Keluarga Ini Pecah Gegara Trump Vs Biden!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemilihan presiden di seluruh negara di dunia acap kali menimbulkan polarisasi di antara masyarakat. Perpecahan sosial terjadi di antara latar belakang atau golongan yang berbeda. Seringkali, perbedaan ini menimbulkan konflik-konflik horizontal yang mengancam kehidupan masyarakat.
Pada pemilihan presiden Indonesia pada 2019 lalu, perpecahan terjadi antara kubu pendukung Joko Widodo dan pendukung Prabowo Subianto. Di lini masa social media, kelompok pendukung Jokowi sering kali disindir dengan sebutan "Cebong", sedang kubu Prabowo disebut dengan sebutan "Kampret".
Polarisasi ini seperti bertahan cukup lama bahkan hingga sekarang. Meski Prabowo dan Jokowi sudah "islah", ditandai dengan bergabungnya Partai Gerakan Indonesia Raya besutan Prabowo ke dalam pemerintahan, namun perpecahan antara kedua kubu belum saja usai.
Serupa dengan di Indonesia, ternyata diĀ Amerika Serikat (AS) hal yang sama juga terjadi di masa pilpres yang melibatkan kandidat dari Partai Republik Donald Trump dan kandidat dari Partai Demokrat Joe Biden. Banyak kehangatan bernegara yang hancur karena perbedaan pilihan politik. mulai dari keramahan bertetangga yang hilang, pertemanan yang pupus, sampai-sampai yang paling parah keluarga sampai pecah!
Dilansir dari Reuters, Mayra Gomes, 41, seorang ibu di Milwaukee dan anak laki-lakinya yang berumur 21 tahun harus mengalami perpecahan internal keluarganya. Gomes pada Pemilu AS 2020 ini memutuskan untuk memilih Trump. Hal itu membuat anak laki-lakinya, seorang suporter garis keras Joe Biden, sangat kecewa dan melontarkan kata-kata yang kurang berkenan pada ibunya itu.
"Anda bukan ibu saya lagi karena anda memilih Trump" ucap Gomez menirukan putranya. Pembicaraan keduanya pun belum membaik meski akhir dari pilpres AS di depan mata.
Dalam empat tahun kepemimpinannya, Trump memang memberikan suasana baru dalam kehidupan masyarakat Amerika. Dalam perjalanan kepresidenannya, banyak pihak yang mendukung penuh aksinya dalam menghalau imigran dan tanpa basa basi mengeluarkan pernyataan yang menyinggung para kritikus.
Seringkali, Trump menyebut tuduhan-tuduhan kritikusnya itu sebagai berita bohong alias hoaks. Hal itu membuat loyalitas pendukungnya semakin menjadi-jadi, bahkan di dalam keluarga inti.
Menurut Jay J Van Bavel, seorang Profesor Psikologi dan Neurosains dari New York University, Trump adalah figur yang mampu mempolarisasi masyarakat AS secara mendasar dan menyangkut prinsip kehidupan masyarakat. Karena itu dibutuhkan upaya-upaya yang lebih dalam menyelesaikan permasalahan ini.
"Trump adalah salah seorang figur kuat yang mampu membuat polarisasi terbesar dalam sejarah AS. Ini karena semua itu menyangkut masalah nilai dan prinsip dasar. Orang-orang tidak bisa berkompromi soal itu dan hal ini bukanlah hal yang mudah dilupakan," kata Van Bavel seperti dikutip Reuters.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Biden 'Kepo' Sikap Senator Republik dalam Pemakzulan Trump