Bisnis Wisata Nyungsep: Turis Asing Sepi, Hotel-Hotel Kosong!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
02 November 2020 16:22
Erick Thohir: Pelabuhan Benoa harus bisa menjadi Kawasan Turis Terpadu kelas dunia/Monica Wareza
Foto: Erick Thohir: Pelabuhan Benoa harus bisa menjadi Kawasan Turis Terpadu kelas dunia/Monica Wareza

Jakarta, CNBC Indonesia - Jumlah kunjungan wisatawan asing ke Indonesia September 2020 mengalami penurunan dibanding Agustus 2020. Kondisi ini makin memastikan jumlah kunjungan pelancong asing ke Indonesia dipastikan tak akan sampai 50% dari tahun lalu.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan total kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) pada September mencapai 153,5 ribu kunjungan, turun 5,94% dibanding bulan Agustus (month on month/mom). Apabila dibandingkan dengan September tahun lalu kunjungan wisman drop 88,95% (year on year/yoy).

Dari total 153,5 ribu kunjungan, 85% turis asing berasal dari Malaysia dan Timor Leste yang memang memiliki perbatasan darat dengan Indonesia sehingga jalur darat masih mendominasi dengan pangsa mencapai 62%. 

Mayoritas turis asing yang masuk ke RI datang dari Entikong yang merupakan perbatasan antara Malaysia dengan Indonesia. 

Jalur laut menjadi pintu masuk terbesar kedua turis asing dengan pangsa sebesar 32%. Turis asing mayoritas masuk melalui Batam. Namun jalur masuk melalui Tanjung Benoa juga mengalami peningkatan yang signifikan di bulan September.

Pelancong asing yang masuk melalui jalur laut di Tanjung Benoa untuk periode September 650% (mom) dan 168% (yoy).

Sepanjang Januari-September 2020 total kunjungan wisman tercatat mencapai 3,56 juta. Total kunjungan wisman anjlok 70,6% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. 

Apabila dalam tiga bulan terakhir tahun 2020, jumlah kunjungan wisman masih di angka 150 ribu sampai 160 ribu per bulan maka total kunjungan wisman tahun ini hanya akan mencapai 3,91 juta kunjungan. Tak sampai 4 juta kunjungan atau setara dengan penurunan 76% (yoy) dibanding tahun 2020 yang mencapai 16 juta kunjungan.

Anjloknya kunjungan wisman ke RI tentu membawa dampak buruk terhadap perekonomian RI. Meski ukuran dari sektor ini terhadap PDB tidak tergolong besar, tetapi sektor ini berkaitan dengan berbagai sektor lain terutama untuk sektor transportasi.

Penurunan sektor pariwisata membuat tenaga kerja di sektor ini juga terdampak. Apalagi jumlah tenaga kerja di sektor tersebut tak bisa dibilang sedikit jika dilihat kontribusinya terhadap total serapan kerja nasional seluruh sektor.

Data Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif tahun 2019 menunjukkan bahwa serapan tenaga kerja di sektor pariwisata tahun lalu mencapai 13 juta atau berkontribusi terhadap 10,3% dari total pekerja nasional.

Penurunan kinerja sektor pariwisata juga membuat pendapatan devisa nasional drop signifikan. Jika sumbangan devisa dari sektor pariwisata tahun lalu mencapai US$ 19,7 miliar, dengan lesunya sektor pariwisata nasional seperti sekarang ini tentu sumbangsihnya akan anjlok sangat signifikan.

Jika menggunakan asumsi 4-5 juta kunjungan wisman, maka sumbangsih devisa dari sektor pariwisata kemungkinan hanya akan mencapai sekitar US$ 5,4 miliar saja.

Bahkan prediksi Bappenas lebih ngeri lagi kalau di tahun ini kunjungan wisman akan merosot tajam hingga 4 juta saja dengan penerimaan di sektor pariwisata hanya sebesar US$ 3,3 miliar - US$ 4,9 miliar.

Meski beberapa tempat wisata seperti Bali sempat dibuka kembali, tetapi masih sepi pengunjung. Sepinya pengunjung tempat wisata membuat industri perhotelan pun ikut berdarah-darah. 

Sepanjang wabah Covid-19 merebak di Tanah Air, banyak hotel yang sepi dan memilih untuk tutup dan tidak beroperasi. Menurut Asosiasi Hotel dan Restoran Indonesia,  sudah ada 1.226 hotel yang ditutup.

Hotel di DKI Jakarta dan Bali jelas sangat terdampak. Sebagai pusat perekonomian nasional sekaligus sebagai episentrum penyebaran Covid-19 di Tanah Air hotel-hotel tingkat penghunian hotel-hotel di Jakarta drop signifikan.

Data dari Colliers menyebutkan bahwa 25 hotel di Jakarta berhenti beroperasi, dan ada sembilan hotel yang dialihfungsikan. Hotel yang berhenti beroperasi tidak mengenal kelas mulai dari yang berbintang lima seperti Grand Melia Jakarta yang sempat tutup April lalu, hingga belasan hotel bintang tiga dan empat yang menyusul.

Ada sembilan hotel yang akan dialihfungsikan untuk tenaga medis, seperti hotel bintang empat Hotel Grand Cempaka, Ibis Senen, Mercure Cikini, dan beberapa hotel lainnya.

Sejak kasus infeksi Covid-19 dilaporkan pertama kali di RI pada awal Maret lalu tingkat penghunian kamar (TPK) hotel drop signifikan. TPK semakin anjlok di bulan April ketika PSBB di berbagai provinsi diterapkan. 

Namun seiring dengan pelonggaran PSBB di DKI Jakarta dan banyak wilayah lain dierapkan pada bulan Juni, tingkat penghunian hotel mulai merangkak naik. Baru turun bulan September lalu saat jumlah kunjungan wisman juga menurun. 

TPK hotel sepanjang tahun ini masih jauh di bawah tahun 2018 dan tahun 2019. Sejak Januari-September 2020, TPK hotel di Indonesia tidak pernah tembus angka 50% yang berarti lebih dari setengah dari kamar hotel yang tersedia kosong.

Melihat realita tersebut sektor pariwisata menjadi sektor yang paling dalam terkena dampak Covid-19 karena berhubungan langsung dengan mobilitas publik.

Sektor pariwisata baik di Tanah Air maupun global baru akan pulih menuju normal apabila pandemi Covid-19 berhasil dijinakkan melalui berbagai intervensi di sektor kesehatan masyarakat termasuk implementasi program vaksinasi masal.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Erick Thohir Masih Tinjau Buka Turis Asing Masuk RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular