
Pengusaha Geregetan Lambannya Pencairan Stimulus Ekonomi

Jakarta, CNBC Indonesia - Realisasi stimulus untuk korporasi untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN) sangat lamban dan baru terjadi setelah beberapa bulan pandemi Covid-19 melanda. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan P Roeslani mengungkapkan alasannya karena lambatnya birokrasi, padahal dunia usaha sudah sangat membutuhkan.
"Kalau kita lihat, ketika ada insentif usaha kita ingin mempergunakan itu. tetapi penyerapannya masih rendah karena banyak aturannya, masih sangat kaku dan rigid. Sedangkan harus dilihat keadaan sekarang not business as usual. Nah oleh sebab itu perlu ada beberapa kebijakan yang disempurnakan agar penyerapannya dan realisasi dari anggaran ini lebih cepat," sebut Rosan dalam Program Power Lunch CNBC Indonesia, Jumat (30/10).
Jika aturan main stimulus dengan aturan dan persyaratan panjang maka perusahaan untuk memenuhi komitmen itu cukup berat, utamanya dari perusahaan swasta. Penyerapan anggaran yang disediakan pun terancam untuk tidak terserap dunia usaha.
"Di korporasi ada aturan mainnya. Tapi kembali lagi aturannya itu sangat panjang dan ketat. Kita sudah bicarakan agar itu bisa direlaksasi sedikit sehingga jaminan modal kerja dari perbankan yang dipinjamkan pemerintah melalui LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia) dan PII (Penjaminan Infrastruktur Indonesia). Kita sosialisasikan juga kepada dunia usaha," paparnya.
Meski sudah ada sosialisasi, namun perusahaan yang mendapatkan bantuan program PEN berasal dari badan usaha milik negara (BUMN). Pagu klaster pembiayaan korporasi di PEN sebesar Rp 53,57 triliun. Pencairan PMN sudah dilakukan untuk PT Permodalan Nasional Madani (PNM) sebesar Rp 1 triliun dan PT Hutama Karya sebesar Rp 3,5 triliun.
"PEN (pembiayaan korporasi) kita lihat sampai akhir Oktober ini yang sudah terealisir adalah PMN," kata Sri Mulyani.
Dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2020, pemerintah menetapkan dana sebesar Rp 20,5 triliun untuk PMN kepada BUMN. BUMN yang mendapat PMN dalam rangka PEN adalah PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) sebesar Rp 5 triliun, PT Hutama Karya sebesar Rp 7,5 triliun, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) sebesar Rp 6 triliun, PT PNM sebesar Rp 1,5 triliun, dan PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (ITDC) sebesar Rp 500 miliar.
Sisanya masih dalam proses pencairan. Seperti untuk ITDC yang akan menggunakan PMN sebagai modal pengembangan Mandalika. Selanjutnya untuk BPUI yang akan disalurkan kepada Jamkrindo dan Askrindo, serta injeksi kedua untuk Hutama Karya.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jika Program Stimulus Jokowi Seret, Resesi Bakal Makin Nyata!