
Investasi Stainless Steel Hingga 2024 Bisa Capai Rp 88 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah makin gencar mendorong hilirisasi produk-produk tambang baik mineral maupun batu bara. Salah satu komoditas dari mineral yang tengah di dorong untuk hilirisasi adalah nikel.
Septian Hario Seto, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, mengatakan setidaknya ada dua produk hilir nikel yang sedang dan akan dikembangkan di dalam negeri yaitu produk stainless steel dan baterai lithium.
Dia menjelaskan, pengembangan pabrik stainless steel sudah jauh lebih maju dibandingkan pabrik baterai lithium karena sejak 2012 hingga kini nilai investasi pembangunan pabrik stainless steel sudah mencapai sekitar US$ 13-14 miliar. Bahkan, lanjutnya, sampai 2024 diperkirakan masih akan ada tambahan investasi sekitar US$ 6 miliar atau sekitar Rp 88,2 triliun (asumsi kurs Rp 14.700 per US$) dari proyek stainless steel.
"Sampai sekarang, pipeline investasi masih besar, di mana sampai 2024 produk hilirisasi nikel stainless steel ada potensi tambahan investasi sekitar US$ 5-6 miliar," paparnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Selasa (27/10/2020).
Lebih lanjut dia mengatakan sampai dengan September 2020, ekspor stainless steel telah mencapai US$ 7,3 miliar. Sementara pada 2019 sekitar US$ 7,4 miliar dalam setahun. Capaian hingga September ini menurutnya cukup positif mengingat dicapai di tengah pandemi Covid-19 yang melanda semua negara di seluruh dunia.
Jika tidak dalam keadaan pandemi Covid-19, menurutnya nilai ekspor hingga akhir tahun ini diproyeksikan bakal mencapai US$ 12-13 miliar. Namun karena pandemi Covid-19, maka sampai akhir tahun nilai ekspornya diperkirakan hanya akan mencapai sekitar US$ 10 miliar.
"Jadi, kontribusi pada devisanya cukup besar ya. Ini di luar dari kontribusi terhadap tenaga kerja yang sangat banyak," ujarnya.
Selain produk stainless steel, produk hilir nikel lain yang akan didorong adalah baterai lithium. Menurutnya, pengembangan baterai mobil listrik ini guna mengurangi emisi karbon melalui penggunaan kendaraan listrik.
"Kenapa ini menarik, ada beberapa aspek yang kita lihat, seperti adanya kebijakan terutama di Eropa, China, dan negara maju lainnya untuk melakukan pembatasan emisi karbon," jelasnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Luhut: Ekspor Baja dari Morowali Ditargetkan Rp 222 T di 2021
