
Santer Cukai Mau Naik 17%, Pabrik Rokok Sudah Gemetaran

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha industri rokok merasa cemas apabila pemerintah menaikkan cukai rokok atau Cukai Hasil Tembakau (CHT) untuk 2021 menjadi 17%. Hal itu, diakui akan membuat industri rokok 'babak belur' karena pendapatan dan laba akan turun secara signifikan.
Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Sulami Bahar menjelaskan, di masa pandemi saat ini saja, perusahaan rokok telah mengalami kerugian yang cukup parah. Persoalannya, jika cukai naik 17% di tahun depan, maka industri rokok pun harus menaikkan harga jual ke konsumen.
"Pemerintah sebaiknya tidak menaikkan cukai atau status quo. Karena di 2021, kami masih akan melakukan recovery karena adanya pandemi covid-19," jelas Sulami dalam bincang bersama CNBC Indonesia TV dalam program Squawk Box, Senin (26/10/2020).
Menurut Sulami dengan adanya kenaikan cukai dengan kenaikan rata-rata 23% yang sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 152/PMK.010/2019 saja mengurangi pendapatan dan laba hingga 20% sampai 25% hingga saat ini.
Artinya, jika akan ada kenaikan cukai rokok 17% di tahun depan, maka bisa dipastikan pendapatan dan laba dari para pengusaha rokok juga akan turun semakin signifikan.
"Kalau tetap cukai rokok dinaikkan 17%, itu bisa sangat memberatkan industri kami. Kemungkinan laba dan pendapatan akan berkurang 40% sampai 45%. Ditambah juga dengan adanya pandemi covid-19," jelas Sulami.
Sulami mengingatkan kepada pemerintah, jika kenaikan cukai tetap dinaikkan akan ada ancaman penutupan pabrik dan akan marak terjadinya rokok ilegal akan berkembang di masyarakat.
"Jangan sampai terjadi penutupan pabrik. Kalau pemerintah tidak memperhatikan suara-suara kami, akan banyak pabrik rokok bergelimpangan, terutama pabrik rokok kecil. Begitu barang cukai tinggi, bertambang rokok ilegal. Pemerintah mesti mempertimbangkan kenaikan cukai rokok di tahun depan," tegas Sulami.
Penolakan kenaikan cukai rokok juga disampaikan oleh Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI). Dalam siaran resminya, Ketua Dewan Pimpinan Nasional APTI, Agus Parmuji mengatakan, di tengah pandemi saat ini, petani tembakau sudah mengalami kerugian, karena dibayar terlalu rendah.
Kendati demikian, Agus tidak masalah jika terjadi kenaikan cukai, tapi kenaikannya tidak mencapai 17%, atau maksimal 5%.
"Hasil kami merugi jangankan untuk melanjutkan pertanian lagi, untuk hidup saja susah. Itu disebabkan salah satunya dari faktor cukai tahun ini yang sudah naik 23%," kata Agus melalui siaran resminya.
"Tak keberatan jika kenaikan cukai maksimal 5%. Itu angka wajar. Sebab pemerintah masih untung, dan petani tidak bingung," kata Agus melanjutkan.
Kementerian Keuangan dikabarkan mengajukan kenaikan cukai rokok di sekitar 17% untuk tahun 2021. Namun, sampai saat ini belum ada konfirmasi dari pihak Kementerian Keuangan mengenai kepastian cukai rokok di tahun 2021.
Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar Ditjen Bea Cukai Sunaryo ketika dikonfirmasi pekan lalu mengatakan keputusan belum bisa disampaikan. Ia mengatakan masih dalam pembahasan soal tarif cukai tersebut.
Sementara, Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu juga belum membalas pertanyaan yang diajukan CNBC Indonesia.
Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi sebelumnya mengatakan pemerintah belum menentukan kebijakan tarif cukai hasil tembakau untuk tahun 2021.
Menurutnya, pemerintah tak mau gegabah dalam memutuskan hal tersebut, terlebih ada dampak pandemi yang berpengaruh terhadap industri rokok yang harus diperhatikan.
"Pemerintah tentunya sangat berhati-hati dalam merumuskan kebijakan tarif," kata Heru.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Rokok di Pasar Ternyata Belum Naik, Kenapa?