Jakarta, CNBC Indonesia- Para pengusaha sektor padat karya sepenuhnya tak sepakat dengan pernyataan Gubernur Jawa Barat, bahwa mereka menyesal pindah dari Jawa Barat (Jabar). Sektor padat karya memang banyak yang relokasi ke wilayah yang upah minimumnya jauh lebih rendah seperti Jawa Tengah (Jateng), termasuk di Jabar yang UMK-nya masih rendah.
Ridwan Kamil yang biasa disapa Kang Emil ini sempat mengaku bahwa sejumlah pabrik yang pindah ke provinsi lain atas dasar upah rendah, mengaku menyesal. Pasalnya, produktifitas di provinsi lain tersebut lebih rendah dari Jawa Barat.
"(Pabrik) yang sudah pindah ke provinsi lain menyesal juga. Upah boleh murah tapi produktifitas rendah," ujar Kang Emil akhir pekan lalu.
Dia menjelaskan Jawa Barat merupakan salah satu provinsi terbaik dalam kegiatan investasi sektor riil. Pasalnya, infrastruktur Jawa Barat paling lengkap dan sumber daya manusia memiliki produktivitas yang tinggi.
Berikut reaksi pengusaha sektor padat karya:
Pabrik-pabrik alas kaki tahun lalu mengumumkan relokasi 25 pabrik dari Banten dan Jawa Barat. Terkait pernyataan Ridwan Kamil, Direktur Eksekutif Aprisindo, Firman Bakri buka suara. Apakah mereka menyesal pindah dari Jabar?
"Enggak juga, faktanya semua sekarang sedang nambah kapasitas. Memang daerah baru masalahnya pada kultur industri yg terbangun. Jadi nanti pasti kultur itu akan terbangun dengan pendekatan industrialisasi di daerah baru," katanya kepada CNBC Indonesia dikutip Senin (26/10).
Ia menegaskan tak mau berdebat soal menyesal atau tak menyesal, tapu yang pasti data asosiasi persepatuan Indonesia menunjukkan di Jateng mengalami pembuahan kapasitas, ahkan hingga 2021 nanti.
Firman menegaskan relokasi tak mesti keluar dari Jabar, karena ada pabrik sepatu yang pindah justru ke Jabar lainnya.
"Dulu beberapa daerah di Jabar kan juga ada yang jadi daerah relokasi industri padat karya misal Sukabumi. Dalam beberapa tahun ini Majalengka di Jabar juga jadi daerah tujuan relokasi. Kalau nggak salah di Cirebon juga," katanya.
Ia mengakui memang Jabar juga punya potensi untuk menarik investasi. "Tinggal promosi dan fasilitasnya yang ditingkatkan," katanya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (Apsyfi) Redma Gita Wiraswasta mengakui bahwa perpindahan pabrik dari Jawa Berat ke Jawa Tengah berdampak pada berbagai hal. Salah satunya adalah masalah produktivitas dari pekerja di tempat baru. Pekerja yang sudah bekerja di pabrik Jawa Barat memiliki kemampuan lebih karena sudah terbiasa dan skill yang sudah lama terlatih.
"Karena di Jawa Barat sudah terlatih, tenaga kerja garmen udah 5 sampai 10 tahun, jadi bisa cepat kerjanya. Kalau di sana (Jawa Tengah) tenaga kerja baru, perlu adaptasi, pasti produktivitas nggak akan langsung sama di sini (Jawa Barat), meski manajemen dan sistemnya (bagus) tapi tetap yang namanya pengalaman nggak bisa cepat sama dengan di Jabar," kata Redma kepada CNBC Indonesia.
Demi bisa meningkatkan produktivitas bagi pekerja, maka pengalaman diperlukan. Sehingga, pekerja yang baru memulai bekerja perlu diberi waktu demi meningkatkan produktivitas tersebut. Begitu pun dengan pengusaha, terkait menyesal atau tidaknya tergantung bagaimana perhitungan yang dilakukan.
"Tapi akhirnya itu hitung-hitungan saja, kalau dengan produktivitas 10 misalnya tingkat upah 9 kalau turun misal produktivitas 8 upah 6 atau 7, tinggal hitung-hitungan aja merekanya," kata Redma.