Round Up

Banyak Pabrik Hengkang dari Jabar, Lalu Akhirnya Menyesal!

Yuni Astutik, CNBC Indonesia
25 October 2020 14:19
Ridwan Kamil (Tangkapan layar youtube humas jabar)
Foto: Ridwan Kamil (Tangkapan layar youtube humas jabar)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha ramai melakukan relokasi pabrik dari Jawa Barat ke Jawa Tengah sejakĀ 2019, karena faktor upah minimum kota (UMK) yang lebih rendah. Namun ternyata hal tersebutĀ tak mulus dan malah membuat penyesalan di kemudian hari.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan pada tahun 2019 ada 140 pabrik yang direlokasi ke Jawa tengah, termasuk yang dari Jawa Barat.

"Tahun ini 140 pabrik dari Jawa Barat ke Jateng. Ada di Tegal, Pekalongan, Sragen, Boyolali. [Sektor] macam-macam termasuk Tekstil dan Produk Tekstil," kata Ganjar kepada CNBC Indonesia pada akhir 2019 lalu.

Dia yakin tren relokasi ke Jawa Tengah akan berlanjut setelah beberapa waktu lalu melakukan pertemuan bisnis dan investasi. Dia mengklaim banyak calon investor ingin masuk ke Jawa Tengah.

Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan bahwa Jawa Barat punya keunggulan dari sisi produktivitas SDM hingga sarana dan prasarana. Sehingga dia mengklaim, bila perusahaan atau pabrik yang telah pindah dari Jawa Barat gara-gara upah tinggi, justru kini menyesal.

"(Pabrik) yang sudah pindah ke provinsi lain menyesal juga. Upah boleh murah tapi produktifitas rendah," ujar Kang Emil, nama panggilan Ridwan Kamil dalam diskusi Terobosan Kepala Daerah di Tengah Pandemi dan CNBC Indonesia Indonesia Award Best Regional Leaders, Jumat (23/10/2020).

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (Apsyfi) Redma Gita Wiraswasta mengakui bahwa perpindahan pabrik dari Jawa Berat ke Jawa Tengah berdampak pada berbagai hal. Salah satunya adalah masalah produktivitas dari pekerja di tempat baru. Pekerja yang sudah bekerja di pabrik Jawa Barat memiliki kemampuan lebih karena sudah terbiasa dan skill yang sudah lama terlatih.

"Karena di Jawa Barat sudah terlatih, tenaga kerja garmen udah 5 sampai 10 tahun, jadi bisa cepat kerjanya. Kalau di sana (Jawa Tengah) tenaga kerja baru, perlu adaptasi, pasti produktivitas nggak akan langsung sama di sini (Jawa Barat), meski manajemen dan sistemnya (bagus) tapi tetap yang namanya pengalaman nggak bisa cepat sama dengan di Jabar," kata Redma kepada CNBC Indonesia.

Demi bisa meningkatkan produktivitas bagi pekerja, maka pengalaman diperlukan. Sehingga, pekerja yang baru memulai bekerja perlu diberi waktu demi meningkatkan produktivitas tersebut. Begitu pun dengan pengusaha, terkait menyesal atau tidaknya tergantung bagaimana perhitungan yang dilakukan.

"Tapi akhirnya itu hitung-hitungan saja, kalau dengan produktivitas 10 misalnya tingkat upah 9 kalau turun misal produktivitas 8 upah 6 atau 7, tinggal hitung-hitungan aja merekanya," kata Redma.

Menanggapi ini, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat pernah mengungkap relokasi pabrik tekstil dari Jawa Barat ke Jawa Tengah sudah berlangsung sejak 2015. Alasan relokasi salah satunya juga berkaitan dengan rendahnya upah di Jawa Tengah.

Contohnya UMK Karawang pada tahun 2019 sebesar Rp4,23 juta; Purwakarta Rp3,7 juta, dan Kabupaten Bekasi sebesar Rp4,1 juta. Sementara itu, UMK di Jawa Tengah, rata-rata setengah di bawahnya, UMP di Jateng saja pada 2019 masih Rp 1,6 juta.


(dob/dob) Next Article Kang Emil! Pengusaha Bantah Menyesal Pindah dari Jabar

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular