Subholding Pertamina Langgar UU? Ini Tanggapan Stafsus Erick

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
22 October 2020 15:50
Dok: Pertamina
Foto: Dok: Pertamina

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) melakukan restrukturisasi anak usaha dengan membentuk beberapa subholding. Namun langkah yang diambil Pertamina ini sempat menuai sejumlah kritik.

Lalu, apakah benar pembentukan subholding Pertamina ini melanggar Undang-Undang (UU)?

Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga mengibaratkan Pertamina itu adalah kapal yang besar dan kuat, sehingga tidak bisa fleksibel bergerak. Untuk memudahkan pergerakan, maka organisasi dipecah menjadi beberapa subholding.

"Apakah melanggar UU? ini perlu kita pikirkan, kita kasih contoh tantangan ke depan. Ke depan, yang namanya bisnis fosil akan ditinggalkan, energi fosil akan ditinggalkan," paparnya dalam acara webinar 'Sub Holding Pertamina Melanggar Hukum?' yang digelar oleh Ruang Energi, Kamis (22/10/2020).

Lebih lanjut Arya mengatakan bahwa bisnis perseroan ke depan diperkirakan akan masuk ke dalam bisnis baterai. Dengan perubahan penggunaan energi ke depan, menurutnya akan ada perubahan pandangan. Misalnya saja, lanjutnya, kaitan dengan Pasal 33 UUD 1945 yang menyebut bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat.

Ke depan, makna dari Pasal 33 UUD 1945 tersebut bisa saja berpindah ke industri hilir yang menggunakan sumber daya alam dan mineral dalam negeri, bukan hanya memanfaatkan sumber energi fosil.

"UUD Pasal 33, ke depan bisa dikatakan fosil bukan lagi sesuatu yang vital, tapi malah baterai yang menjadi vital ke depannya," jelasnya.

Melihat perubahan-perubahan semacam ini, Arya menyebut akan terjadi banyak perubahan cara pandang terhadap UU. Sejumlah pandangan ini menurutnya akan menjadi tantangan baru dan membuat bisnis harus terus berjalan, tidak berhenti, namun terus berkembang.

"Pandangan-pandangan ini yang menjadi tantangan-tantangan kita, bisnis itu tidak ada yang namanya stuck, bisnis harus terus bergerak, apalagi sumber daya akan terus bergerak," tuturnya.

Arya mencontohkan kebutuhan pada mineral nikel dulu bukan sesuatu yang penting. Tapi dengan adanya pergeseran pemanfaatan energi dari fosil ke energi baru terbarukan (EBT), pemerintah mendorong penggunaan kendaraan listrik. Dengan demikian, keberadaan nikel saat ini menurutnya menjadi sangat penting.

"Dulu nikel bukan sesuatu yang penting. Penting iya tapi bukan yang terpenting. Sekarang nikel jadi perebutan orang jadi ada perubahan di sumber daya juga ini yang kita bilang ada, fleksibilitas kita harus lebih kuat daripada kaku tapi akhirnya kita tidak melihat perubahan ke depan," tegasnya.

Pada 12 Juni 2020 lalu Menteri BUMN merombak struktur organisasi Pertamina dengan membentuk lima subholding dan satu perusahaan kapal. Lima subholding Pertamina tersebut antara lain:
1. Upstream Subholding, yang dioperasikan PT Pertamina Hulu Energi
2. Gas Subholding, yang dioperasikan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS)
3. Refinery & Petrochemical Subholding, yang dioperasikan PT Kilang Pertamina Internasional
4. Power & New Renewable Energy Subholding, yang dioperasikan PT Pertamina Power Indonesia
5. Commercial & Trading Subholding, yang dioperasikan PT Patra Niaga.
6. Shipping Company, yang dioperasikan PT Pertamina International Shipping.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article PGN Dukung Percepatan Masperplan Gas Bumi Nasional 2021-2023

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular