Bank Mulai Genjot Kredit, Ekonomi RI Siap Bangkit!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
16 October 2020 15:19
Rupiah
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Thomas White)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia memang belum bisa 'menjinakkan' wabah yang diakibatkan oleh virus Corona jenis baru (SARS-CoV-2) dan kasus pun masih terus berjatuhan tiap harinya. Namun ada secercah harapan ekonomi bangkit jika melihat perbankan mulai lebih agresif dalam menyalurkan kreditnya. 

Ketika mobilitas publik diperketat pada kuartal kedua, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi yang dalam dan menjadi yang paling parah sejak krisis keuangan Asia 1998. Di saat yang sama perbankan sebagai lembaga keuangan yang pro-siklis cenderung berhati-hati bahkan mengerem penyaluran kreditnya. 

Lagipula saat itu permintaan kredit juga bisa dibilang merosot tajam. Namun masuk kuartal ketiga kondisi mulai membaik. Mengacu pada survei perbankan BI yang dirilis hari ini, bank mulai menggenjot penyaluran kredit barunya.

Hal itu terlihat dari indikator Saldo Bersih Tertimbang (SBT) penyaluran kredit kuartal III-2020 yang meningkat dibanding kuartal sebelumnya. Pertumbuhan penyaluran kredit tampak terjadi di seluruh jenis kredit. 

Untuk jenis Kredit Konsumsi (KK), jenis kredit baru yang pertumbuhannya relatif lebih agresif pada kuartal ketiga dibandingkan kuartal kedua adalah Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), dan Kredit Tanpa Agunan (KTA). 

Penyaluran dua jenis KK lain yaitu kartu kredit dan Kredit Multiguna juga mengalami peningkatan. Namun tak setinggi tiga KK lainnya. Hal ini juga terlihat dari kenaikan SBT penyaluran tiap jenis KK ke masyarakat Tanah Air. 

Apabila dilihat dari sektor riil, peningkatan penyaluran KKB juga diimbangi dengan rebound data penjualan kendaraan roda dua maupun roda empat yang mulai terlihat sejak Juni. 

Pada kuartal ketiga, kebijakan perbankan dalam menyalurkan kredit juga semakin longgar. Hal ini tercermin dari indeks lending standard yang menurun ke 11% di kuartal III dari 34,4% di kuartal kedua. 

Peningkatan dan pelonggaran penyaluran kredit oleh perbankan ini juga dirasakan di sektor dunia usaha. Berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang juga dirilis oleh BI, jumlah responden yang mengatakan akses terhadap kredit mudah bertambah menjadi 6,44% dari sebelumnya 4,72% di kuartal kedua. 

Responden yang mengatakan akses kredit sulit juga proporsinya berkurang menjadi 12,4% pada periode Juli-September dari kuartal sebelumnya yang mencapai 13,86%. 

Kebijakan moneter yang akomodatif dari BI selaku bank sentral yang sudah memangkas suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate sebesar 100 basis poin (bps) sepanjang tahun ini juga mulai tertransmisi ke suku bunga perbankan. 

Berdasarkan survei perbankan BI, suku bunga untuk jenis Kredit Modal Kerja (KMK) telah turun 84 bps jika dibandingkan dengan suku bunga KMK pada kuartal keempat. Untuk jenis Kredit Investasi (KI) suku bunga kredit juga turun 84 bps. Suku bunga kredit konsumsi (KK) turun lebih 75 bps di saat yang sama. 

Penurunan suku bunga kredit memang belum secepat bunga acuan, mengingat ada banyak faktor yang mempengaruhi. Lagipula ada lag time agar kebijakan moneter tersebut dapat ditransmisikan.

Jika dibandingkan dengan biaya dana atau cost of fund (CoF) penurunan suku bunga kredit terutama untuk jenis KMK dan KI cenderung lebih banyak mengingat penurunan CoF yang tercatat dari kuartal IV-2019 sampai kuartal III-20 sebesar 77 bps. 

Melihat pentingnya perbankan dalam menggenjot perekonomian melalui penyaluran kredit BI telah menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) dan pemerintah telah beberapa kali melakukan penempatan dana ke perbankan agar likuiditas lembaga keuangan tersebut menjadi longgar dan bisa lebih agresif untuk memompa perekonomian.

Pada Juni lalu bank-bank pelat merah yakni BRI, Mandiri, BNI dan BTN sudah mendapatkan suntikan likuiditas sebesar Rp 30 triliun dari pemerintah melalui Kementerian Keuangan. Penempatan dana ke perbankan ini merupakan salah satu bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Kemudian belum lama ini bank-bank tersebut juga dikabarkan mendapat suntikan dana lagi sebesar Rp 17,5 triliun. Sehingga total suntikan likuiditas yang diberikan mencapai Rp 47,5 triliun.

Jika melihat menggunakan kacamata industri wide, likuiditas perbankan Tanah Air sebenarnya tergolong longgar. Namun jika dicermati lebih lanjut likuiditas tiap kelas-kelas bank berbeda-beda dengan bank BUKU I yang cenderung surut dan BUKU III yang masih termasuk tinggi. 

Untuk kuartal IV ini perbankan memperkirakan pertumbuhan kredit baru akan lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Secara keseluruhan perbankan optimis pertumbuhan penyaluran kredit tahun ini berada di angka 2,5% jauh melambat dibanding tahun lalu yang mencapai 6,1%. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular