Wamen BUMN & Bos BTN Sambangi Kejagung, Bahas Jiwasraya-BTN

dob, CNBC Indonesia
15 October 2020 18:48
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo (CNBC Indonesia/Lidya Kembaren)
Foto: Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo (CNBC Indonesia/Lidya Kembaren)

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (Wamen BUMN) Kartika Wirjoatmodjo mendatangi kantor Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung), Jakarta Selatan, Kamis (15/10/2020) hari ini.

Kartika yang merupakan mantan Direktur Utama Bank Mandiri mengungkapkan maksud kedatangannya untuk membahas kasus-kasus BUMN yang saat ini tengah dibidik oleh pihak Kejagung.

"Kita membahas kasus-kasus seperti Jiwasraya, BTN, kita kerjasama supaya kerjasama yang antar BUMN dengan Kejaksaan," kata Kartika yang diterima oleh Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, seperti dikutip dari detikcom, Kamis (15/10/2020).

Kartika yang akrab dipanggil Tiko mengajak Direktur Utama BTN Pahala Mansury untuk turut membantu melengkapi data-data dalam kasus BTN. Hal itu, disebut Kartika, agar memudahkan penyidik Kejagung untuk menuntaskan kasus ini.

"Kita hari ini bicara dengan Pak Pahala juga, untuk bicara mengenai hal-hal apa yang bisa dibantu dari Bank BTN dari sisi data, supaya ada komunikasi dengan Bank BTN juga baik, dan semakin mudah pekerjaan dari Kejaksaan," tuturnya.

Dalam kasus BTN, Kejaksaan Agung telah menetapkan 4 tersangka terkait kasus gratifikasi atau suap terhadap mantan Direktur Utama Bank BTN, Maryono. Mereka adalah Maryono itu sendiri, kemudian Direktur Utama PT Pelangi Putera Mandiri Yunan Anwar, menantu dari Maryono, Widi Kusuma Purwanto dan Komisaris PT Titanium Property, Ichsan Hasan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono menerangkan kasus ini bermula pada 2014 saat PT Pelangi Putra Mandiri mengajukan kredit ke Bank BTN senilai Rp 117 miliar. Dalam perjalanannya, kredit ini bermasalah dan mengalami kolektibilitas 5 atau macet.

"Ternyata diduga, dalam pemberian fasilitas kredit tersebut ada dugaan gratifikasi atau pemberian kepada tersangka atas nama HM, yang dilakukan oleh YA senilai Rp 2,257 miliar caranya dengan mentransfer uang itu melalui rekening menantu dari tersangka HM," lanjut Hari.

Kemudian, kata Hari, pada 2013, tersangka H Maryono yang menjabat sebagai Direktur Utama Bank BTN itupun juga menyetujui pemberian kredit pada PT Titanium Property senilai Rp 160 miliar. Saat itulah, terjadi deal-dealan sehingga pihak PT Titanium Property memberikan gratifikasi senilai Rp 870 juta dan ditransfer lewat menantu H Maryono, Widi Kusuma Purwanto.

"Tersangka HM itu pada tahun 2013 selaku Direktur Utama itu juga menyetujui tentang pemberian kredit kepada PT Titanium Property senilai Rp 160 miliar dan diduga dalam pemberian fasilitas kredit tersebut, pihak PT Titanium Property memberikan uang atau gratifikasi senilai Rp 870 juta dengan cara yang sama, ditransfer ke rekening menantunya atas nama tersangka HM," tuturnya.

Sebelumnya, ada suara dari kalangan praktisi hukum perbankan soal penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan Agung diminta berhati-hati dalam menangani kasus perbankan. Pasalnya posisi perbankan sangat unik karena bisa berdampak sistemik terhadap perekonomian nasional.

Kepercayaan atau trust nasabah merupakan urat nadi atau aset perbankan yang sangat penting. Jika kepercayaan nasabah ini terganggu akibat pemberitaan kasus hukum yang tidak fokus, sangat berbahaya tidak hanya bagi bank yang menjadi obyek pemeriksaan tetapi juga perekonomian nasional.

Penegak hukum juga diminta berhati-hati juga jika melibatkan pengurus bank yang saat ini aktif walaupun statusnya hanya dimintai keterangan. Pasalnya, masyarakat bisa mengimpretasikan berbeda ketika mendengar pengurus bank dipanggil Kejagung misalnya.

Sementara itu, untuk kasus Jiwasraya, Kejagung telah menetapkan satu tersangka baru. Tersangka anyar itu merupakan Direktur Utama PT Himalaya Energi Perkasa, Piter Rasiman.

Hari menerangkan Piter diduga berafiliasi melakukan tindak pidana korupsi dengan terdakwa Jiwasraya. Mereka ialah Joko Hartono Tirto dan Heru Hidayat.

Dalam perkara ini, Kejagung juga telah menetapkan tersangka dari pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta 13 korporasi. Tersangka dari pejabat OJK itu merupakan Fakhri Hilmi yang pada saat itu menjabat Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal II a periode Januari 2014-2017. Kini, ia pun telah ditahan.

Diketahui, dalam perkara Jiwasraya, Majelis hakim sudah memvonis 4 terdakwa yakni mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya, Hendrisman Rahim; mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya, Hary Prasetyo; mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya, Syahmirwan; serta Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto. Mereka dihukum penjara seumur hidup.

Sementara untuk 2 terdakwa lainnya, yakni Komisaris PT Hanson International Benny Tjokrosaputro dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera (Tram) Heru Hidayat, sedang menunggu putusan vonis dari pengadilan.


(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Wamen BUMN Kartika Wirjoatmodjo Kembali Jadi Ketum Perbanas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular