
Pak Jokowi, Banyak Proposal Nuklir Masuk RI, Kapan di- ACC?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah mengungkapkan hingga kini sudah banyak proposal tawaran dari sejumlah perusahaan nuklir internasional untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan meski sudah banyak tawaran untuk membangun PLTN, namun karena masih banyaknya pro kontra di kalangan masyarakat mengenai keberadaan nuklir ini membuat pemerintah belum bisa memutuskan untuk mengizinkan pembangunan PLTN di dalam negeri.
Berdasarkan survey yang dilakukan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) mengenai nuklir, masyarakat masih berorientasi pada kejadian bom atom di Hiroshima, sehingga banyak jawaban moderat yang disampaikan masyarakat.
"Paling moderat jawabannya 'boleh, saya setuju tapi jangan di belakang rumah saya ya'. Ada juga yang langsung menolak," ungkap Rida dalam Webinar, Kamis (15/10/2020).
Namun demikian, Rida menyebut, berdasarkan survey, sebanyak 70% masyarakat sudah mulai menerima kehadiran PLTN, khususnya di Bangka dan Kalimantan Barat. Masyarakat sudah siap dan Gubernurnya pun turut mendukung. Meski demikian, imbuhnya, 30% masyarakat yang belum setuju juga harus tetap diperhatikan opininya.
Kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) mengenai kebijakan energi nasional, PLTN memang tidak dilarang. Hanya saja, imbuh Rida, Indonesia masih memiliki sumber energi baru terbarukan (EBT) lainnya yang masih melimpah.
"Semuanya Indonesia punya, mulai dari energi di bawah tanah yang berupa panas bumi, kita punya potensi terbesar di dunia karena kita punya banyak gunung api, naik ke atas tanah ada air, biomassa, sampai kemudian surya, kita ada di tropis, minimum dilewati matahari. Itu semua belum didayagunakan," tuturnya.
Rida menyebut ada pemikiran jika nuklir masuk, maka dikhawatirkan anugerah yang ada berupa EBT lainnya tidak termanfaatkan. Sementara nuklir masih ada limbah yang harus didaur ulang.
"Dengan pertimbangan seperti itu, resources (sumber daya) EBT masih belum dikembangkan dan sesuai kebijakan pemerintah, nuklir ditaruh di belakang, maka sampai saat ini masih konsisten menempatkan nuklir jadi pilihan terakhir," paparnya.
Sebelumnya, Peneliti Senior sekaligus Mantan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Djarot Sulistio Wisnubroto mengatakan harga listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dinilai akan kompetitif dibandingkan dengan harga listrik bersumber dari energi fosil seperti batu bara dan minyak.
Harga listrik dari PLTN di Indonesia bahkan bisa hanya sebesar US$ 7 sen per kilo watt hour (kWh). Angka tersebut menurutnya berdasarkan hasil uji kelayakan (feasibility study/ FS) yang pernah dilakukan PT PLN (Persero) ketika ada wacana membangun PLTN di Bangka Belitung.
Menurutnya, nuklir yang masuk ke dalam bagian energi baru terbarukan (EBT) menjadi energi yang tidak terpengaruh dengan cuaca dan sebagainya seperti jenis energi terbarukan lainnya. Kemudian, harga uranium yang menjadi bahan baku PLTN meski harganya fluktuatif, namun menurutnya tidak akan berpengaruh.
"Misal uranium (harganya) naik turun seperti batu bara, tapi harga listrik tidak terpengaruh. PLN sendiri pernah hitung berdasarkan FS-nya di Bangka Belitung, harga listrik dari nuklir bisa 7 sen dolar per kWh, ini sangat kompetitif. Karena dibandingkan dengan batu bara, ini berikan dukungan industrialisasi bagi beberapa daerah yang potensial seperti Kalimantan Barat," paparnya saat wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (12/10/2020).
Seperti diketahui, pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tengah menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT). Di dalam RUU ini, nuklir masuk ke dalam pembahasan dan dikategorikan sebagai energi baru.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Listrik Tenaga Nuklir di RI Harus Ada di 2050, Kenapa?